Rencana pembelajaran tatap muka di Kota Palu dan Sulteng pada umumnya perlu dipertimbangkan ulang karena masih adanya risiko penularan Covid-19. Tambahan kasus terjadi meskipun hampir semua daerah berstatus zona kuning.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·4 menit baca
PALU, KOMPAS — Orangtua peserta didik di Kota Palu, Sulawesi Tengah, belum setuju dengan rencana pemerintah untuk memulai secara bertahap pembelajaran tatap muka. Masih adanya risiko penularan Covid-19 yang ditandai dengan tambahan kasus harian menunjukkan ibu kota Sulteng itu belum aman dari pandemi.
”Tambahan kasus masih ada, artinya risiko masih ada. Lebih baik anak-anak tetap belajar di rumah seperti yang berlaku saat ini. Saya jelas tidak setuju dengan rencana itu (dimulainya pembelajaran tatap muka),” ujar Nia (38), warga Kelurahan Lolu Utara, Kecamatan Palu Timur, Senin (31/8/2020). Ketiga anak Nia duduk di jenjang sekolah dasar dan sekolah menengah pertama.
Menurut Nia, pemerintah perlu mempertimbangkan secara matang rencana dimulainya pembelajaran tatap muka atau belajar di sekolah secara bertahap. Langkah itu baru diambil kalau dalam rentang tertentu, misalnya satu bulan, tak ada tambahan kasus dan mobilitas warga dibatasi dengan ketat. Mobilitas orang saat ini berjalan lancar, tak seketat seperti pada Maret-Mei 2020.
”Artinya, peluang untuk penularan tetap ada. Sebagai orangtua, saya tidak mau anak-anak sakit, apalagi sakit karena Covid-19 yang bahkan kita tak bisa bebas untuk mengunjungi orang yang terinfeksi,” ujarnya.
Getrudis Damus (41), warga Kelurahan Birobuli Selatan, Kecamatan Palu Selatan, juga meminta pemerintah memikirkan ulang rencana tersebut. Menurut dia, risiko penularan pada anak-anak tinggi karena biasanya mereka sering bersentuhan fisik, seperti berpelukan dan berjabat tangan.
”Siapa yang menjamin anak-anak tak melakukan hal-hal seperti itu di sekolah. Tolong dipertimbangkan lagi. Sekelas ujian nasional saja batal karena Covid-19, seharusnya pembelajaran harian tak dipaksakan untuk dilakukan tatap muka di tengah masih adanya Covid-19,” ujar ibu dua anak sekolah itu.
Melalui surat edaran minggu lalu, Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola memperbolehkan kabupaten/kota dan dinas teknis untuk menyelenggarakan pembelajaran tatap muka secara bertahap. Ini dilakukan di daerah-daerah yang risikonya rendah (zona hijau dan kuning). Instansi terkait dan satuan pendidikan menyiapkan regulasi teknis, yakni protokol pencegahan penularan Covid-19 di sekolah.
Merujuk peta epidemiologi Dinas Kesehatan serta Pusat Data dan Informasi Pemerintah Provinsi Sulteng pada 30 Agustus, status 12 kabupaten/kota di Sulteng risiko rendah atau zona kuning. Hanya Kabupaten Banggai yang berstatus risiko sedang (zona oranye).
Hingga 30 Agustus, total ada 214 kasus konfirmasi Covid-19 di Sulteng. Dalam dua minggu terakhir, terdapat tambahan 18 kasus baru. Tingkat kesembuhan mencapai 90,87 persen, dengan kematian 3,3 persen. Tingkat kesembuhan di Sulteng memang terus meningkat signifikan.
Khusus di Palu, ada 50 kasus kumulatif positif Covid-19. Sebanyak enam kasus baru dilaporkan dalam dua minggu terakhir. Empat orang meninggal karena Covid-19.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Palu Asnyar Sutiadi menyampaikan, pembelajaran tatap muka secara bertahap di daerah itu direncanakan paling lambat dimulai awal Oktober 2020. Sebanyak 10-15 sekolah di jenjang sekolah dasar dan sekolah menengah pertama dijadikan percontohan.
Semua komponen dipersiapkan untuk mengenal protokol pencegahan Covid-19, mulai dari sarana dan prasarana sekolah, guru dan tenaga pendidikan, hingga orangtua dan siswa. Protokol atau prosedur pembelajaran era normal baru itu mulai disosialisasikan ke kepala sekolah.
”Sosialisasi protokol itu penting agar semua komponen mengetahui tanggung jawab masing-masing saat pembelajaran tatap muka dimulai. Kesiapan dan pemahaman setiap komponen itu akan kami evaluasi untuk memastikan pelaksanaannya,” katanya.
Selain peraturan dan perlengkapan standar protokol, seperti tempat cuci tangan dan keharusan memakai masker, hal lain yang diatur adalah pengurangan rombongan belajar dan pembatasan durasi belajar. Sebelum pandemi, satu rombongan belajar terdiri atas 32 peserta didik.
Namun, dalam pembelajaran di era normal baru ini, hanya diizinkan separuh dari jumlah itu. Tak disebutkan secara rinci, durasi pembelajaran juga tak sepanjang seperti sebelum pandemi. Hal lain, peserta didik membawa bekal sendiri alias tak tersedia makanan di kantin di sekolah.
Kami terus awasi pelaku perjalanan agar kasus ditemukan lebih awal sehingga tak terjadi penularan di tengah warga di dalam kota.
Terkait surat pernyataan persetujuan dari orangtua, Ansyar mengatakan, sekolah menyiapkan hal itu. Jika ada orangtua siswa dari sekolah yang ditetapkan untuk percontohan tidak setuju pembelajaran tatap muka, sekolah tak bisa memaksanya. Peserta didik tetap mengikuti pembelajaran jarak jauh. ”Artinya, dua opsi (pembelajaran jarak jauh dan tatap muka) tetap berjalan. Orangtua bisa memilih. Hak-hak peserta didik tetap terpenuhi,” ucapnya.
Wali Kota Palu Hidayat, selaku Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, beberapa waktu lalu menyatakan pembelajaran tatap muka pada prinsipnya bisa dilaksanakan. Kasus Covid-19 di Palu umumnya dibawa pelaku perjalanan. Selagi pemeriksaan di pos-pos perbatasan masih berjalan, kasus bisa dideteksi dini. ”Kami terus awasi pelaku perjalanan agar kasus ditemukan lebih awal sehingga tak terjadi penularan di tengah warga di dalam kota,” ujarnya.
Saat ini masih ada tiga pos perbatasan yang dioperasikan, yakni dua pos di Kecamatan Tawaeli dan satu pos di Kecamatan Ulujadi. Pos di Tawaeli untuk mengecek pelaku perjalanan dari Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Utara, sedangkan pos di Ulujadi untuk mengawasi pelaku perjalanan dari Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan.