Gunung Lumpur di Blora Erupsi, Semburan Gas Bisa Membahayakan
Erupsi gunung lumpur atau mud volcano terjadi di Desa Gabusan, Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Lokasi erupsi di kompleks gunung lumpur Kesongo. Empat warga sempat keracunan, dan 17 ekor kerbau tertimbun lumpur.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
BLORA, KOMPAS — Erupsi gunung lumpur atau mud volcano terjadi di Desa Gabusan, Kecamatan Jati, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, Kamis (27/8/2020). Empat orang sempat keracunan gas dan belasan kerbau tertimbun tanah serta material sisa semburan gas bercampur lumpur.
M Ajiyanto (40), saksi mata, mengatakan, peristiwa itu terjadi Kamis pukul 05.30 saat ia dan rekan-rekannya menggembala kerbau di sekitar titik semburan. Sempat mendengar suara gemuruh, seketika gas bercampur lumpur menyembur ke udara hingga ketinggian lebih dari 50 meter.
Ia dan teman-temannya langsung menjauh menyelamatkan diri sambil menutupi hidung dan mulut agar tak menghirup gas. ”Gasnya lebih menyengat dari elpiji. Saya juga sempat pingsan sebentar, tetapi saat sadar tak apa-apa. Empat teman saya juga dibawa ke puskesmas dan RS. Tapi, sekarang sudah sembuh,” kata Ajiyanto.
Ajiyanto bersyukur, ia dan rekan-rekannya tidak sedang berada di dekat titik semburan. Namun, enam kerbaunya yang memang sedang dilepas di sekitar lokasi tertimbun. Total ada 18 kerbau milik para penggembala yang tertimbun, tetapi satu diselamatkan. Semburan baru benar-benar berhenti pukul 13.00.
Total ada 18 kerbau milik para penggembala yang tertimbun, tetapi satu diselamatkan. Semburan baru benar-benar berhenti pukul 13.00.
Warga Desa Gabusan, Jayati (35), yang rumahnya berjarak lebih kurang 1 kilometer (km) dari lokasi kejadian, juga mendengar suara seperti ledakan. ”Terdengar kencang. Semburannya juga sampai kelihatan dari rumah saya. Dari dulu, dari saya sebelum lahir, (di lokasi kejadian) memang banyak gasnya,” katanya.
Berdasarkan pantauan, sekitar pukul 16.00, sudah tidak ada semburan. Namun, sisa erupsi terlihat jelas. Lahan yang sebelumnya tanah berumput telah terimbun tanah sehingga seperti membentuk lingkaran raksasa. Menurut Ajiyanto, timbunan tanah itu membentang sekitar 100 meter.
Selain itu, di beberapa titik, sisa material lumpur juga ada di dekat lokasi. Suara aliran gas serta letupan-letupan kecil masih terdengar. Sementara itu, banyak warga yang datang ke lokasi untuk melihat langsung sisa material erupsi gunung lumpur meski jaraknya lebih dari 1 km dari permukiman.
Kepala Desa Gabusan Parsidi menuturkan, lahan di lokasi kejadian di bawah Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Randublatung, Perum Perhutani. Letaknya di perbatasan Blora-Grobogan. Ia memastikan tidak ada korban jiwa dalam peristiwa itu. Empat orang yang keracunan gas dibawa ke RS dan puskesmas serta sudah sembuh.
Menurut dia, semburan dengan letupan besar terjadi tiga kali, dengan ketinggian masing-masing sekitar 75 meter, 65 meter, dan 25 meter. ”Lokasi itu memang tidak ada kegiatan apa-apa selain untuk menggembala sapi. Memang kami mengajukan untuk jadi tempat wisata, tetapi belum,” ujar Parsidi.
Kompleks Kesongo
Dosen Teknik Geologi dan Pertambangan Institut Teknologi Adhi Tama, Surabaya, yang meneliti gas rawa di Grobogan, Jateng, Handoko Teguh Wibowo, mengatakan, lokasi erupsi ialah kompleks gunung lumpur Kesongo. Dari sekitar titik itu ke arah Purwodadi, Grobogan, memang banyak gunung lumpur.
Adapun yang paling terkenal di Kuwu, Grobogan, yang telah menjadi tempat wisata Bledug Kuwu. Menurut dia, diameter kompleks gunung lumpur Kesongo sekitar 5 km.
Handoko menuturkan, secara geologi, daerah itu dulunya merupakan cekungan. ”Kemudian menjadi sedimen organik. Lalu, kompaksi lambat dan konten organiknya berubah menjadi gas. Lantaran ada tekanan, kemudian gas keluar bersama dengan air dan padatan,” ujarnya.
Berbeda dengan gas rawa yang hanya mengandung gas metana karena di permukaan, gas dari gunung lumpur bisa sampai mengandung butana. Bahkan, juga terkadang hidrogen sulfida. Menurut Handoko, konsentrasinya memang rendah, tetapi pada ambang tertentu mematikan bagi manusia.
Berbeda dengan gas rawa yang hanya mengandung gas metana karena di permukaan, gas dari gunung lumpur bisa sampai mengandung butana. Bahkan, juga terkadang hidrogen sulfida.
”Ini fenomena alam yang menarik dan ada dua sisi potensi. Positifnya, ini menjadi ciri keberadaan minyak dan gas serta menjadi geowisata dan laboratorium alam. Namun, di sisi lain, ada bahaya yang muncul jika tiba-tiba erupsi. Jadi, tinggal bagaimana mengelola dan mengaturnya dan hati-hati,” kata Handoko.
Selain itu, lanjutnya, material lumpur sisa erupsi juga bermanfaat untuk penelitian. Yang jelas, ia mendorong tata ruang berdasar data alam. Jangan sampai untuk perumahan atau industri komersial. Basis data agar digunakan untuk pengembangan wilayah dan mitigasi bencana.