Pemkab Kebumen Mediasi Sengketa Tanah Warga dan TNI AD di Urut Sewu
Kodam IV/Diponegoro menyebut area Urut Sewu di pesisir selatan Kebumen, Jawa Tengah, merupakan daerah latihan TNI, bukan lahan pertanian. Sengketa di kawasan ini masih berlanjut. Pemda setempat akan memediasi.
KEBUMEN, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, akan berupaya memediasi sengketa tanah di Desa Setrojenar, Kecamatan Buluspesantren, antara warga dan TNI Angkatan Darat. Hal itu buntut protes warga terkait video yang merekam kendaraan TNI melintasi kebun melon warga hingga rusak.
Bupati Kebumen Yazid Mahfudz menyampaikan, pemerintah daerah akan memediasi konflik tersebut. Saat ini, ia sedang bertugas di luar kota. ”Kami sudah berkomunikasi dengan kedua belah pihak antara TNI dan masyarakat terkait penyertifikatan agar masing-masing punya kekuatan hukum,” kata Yazid, Jumat (28/8/2020).
Proses sertifikasi tanah di Desa Setrojenar, diakui Yazid, memang belum selesai. Desa Setrojenar merupakan bagian dari kawasan Urut Sewu yang sekian lama menjadi sengketa. Dari 15 desa di kawasan Urut Sewu, masih ada 10 desa yang belum selesai penyertifikatannya. Sebelumnya, pada 12 Agustus lalu, Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sofyan A Djalil menyerahkan sertifikat hak atas tanah kepada KSAD Jenderal Andika Perkasa di Kodam IV/Diponegoro, Semarang.
”Pak Menteri ATR/Kepala BPN langsung yang menyerahkan (sertifikat) ke KSAD 220 hektar. Totalnya sekitar 910 hektar atau 915 hektar. Yang sudah selesai 220 hektar. Semoga ini segera selesai supaya masing-masing punya hak, masing-masing punya sertifikat dan kekuatan hukum,” tutur Yazid.
Terkait video tersebut, Kepala Penerangan Kodam IV/Diponegoro Letkol Kav Susanto menegaskan, wilayah Urut Sewu di Desa Setrojenar adalah daerah yang resmi digunakan sebagai latihan persenjataan TNI AD dan bukan areal pertanian warga.
”Warga di sana hanya diberi kesempatan memanfaatkan saat tidak sedang digunakan untuk latihan. Adapun saat dipakai latihan, mereka pasti selalu menyadari untuk menghentikan aktivitasnya guna menghindari kerawanan yang bisa timbul saat latihan,” kata Susanto melalui siaran pers yang diterima, Jumat (28/8/2020) sore.
Baca juga : Konflik Urut Sewu Masih Berlanjut, Pemda Segera Mediasi
Susanto membantah sejumlah informasi yang beredar di media sosial bahwa latihan militer telah merusak lahan persawahan yang disebabkan lalu lalang kendaraan berat di tempat tersebut belum lama ini.
”Ada yang dibelokkan dan sengaja membangun persepsi seolah latihan penembakan meriam di sana telah merugikan petani,” ujar Susanto.
Ia menjelaskan, warga yang memanfaatkan lahan tersebut sudah menyepakati, jika sedang dilakukan latihan, mereka tidak beraktivitas dan tidak akan menuntut apa pun atas dampak latihan di areal yang digunakan. Menurut Susanto, hal ini karena warga sudah menyadari bahwa lahan tersebut bukan milik mereka.
Susanto melanjutkan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN secara resmi telah mengeluarkan sertifikat atas nama TNI AD untuk sejumlah lahan di pesisir selatan Kebumen. Sertifikat diserahkan Menteri ATR/BPN Sofyan A Djalil kepada KSAD Jenderal Andika Perkasa di Semarang.
Dengan dasar tersebut, masyarakat diharapkan paham dan tidak terprovokasi oleh berita-berita palsu yang sengaja disebarkan untuk membenturkan masyarakat dengan TNI AD.
Baca juga : RUU Cipta Kerja Berpotensi Picu Konflik Agraria
Susanto mengklaim, tanah tersebut adalah wilayah pesisir pantai selatan yang sejak masa kolonial merupakan kawasan latihan militer Belanda. Daerah tersebut juga merupakan garis pertahanan yang tidak diperuntukkan sebagai lahan aktivitas masyarakat maupun permukiman.
Baru setelah penyerahan kedaulatan, lahan tersebut diserahkan kepada negara dan selanjutnya diserahkan kepada TNI AD sesuai peruntukannya semula selain sebagai wilayah pertahanan juga daerah latihan.
Sertifikat
Meski demikian, dalam penyerahan sertifikat di Semarang, Sofyan Djalil hanya menyerahkan sembilan lembar sertifikat hak atas tanah. Aset tersebut terdiri dari lima sertifikat hak pakai atas nama Pemerintah Republik Indonesia cq Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, yang berlokasi di wilayah Urut Sewu (Desa Kenoyojayan, Ambalresmi, Sumberjati, Tlogodepok, dan Tlogopragoto). Sertifikat diperoleh atas permohonan hak atas tanah oleh TNI AD.
Sementara empat sertifikat tanah lainnya merupakan hak pakai atas nama Pemerintah Republik Indonesia cq Kementerian Pertahanan RI yang berasal dari hibah Pemerintah Kabupaten Kebumen. Lokasinya berada di Desa Adikarso, Depokrejo, Poncowarno, dan Bonorowo.
Ini suatu pemikiran luas, tidak sektoral. Kami memikirkan semuanya. Yang penting semuanya winners, win-win solution, semua adalah pemenang. (Andika Perkasa)
Dalam kesempatan itu, KSAD Andika Perkasa mengungkapkan, pemanfaatan tanah tersebut tidak hanya akan digunakan untuk kepentingan TNI AD. Warga setempat juga masih bisa menggunakannya. ”Ini suatu pemikiran luas, tidak sektoral. Kami memikirkan semuanya. Yang penting semuanya winners, win-win solution, semua adalah pemenang,” ujarnya.
Pasalnya, TNI AD tidak akan menggunakan lahan tersebut sepanjang waktu selama 24 jam. ”Misalkan tanah itu memiliki marginal utility (daya guna) yang lebih besar untuk mendukung pertumbuhan perekonomian, TNI sangat terbuka untuk bekerja sama. Yang terpenting adalah secara legalitas tidak ada pelanggaran di dalamnya,” jelas Andika.
Ia melanjutkan, secara administrasi, tidak ada penyalahgunaan yang bisa menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan, tetapi masyarakat setempat juga bisa menikmati aset tersebut. ”Itu yang lebih penting. Saya sangat terbuka karena saya pro pertumbuhan daerah,” tambahnya.
Sebelumnya, diberitakan Kompas.id (28/8/2020), Ketua Urut Sewu Bersatu Paryono menyampaikan, perusakan lahan melon dilakukan Satuan Armed 10 Purwakarta pada Rabu (26/8/2020), yang pada saat itu sedang menggelar latihan menembak dengan senjata jenis roket. Kendaraan pengangkut roket memasuki areal tanaman melon serta melindas tanaman berumur sekitar 30 hari dan mulai berbuah. Lokasi tersebut menjadi tempat peluncuran roket. Bahkan, tenda peneduh juga didirikan di areal tersebut.
”Padahal, lahan pertanian tersebut milik petani yang tercatat di dalam (letter) C desa dan sampai saat ini belum ada penyelesaian mengenai konflik tanah Urut Sewu dengan TNI. Akibat aktivitas latihan tersebut, timbul kerusakan tanaman dan robeknya mulsa plastik akibat tergilas roda dan terinjak-injak seluas lebih kurang 0,2 hektar,” kata Paryono.
Baca juga : Konflik Agraria Makin Luas
Paryono mengatakan, atas kejadian itu, warga tidak berani menegur karena takut dan terdapat intimidasi terhadap petani beberapa waktu terakhir. ”Hal ini mungkin terkait dengan telah dikeluarkannya sertifikat hak pakai untuk TNI AD di beberapa desa lain,” ujarnya.
Disebutkan Paryono, kehadiran TNI AD di Urut Sewu, yang pada awalnya meminjam tempat ketika latihan pada tahun 1972, disambut baik oleh masyarakat demi kepentingan negara. Bahkan, sampai saat ini TNI AD masih diperbolehkan menggelar latihan meskipun sebenarnya petani sangat dirugikan karena ketika latihan, mereka tidak bisa beraktivitas di lahan. Namun, menurut dia, dalam perkembangannya, meminjam aktivitas yang awalnya disebut sebagai meminjam tempat tersebut berubah menjadi klaim.
”Anehnya klaim tersebut berubah-ubah, yaitu Klaim ’Peta TNI 1998’ yang mengklaim radius 1998, berubah lagi pada tahun 2007, yaitu klaim radius 1.000 meter dari bibir pantai, tepat di area Jalan Lintas Selatan-selatan, tetapi kembali ke klaim 500 meter setelah ditolak masyarakat. Terakhir klaim pada 2020 yang membagi wilayah menjadi dua bidang memanjang, yaitu area pesisir dan areal pemakaman umum di sepanjang Urut Sewu,” ungkap Paryono.
Menurut dia, semua klaim tersebut tidak pernah dijelaskan secara gamblang dan ilmiah kepada masyarakat. ”Kami atas nama Urut Sewu Bersatu (USB) dan Forum Paguyuban Petani Kebumen Selatan (FPPKS) mengecam tindakan perusakan tanaman tersebut dan menyayangkan kelambanan pemerintah dalam menangani konflik di Urut Sewu,” katanya.
Baca juga : Menggugat Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Sementara itu, Wakil Gubernur Jateng Taj Yasin mengatakan, aset tanah di Urut Sewu diharapkan memberi manfaat, baik bagi masyarakat maupun negara, serta mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. ”Semoga memberikan manfaat. Apalagi pada masa pandemi ini, kondisi ekonomi masyarakat maupun negara mengalami penurunan,” ujarnya.
Seperti diberitakan Kompas (12/9/2019), konflik akibat sengketa tanah di Urut Sewu kerap terjadi sejak 2011. Kejadian terakhir, pada Rabu (11/9/2019). Insiden berawal saat warga mencoba menghentikan proses pembangunan tembok keliling area latihan tembak TNI di Desa Brecong, Buluspesantren. Warga dihalau secara represif. Sebanyak 16 orang terluka, seorang di antaranya terkena peluru karet. Saat itu, untuk sementara pemagaran lapangan tembak dihentikan dan kedua pihak diminta menahan diri.
Berdasarkan catatan Kompas, bentrok warga dan TNI AD beberapa kali terjadi sejak April 2011. Konflik berpangkal pada saling klaim tanah seluas 1.050 hektar dari Sungai Luk Ulo hingga muara Sungai Wawar sepanjang 22,5 kilometer dengan lebar 500 meter dari bibir pantai.