Pemerintah Kota Surabaya menghentikan rangkaian pertunjukan seni di pelataran Balai Pemuda karena mengundang kerumunan warga yang berisiko tinggi dalam penularan wabah Covid-19.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Pemerintah Kota Surabaya menghentikan rangkaian pertunjukan seni di pelataran Balai Pemuda karena mengundang kerumunan warga. Kerumunan itu berisiko tinggi menularkan virus korona jenis baru atau SARS-CoV-2, penyebab wabah Covid-19.
Penghentian kegiatan diputuskan pada Jumat (21/8/2020) atau setelah dua hari pertunjukan seni diselenggarakan di pelataran yang diumumkan sebagai Alun-alun Surabaya oleh pemerintah itu. Pementasan terakhir adalah pementasan Srimulat pada Kamis malam yang mendorong kedatangan banyak warga sehingga mereka berkumpul di trotoar sekeliling kompleks.
Alun-alun itu diresmikan pada Rabu (18/8/2020) bertepatan dengan peringatan 75 Tahun Indonesia Merdeka. Alun-alun diresmikan setelah ada proyek perbaikan dan pembangunan ruang bawah tanah untuk kegiatan publik.
Guna memeriahkan peresmian sekaligus mengakomodasi kepentingan kalangan pegiat seni budaya yang tak bisa bekerja akibat wabah, diadakanlah rangkaian pertunjukan seni pada 19-25 Agustus 2020.
Namun, setelah peresmian, keberadaan alun-alun mendorong warga untuk datang. Mereka datang karena penasaran, bosan karantina di rumah, atau belum bisa bertamasya selama pandemi. Adanya pertunjukan seni menambah daya tarik.
Apalagi, pekan ini ada hari libur peringatan 75 Tahun Indonesia Merdeka pada Senin (17/8/2020) dan 1 Muharam 1442 Hijriah atau Tahun Baru Islam pada Kamis (20/8/2020) sehingga alun-alun baru menjadi obyek wisata terdekat sekaligus cuma-cuma bagi warga Surabaya.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana dan Perlindungan Masyarakat Kota Surabaya Irvan Widyanto mengatakan, sebenarnya rangkaian pertunjukan seni dilakukan sebagai uji coba bagi publik dalam hal penerapan protokol kesehatan di ruang umum.
Saat Srimulat dipentaskan, pengunjung yang boleh masuk untuk melihat pertunjukan hanya 200 orang. Padahal, Kamis malam, warga yang datang ke alun-alun berkali-kali lipat. Petugas kewalahan memastikan warga yang datang menjaga jarak fisik untuk mencegah penularan virus korona dari orang tanpa gejala.
Kamis malam, warga yang datang ke alun-alun berkali-kali lipat.
Karena tidak bisa masuk alun-alun, warga berkumpul di trotoar di sekeliling kompleks Balai Pemuda. Konsentrasi massa meluber ke depan Gedung Negara Grahadi dan Taman Apsari di seberangnya. Dalam situasi inilah protokol kesehatan diabaikan. Antarwarga enggan menjaga jarak fisik, bahkan beberapa melepas pelindung diri, baik masker maupun pelindung wajah.
”Kami mohon maaf karena belum bisa mengantisipasi antusiasme warga,” ujar Irvan.
Irvan menjelaskan, peresmian alun-alun dan pertunjukan seni tidak dirancang untuk melanggar Peraturan Wali Kota Surabaya Nomor 33 Tahun 2020 sebagai Perubahan atas Regulasi Nomor 28 Tahun 2020 tentang Pedoman Tatanan Normal Baru pada Kondisi Pandemi Covid-19 di Kota Surabaya. Regulasi ini mengakomodasi tindakan penutupan tempat hiburan dan tempat publik untuk mencegah perluasan penularan wabah.
”Kami evaluasi karena kemudian menimbulkan kerumunan yang tidak bisa diterapkan protokol kesehatan,” kata Irvan.
Berdasarkan data pada laman resmi http://www.infocovid19.jatimprov.go.id, di Surabaya tercatat 11.241 warga terjangkit Covid-19 dengan rincian kematian 879 jiwa, perawatan 1.861 orang, dan kesembuhan 8.501 orang. Surabaya masih menjadi wilayah terparah terkena paparan wabah di antara 38 kabupaten/kota di Jatim. Ini dilihat dari penambahan kasus dan kematian harian yang hampir selalu di atas daerah lain. Namun, kesembuhan juga tertinggi.
Dari penelusuran data sepuluh hari terakhir, penambahan kasus harian berkisar 105-206 kasus baru per hari. Untuk kematian harian berada dalam rentang 3-6 jiwa per hari. Untuk kesembuhan 111-230 orang sembuh per hari. Situasi angka penambahan kasus, kematian, dan kesembuhan fluktuatif atau naik turun sehingga belum mencerminkan kestabilan.
Epidemiolog Universitas Airlangga, Surabaya, Windhu Purnomo, mengharapkan pemerintah menjadi contoh yang baik bagi masyarakat dalam pengendalian dan penanganan wabah. Apalagi, aparatur pemerintahan telah mengeluarkan peraturan yang pada prinsipnya ”membatasi” aktivitas masyarakat untuk mencegah perluasan penularan.
Namun, adanya kegiatan oleh pemerintah dan atau kelompok masyarakat yang mendatangkan kerumunan menandakan lemahnya konsistensi dalam menerapkan protokol kesehatan. Padahal, tata cara disepakati sebagai metode untuk pengendalian dan penanganan wabah.
”Harus peka dengan situasi krisis sekarang ini dengan betul-betul menerapkan protokol kesehatan,” ujar Windhu.
Apalagi saat ini, status risiko penularan wabah di Surabaya kembali ke zona merah atau risiko tinggi. Situasi pernah membaik, tetapi hanya sembilan hari ketika Surabaya berstatus zona jingga atau risiko sedang penularan. Penentuan status risiko suatu daerah dilaksanakan oleh gugus tugas Covid-19 pusat.