Setelah Balikpapan Terbitkan Perwali Covid-19, Perluasan Tes Diperlukan
Peraturan Wali Kota Balikpapan tentang protokol kesehatan Covid-19 diterbitkan pada Senin (24/8/2020). Selain memperketat protokol kesehatan, pemerintah juga dinilai perlu memperluas tes kepada masyarakat.
Oleh
SUCIPTO
·4 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Peraturan Wali Kota Balikpapan tentang protokol kesehatan Covid-19 diterbitkan pada Senin (24/8/2020). Bagi pelanggar protokol kesehatan dikenai sanksi administratif berupa teguran, kerja sosial, hingga denda. Akademisi menilai, perluasan tes juga dinilai penting untuk mengetahui gambaran sesungguhnya penyebaran virus.
Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi resmi merilis Peraturan Wali Kota Nommor 23 Tahun 2020 tentang Penerapan Disiplin dan Penegakkan Hukum Protokol Kesehatan Sebagai Upaya Pencegahan dan Pengendalian Covid-19. Itu dilakukan untuk menindaklanjuti Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2020.
Dalam peraturan wali kota itu, perorangan, pelaku usaha, dan penanggung jawab fasilitas umum perlu mematuhi protokol kesehatan di luar ruangan dan fasilitas publik, seperti mengenakan masker, pembatasan jarak fisik, mencuci tangan, dan melaksanakan isolasi mandiri bagi pasien Covid-19 tanpa gejala.
”Selama satu minggu, kita lakukan (sosialisasi) di tingkat kecamatan. Minggu depan baru ada penindakan,” kata Rizal di Kantor Wali Kota Balikpapan saat peluncuran peraturan wali kota.
Masyarakat yang tidak mengenakan masker di luar ruangan dan tempat publik dikenai sanksi administratif berupa teguran, membersihkan fasilitas umum, menyediakan 19 masker bagi masyarakat, atau denda Rp 100.000. Adapun bagi warga yang berkeliaran ketika seharusnya melakukan isolasi mandiri dikenai denda Rp 1 juta.
Sanksi yang dikenai bagi pelaku usaha, termasuk pengelola perkantoran, jika tidak menyediakan fasilitas kesehatan dan tidak menaati protokol kesehatan bisa berupa teguran lisan hingga denda Rp 200.000. Sanksi yang sama berlaku bagi pengelola tempat wisata dan restoran, perbedaannya hanya di jumlah nominal denda administratif, yakni Rp 250.000.
Penerbitan peraturan untuk menekan penularan Covid-19 dinilai baik oleh pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda, Herdiansyah Hamzah. Namun, ia mengatakan, pengenaan sanksi pidana denda mestinya diatur dalam undang-undang atau setidaknya peraturan daerah.
”Jika (sanksi pindana denda) dasarnya hanya mengandalkan instruksi presiden, saya pikir tidak cukup. Soal pidana denda itu menyangkut pengurangan hak seseorang. Mestinya diatur dalam peraturan daerah yang disepakati kepala daerah dan DPRD sebagai representasi perwakilan masyarakyat,” kata Castro, sapaan Herdiansyah (Kompas, 13/8/2020).
Ia menilai, seharusnya pemerintah menyiapkan peraturan ini sejak awal kasus Covid-19 muncul di Indonesia. Sebab, penularan Covid-19 bisa diprediksi dan pemerintah bisa menyiapkan peraturan yang sesuai dengan melihat dinamika di masyarakat.
Perbanyak tes
Saat Peraturan Wali Kota Balikpapan Nomor 23 Tahun 2020 diterbitkan, penambahan kasus Covid-19 di Balikpapan masih tinggi. Selain menunggu kasus, pemerintah juga diminta memperbanyak tes bagi warga agar penyebaran Covid-19 bisa ditekan di masyarakat.
Dinas Kesehatan Kota Balikpapan mencatat, hingga pukul 15.00 Wita, Senin (24/8/2020), terdapat penambahan 83 kasus positif Covid-19 dan penambahan 9 pasien positif Covid-19 yang meninggal dunia. Dengan demikian, total kasus Covid-19 di Balikpapan berjumlah 1.424 kasus dengan rincian dirawat 282 pasien, isolasi mandiri 205 pasien, sembuh 839, dan meninggal dunia 98 orang.
Peningkatan kasus ini perlu diantisipasi mengingat kapasitas laboratorium untuk memeriksa spesimen tes usap di Kaltim terbatas. Kepala Dinas Kesehatan Kota Balikpapan Andi Sri Juliarty mengatakan, dari penambahan kasus baru, banyak yang didapatkan dari hasil tes usap pada dua hingga tiga minggu sebelumnya.
”Sampel itu dikirim ke Laboratorium Kesehatan Daerah Provinsi Kaltim di Samarinda dan Laboratorium Universitas Mulawarman. Hasilnya baru keluar karena terjadi penumpukan spesimen dan kendala teknis di laboratorium,” ujar Andi.
Ia mengatakan, meski setiap hari ada pasien Covid-19 yang sembuh, ada penambahan jumlah pasien dengan gejala sedang hingga berat yang perlu dirawat di rumah sakit. Setelah penambahan 75 tempat tidur untuk merawat pasien Covid-19, saat ini terdapat 349 tempat tidur di delapan rumah sakit rujukan Covid-19 di Balikpapan. Artinya, saat ini tersisa 67 tempat tidur untuk menampung pasien Covid-19 di Blikpapan.
Sebelumnya, pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Mulawarman, Ike Anggraeni, mengatakan, pelonggaran kegiatan perlu dievaluasi melihat tingginya kasus Covid-19 yang muncul di kabupaten dan kota di Kaltim.
”Apa saja yang perlu dikaji ulang dalam kebijakan pelonggaran kegiatan ini, kita bisa contoh Korea. Ketika di sana muncul beberapa kasus baru saja, mereka langsung pikir ulang (melakukan pelonggaran). Sekolah diliburkan dan melakukan kajian lagi,” kata Ike ketika dihubungi beberapa waktu lalu.
Ia menilai, pemerintah daerah perlu memperluas pemeriksaan kepada warga sesuai panduan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). WHO menyebutkan, setiap wilayah minimal harus melakukan pemeriksaan satu orang per 1.000 penduduk per minggu untuk mengetahui gambaran sesungguhnya penyebaran wabah ini. Di Indonesia baru Jakarta yang secara konsisten memenuhi syarat ini (Kompas, 5/8/2020).