Bandara Internasional Yogyakarta Diyakini Ungkit Perekonomian DIY-Jateng
Bandara Internasional Yogyakarta diharapkan bisa ikut mendongkrak perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah, khususnya bagian selatan. Selepas pandemi, bandara ini diperkirakan bakal dipadati penumpang.
Oleh
HARIS FIRDAUS/NINO CITRA ANUGRAHANTO/REGINA RUKMORINI
·5 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Setelah beroperasi penuh sejak 29 Maret, Bandara Internasional Yogyakarta di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, diresmikan Presiden Joko Widodo, Jumat (28/8/2020). Keberadaan bandara yang mampu menampung 20 juta penumpang per tahun itu diyakini ikut mendongkrak perekonomian DIY dan Jawa Tengah.
”Alhamdulillah, bandara sudah selesai 100 persen. Bandara ini dikerjakan sangat cepat. Hanya 20 bulan. Cepat sekali,” kata Presiden Joko Widodo dalam acara peresmian Bandara Internasional Yogyakarta (BIY).
Dalam acara tersebut, Presiden didampingi sejumlah pejabat, yakni Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X, dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.
Presiden mengatakan, total anggaran untuk membangun BIY mencapai Rp 11,3 triliun. Jumlah itu terdiri dari anggaran pembebasan lahan sebesar Rp 4,2 triliun dan pembangunan konstruksi senilai Rp 7,1 triliun.
Presiden menyebut, konstruksi bangunan BIY bisa menahan guncangan gempa bumi dengan kekuatan magnitudo 8,8. Selain itu, pembangunan bandara tersebut juga sudah mengantisipasi kemungkinan tsunami dengan ketinggian 12 meter. Antisipasi itu dilakukan karena BIY memang dibangun di kawasan rawan gempa dan tsunami.
Presiden juga mengatakan, BIY memiliki sejumlah kelebihan dibandingkan dengan Bandara Internasional Adisutjipto di Kabupaten Sleman. Salah satunya, BIY dilengkapi landasan pacu sepanjang 3.250 meter, sedangkan di Bandara Internasional Adisutjipto hanya 2.200 meter. Dengan landasan pacu lebih panjang, BIY bisa didarati pesawat berbadan besar seperti Airbus A380 dan Boeing 777.
”Di sana (Bandara Internasional Adisutjipto) hanya untuk pesawat narrow body (berbadan sempit). Di sini (BIY) bisa didarati Airbus A380 dan Boeing 777. Pesawat gede-gede bisa turun di sini karena runway-nya 3.250 meter,” ujar Presiden.
Presiden menambahkan, terminal penumpang BIY juga jauh lebih luas dibandingkan dengan terminal Bandara Internasional Adisutjipto. BIY memiliki terminal seluas 219.000 meter persegi, sedangkan terminal Bandara Internasional Adisutjipto hanya seluas 17.000 meter persegi.
”Bandara lama (Adisutjipto) hanya bisa menampung 1,6 juta penumpang per tahun, di sini (BIY) bisa 20 juta penumpang per tahun. Ini tugas kita bersama bagaimana mendatangkan 20 juta penumpang itu. Ini bukan tugas ringan,” ungkap Presiden Jokowi.
Dengan berbagai kelebihan itu, keberadaan BIY diharapkan bisa mendongkrak kunjungan wisatawan ke DIY dan Jateng. Apalagi, penerbangan internasional dari sejumlah negara juga digadang-gadang bisa langsung mendarat di BIY. Ini berbeda dengan Bandara Internasional Adisutjipto yang hanya bisa melayani penerbangan internasional dari Singapura dan Malaysia.
Akan tetapi, harapan besar setelah pengoperasian BIY itu belum bisa terwujud dalam waktu dekat akibat dampak pandemi Covid-19 yang membuat kunjungan wisatawan merosot drastis. Presiden Joko Widodo pun memaklumi kondisi itu. Namun, setelah adanya vaksinasi dan pandemi Covid-19 bisa terkendali, Presiden meyakini jumlah penumpang di bandara itu bisa meningkat.
”Kita tahu ini memang masih dalam kondisi pandemi. Jadi, kalau belum ramai, saya maklumi. Akan tetapi, nanti begitu sudah mulai vaksinasi, saya yakini ini akan menjadi bandara yang paling ramai,” kata Presiden.
Kita tahu ini memang masih dalam kondisi pandemi. Jadi, kalau belum ramai, saya maklumi. Akan tetapi, nanti begitu sudah mulai vaksinasi, saya yakini ini akan menjadi bandara yang paling ramai. (Joko Widodo)
Investasi
Sultan Hamengku Buwono X berharap, keberadaan BIY bisa meningkatkan kunjungan wisatawan dan mendorong masuknya investasi di DIY. Sejak beberapa waktu lalu, keberadaan BIY sebenarnya telah ikut mendongkrak investasi ke Kulon Progo. Investasi yang masuk itu antara lain di bidang perhotelan.
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kulon Progo Agung Kurniawan mengatakan, setelah BIY beroperasi penuh, ada satu hotel bintang tiga baru di Kulon Progo yang sudah selesai dibangun dan kini telah beroperasi.
Selain itu, ada tiga hotel berbintang yang tengah dibangun di Kulon Progo. Dari tiga hotel itu, dua hotel merupakan hotel bintang tiga dan satu lainnya hotel bintang empat. Selain itu, ada dua hotel bintang tiga lain yang sedang mengurus perizinan di Kulon Progo. ”Jadi nanti ada enam hotel berbintang dengan total investasi sekitar Rp 2,5 triliun,” katanya.
Di sisi lain, keberadaan BIY ikut memunculkan sejumlah usaha baru di sekitar bandara. Salah satu usaha baru yang tumbuh setelah pembangunan bandara itu adalah Rumah Makan Kopi NYIA yang berjarak sekitar 1 kilometer dari pintu gerbang BIY.
”Sebelum pandemi Covid-19, rumah makan ini cukup ramai. Banyak penumpang yang mau ke bandara mampir ke sini dulu. Para pegawai bandara juga sering makan di sini. Setelah pandemi memang jadi jauh lebih sepi, tetapi sejak Agustus ini pelan-pelan mulai meningkat,” kata pemilik Kopi NYIA, Armanunsah Wahyu Sri Harsalsi (50).
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY Deddy Pranowo Eryono berharap, ke depan, BIY bisa melayani penerbangan langsung dari sejumlah negara. Dengan begitu, jumlah wisatawan asing yang datang ke DIY bisa meningkat. ”Bandara itu, kan, bisa didarati pesawat-pesawat dengan rute penerbangan langsung dari luar negeri,” katanya.
Aksesibilitas
Namun, Deddy juga meminta aksesibilitas menuju BIY terus ditingkatkan. Hal ini karena BIY berjarak cukup jauh dari pusat kota Yogyakarta, yakni sekitar 40 kilometer. Perjalanan menggunakan mobil dari pusat kota Yogyakarta ke bandara itu butuh waktu sekitar 1,5 jam.
”Sekarang asumsinya perjalanan ke Kota Yogyakarta masih terlalu jauh. Jadi, aksesibilitas harus dipastikan ketersediaannya. Misalnya, kereta api dan bus lebih baik diperbanyak. Menurut saya, jika itu tersedia, pasti tidak akan terasa jauh,” kata Deddy.
Saat ini sudah ada beberapa moda transportasi dari dan menuju BIY, misalnya taksi, bus, dan kereta api. Khusus untuk kereta api, warga bisa berangkat dari Stasiun Tugu di Yogyakarta menuju Stasiun Wojo di Kabupaten Purworejo, Jateng, dengan waktu tempuh sekitar 1 jam. Dari Stasiun Wojo, warga bisa melanjutkan perjalanan ke BIY menggunakan minibus milik Damri dengan waktu tempuh 10 menit.
Ke depan, pemerintah juga berencana membangun jalur kereta api hingga ke dalam kawasan BIY sehingga penumpang bisa langsung sampai ke bandara lebih cepat. Selain itu, BIY juga direncanakan bakal terkoneksi dengan jalan tol.
Selain bermanfaat untuk DIY, keberadaan BIY diharapkan bisa meningkatkan perekonomian Jateng, terutama wilayah Magelang dan Jateng selatan. Secara khusus, pengoperasian bandara itu juga diarahkan untuk mendukung aktivitas pariwisata di kawasan Borobudur, Magelang.
General Manager PT Taman Wisata Candi Borobudur I Gusti Putu Ngurah Sedana mengatakan, pengoperasian BIY makin memberikan titik cerah untuk pariwisata di Borobudur. Sebab, keberadaan bandara itu diyakini bisa meningkatkan kunjungan ke Borobudur. Apalagi, saat ini antusiasme masyarakat untuk berwisata sudah relatif tinggi.