Sejumlah rumah sakit rujukan Covid-19 di Sumatera Barat mulai penuh akibat lonjakan kasus dalam beberapa pekan terakhir. Dinas Kesehatan Sumbar meminta pemerintah kabupaten/kota menyiapkan tempat karantina sendiri.
Oleh
YOLA SASTRA
·5 menit baca
PADANG, KOMPAS — Sejumlah rumah sakit rujukan Covid-19 di Sumatera Barat mulai penuh akibat lonjakan kasus dalam beberapa pekan terakhir. Dinas Kesehatan Sumbar meminta pemerintah kabupaten/kota untuk menyiapkan tempat karantina sebagai antisipasi. Masyarakat diminta turut berpartisipasi mencegah penularan Covid-19.
Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinkes Sumbar Busril di Padang, Senin (31/8/2020), mengatakan, Sumbar memiliki 10 rumah sakit (RS) rujukan Covid-19. Beberapa di antara rumah sakit rujukan itu sudah penuh oleh pasien terkait Covid-19.
”Saat ini, tingkat keterisian rumah sakit rujukan Covid-19 sudah tinggi. RS Semen Padang penuh, RSUD dr Rasidin Padang penuh, RSUD Dr Achmad Mochtar Bukittinggi penuh. Hampir semuanya penuh,” kata Busril.
Dari 10 RS rujukan itu, dua RS di antaranya adalah rumah sakit rujukan Covid-19 berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Kesehatan, yaitu RSUP Dr M Djamil Padang dan RSUD Dr Achmad Mochtar Bukittinggi.
Selain itu, ada dua RS yang merupakan RS khusus Covid-19 berdasarkan SK Gubernur Sumbar, yaitu RSUD dr Rasidin Padang dan RSUD Pariaman.
Adapun enam RS lainnya merupakan RS rujukan berdasarkan SK Gubernur Sumbar, yakni RSUD M Natsir Solok, RS Universitas Andalas, RSJ HB Saanin Padang, RST Dr Reksodiwiryo, RS Semen Padang, dan RS Hermina Padang.
Busril melanjutkan, total kapasitas 10 RS rujukan Covid-19 itu adalah 644 tempat tidur. Rumah sakit yang memiliki jumlah tempat tidur besar di antaranya RS Dr M Djamil Padang dengan 182 tempat tidur, RSUD Pariaman 150 tempat tidur, RSUD dr Rasidin Padang 75 tempat tidur, RS Semen Padang 78 tempat tidur, dan RS Unand 72 tempat tidur. Adapun RS lainnya memiliki tempat tidur antara 8 dan 42.
Menurut Busril, selain 10 RS rujukan itu, sebelumnya Dinkes Sumbar sudah menyiapkan 22 RSUD dan RS swasta lainnya di daerah sebagai antisipasi penambahan kasus. Jika 22 RSUD dan RS swasta itu diaktifkan, total kapasitas rumah sakit untuk pasien Covid-19 di Sumbar bisa mencapai 894 tempat tidur.
”Rumah sakit di daerah sudah mulai merawat pasien Covid-19. Sekarang, pasien Covid-19 memang difokuskan ke RS rujukan dulu. Namun, kalau tidak tertampung di RS rujukan, RS daerah harus berfungsi dalam merawat pasien Covid-19,” ujar Busril.
Selain RS rujukan, kata Busril, tempat karantina yang disediakan Pemprov Sumbar juga sudah penuh. Saat ini, ada dua tempat karantina yang difasilitasi Pemprov Sumbar, yaitu Badan Pengelolaan SDM Sumbar dengan 110 tempat tidur di Padang dan Balai Diklat Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Regional Bukittinggi dengan 236 tempat tidur di Baso, Agam.
”Kami sangat berharap kabupaten/kota mampu menyiapkan fasilitas karantina sendiri. Kabupaten/kota harus bisa ambil peran, baik dalam mengaktifkan rumah sakit, menyediakan tempat karantina khusus, maupun mungkin lebih edukasi ke masyarakat agar bisa menyiapkan tempat karantina mandiri yang benar,” kata Busril.
Saat ini, dari 19 kabupaten/kota di Sumbar, baru sebagian kecil daerah yang punya tempat karantina sendiri, seperti Dharmasraya, Sawahlunto, Pesisir Selatan. Pasaman Barat, kata Busril, juga sudah mulai menyiapkan.
Langkah tersebut bisa diikuti daerah lain. Meskipun kapasitas tempat karantina di daerah kecil, itu sudah sangat membantu penanganan pasien Covid-19 tanpa gejala.
Busril menambahkan, yang tidak kalah penting dalam mengantisipasi lonjakan kasus Covid-19 di Sumbar adalah partisipasi masyarakat. Dengan disiplinnya masyarakat menggunakan masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak, tambahan kasus positif Covid-19 bisa ditekan sehingga keterbatasan fasilitas kesehatan bisa dicegah.
Yang tidak kalah penting dalam mengantisipasi lonjakan kasus Covid-19 di Sumbar adalah partisipasi masyarakat. (Busril)
”Sekarang karena (wabah) sudah berlangsung lama, masyarakat menjadi abai, menganggap Covid-19 hal biasa. Itu membuat kondisi kita semakin berbahaya. Apalagi sudah banyak petugas kesehatan terpapar Covid-19. Kalau semua petugas kesehatan terpapar, siapa yang lagi yang akan merawat pasien?” kata Busril.
Kepala Dinkes Dharmasraya Rahmadian mengatakan, saat ini, Dharmasraya memiliki satu tempat karantina bagi pasien positif Covid-19 tanpa gejala, yaitu di Sanggar Kegiatan Belajar. Tempat karantina itu bisa menampung hingga 15 orang. ”Kami sudah sediakan sejak lama. Sebab, warga Dharmasraya positif Covid-19 tanpa gejala tidak mau dikarantina di Padang karena jauh,” kata Rahmadian.
Rahmadian melanjutkan, sebagai antisipasi terjadinya lonjakan kasus positif Covid-19, pemkab melalui gugus tugas terus menyosialisasikan upaya isolasi mandiri yang aman. Namun, keputusan akhir pasien positif Covid-19 tanpa gejala dibolehkan isolasi mandiri di rumah harus berdasarkan penilaian petugas kesehatan di puskesmas.
Catatan Kompas, lonjakan kasus Covid-19 di Sumbar dimulai sejak Idul Adha akhir Juli 2020 dan semakin tidak terbendung dalam dua pekan ini. Sejak Minggu (23/8/2020), lima kali tercatat rekor tertinggi tambahan kasus positif Covid-19 terjadi dengan jumlah pasien positif antara 68 dan 90 orang sehari. Jumlah kasus positif Covid-19 sebulan terakhir telah melampaui jumlah kasus pada empat bulan sebelumnya.
Secara sederhana, pergerakan kasus Covid-19 di Sumbar dapat dibagi menjadi dua fase. Pada fase pertama 26 Maret-28 Juli 2020, jumlah kasus positif Covid-19 di Sumbar 874 orang dengan 33 orang meninggal. Sementara itu, pada fase kedua 29 Juli-29 Agustus 2020, jumlah kasus telah mencapai 1.282 orang dengan 23 orang meninggal.
Hingga Senin, total kasus positif Covid-19 di Sumbar mencapai 2.156 orang dengan 56 orang di antaranya meninggal dan 1.224 orang sembuh.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wilayah Sumbar Pom Harry Satria mengatakan, partisipasi masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan secara disiplin sangat menentukan dalam pengendalian lonjakan kasus positif Covid-19. Meskipun kapasitas laboratorium pemeriksaan di Sumbar mumpuni, rantai penularan Covid-19 sulit diputus apabila masyarakat tidak menggunakan masker, tidak menjaga jarak, dan tidak mencuci tangan.
”Jika lonjakan terus terjadi, kita akan sampai pada titik jenuh, keterbatasan. Sampai berapa kemampuan SDM kesehatan dan anggaran pemerintah? Meskipun pemeriksaan massal dilakukan, toh, perubahan yang kita harapkan tidak menurun kasusnya. Sekarang tantangannya bagaimana kita mesti sepakat dulu untuk mengubah perilaku dan meningkatkan partisipasi masyarakat,” kata Pom.