Konsumsi elpiji 3 kilogram bersubsidi di Kota Tegal, Kabupaten Tegal, dan Kabupaten Brebes meningkat sebesar 8 persen selama libur panjang akhir pekan. Warga berharap tak terjadi kelangkaan elpiji bersubsidi.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·3 menit baca
SLAWI, KOMPAS — Libur panjang akhir pekan beberapa waktu lalu menyebabkan kenaikan konsumsi elpiji bersubsidi ukuran 3 kilogram di sebagian wilayah pantura barat Jawa Tengah. Rata-rata kenaikan konsumsi elpiji mencapai 8 persen. Masyarakat berharap kelangkaan elpiji bisa dicegah.
PT Pertamina Marketing Operation Region IV Jawa Bagian Tengah mencatat terjadi kenaikan konsumsi elpiji sebesar 8 persen di Tegal Raya, yakni Kota Tegal, Kabupaten Tegal, dan Brebes, selama libur panjang akhir pekan bertepatan dengan HUT Kemerdekaan RI dan Tahun Baru Islam 1442 Hijriah.
Pada kondisi normal, rata-rata konsumsi elpiji bersubsidi di tiga daerah tersebut sebesar 180 metrik ton (setara dengan 60.000 tabung) per hari. Selama libur panjang akhir pekan, naik sebesar 15 metrik ton (setara dengan 5.000 tabung) per hari, menjadi 195 metrik ton atau 65.000 tabung per hari.
Sales Branch Manager LPG Wilayah 1 Pertamina Tegal Vano Daniel Wibawanto mengatakan, kenaikan konsumsi elpiji diduga terjadi akibat peningkatan aktivitas memasak di rumah selama libur akhir pekan. Tak hanya itu, mulai beroperasinya sejumlah usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta industri juga memicu kenaikan konsumsi elpiji bersubsidi.
”Pada akhir Juli, kami sudah memperkirakan adanya kenaikan jumlah konsumsi elpiji karena ada tiga libur panjang akhir pekan selama Agustus. Karena itu, kami menambah pasokan sebanyak 115.320 tabung elpiji untuk wilayah Tegal Raya,” kata Vano, Rabu (26/8/2020), di Tegal.
Kendati sudah ada penambahan pasokan, sejumlah warga masih mengeluhkan sulitnya mendapat elpiji 3 kilogram. Harti (55), warga Desa Trayeman, Kecamatan Slawi, Kabupaten Tegal, misalnya, mengeluhkan sulitnya mendapatkan elpiji 3 kilogram, sepekan terakhir.
”Saya coba beli di pengecer elpiji di sekitar rumah tidak ada. Kalaupun ada, cepat sekali habis,” ucap Harti.
Para pengecer elpiji di Desa Trayeman yang ditemui Harti menuturkan bahwa pasokan elpiji terbatas, sedangkan kebutuhan masyarakat meningkat. Agar bisa tetap memasak, Harti berupaya mencari elpiji ke agen yang lebih besar di daerah lain.
Secara terpisah, Ketua Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Dewan Pimpinan Cabang Eks Keresidenan Pekalongan Fajar Mahardika mengatakan, setiap pangkalan mendapat suplai dari Pertamina sebanyak 100 tabung elpiji 3 kilogram per hari. Jumlah tersebut disesuaikan dengan kemampuan pangkalan elpiji dan kebutuhan masyarakat di sekitarnya.
”Setiap hari, pangkalan menerima suplai sebanyak 100 tabung elpiji 3 kilogram. Kalau, misalnya, stok elpiji 3 kilogram sudah habis, masyarakat bisa membeli elpiji nonsubsidi 5,5 kilogram atau 12 kilogram,” ujar Fajar.
Meski demikian, berdasarkan hasil inspeksi di lapangan, Pertamina masih menemukan adanya masyarakat kelas menengah atau industri besar yang menggunakan elpiji 3 kilogram. Padahal, elpiji ukuran tabung 3 kilogram hanya boleh digunakan oleh masyarakat miskin serta usaha mikro dan kecil.
”Kami mengimbau masyarakat atau pemilik usaha berskala menengah untuk tidak memakai elpiji 3 kilogram bersubsidi. Dengan demikian, suplai elpiji 3 kilogram bisa tepat sasaran, yakni untuk masyarakat miskin serta usaha berskala mikro dan kecil,” ujar Vano.
Vano menambahkan, Pertamina maupun pemerintah daerah masih kesulitan mendeteksi penyalahgunaan elpiji 3 kilogram di masyarakat. Untuk itu, pihaknya mengimbau masyarakat untuk aktif melapor jika menemukan penyalahgunaan elpiji 3 kilogram.