Pembelajaran Tatap Muka di Jawa Barat Dievaluasi Setiap Dua Pekan
Sebanyak 71 SMA sederajat di Jabar diizinkan menggelar pembelajaran tatap muka. Pihak sekolah mesti menyediakan fasilitas sesuai dengan protokol kesehatan. Kebijakan ini dievaluasi setiap dua pekan.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI/TATANG MULYANA SINAGA
·4 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Sebanyak 71 sekolah tingkat SMA di Jawa Barat diizinkan menggelar pembelajaran tatap muka. Syaratnya, sekolah mesti menyediakan fasilitas sesuai dengan protokol kesehatan dan saat ini terhambat mengakses internet sehingga sulit menerapkan pembelajaran daring. Kebijakan ini akan dievaluasi setiap dua pekan.
Sebanyak 71 sekolah tersebut berada di sejumlah kecamatan zona hijau Covid-19. Sebagian besar sekolah terletak di perkampungan yang tersebar di beberapa daerah, di antaranya Kabupaten Bogor, Cianjur, Garut, Tasikmalaya, Subang, Majalengka, dan Ciamis.
”Evaluasi dilakukan setiap dua pekan. Jadi, kalau (zonanya) berubah, kebijakannya berubah lagi,” ujar Kepala Dinas Pendidikan Jabar Dedi Supandi, di Kota Bandung, Selasa (18/8/2020).
Dedi menjelaskan, terdapat 228 kecamatan di Jabar yang dikategorikan zona hijau. Di daerah-daerah itu belum pernah tercatat kasus Covid-19 selama pandemi.
Meski demikian, tidak semua sekolah di kecamatan zona hijau diizinkan menerapkan pembelajaran tatap muka. Menurut Dedi, jika kemampuan para pelajar suatu sekolah mengakses internet dinilai memadai, diminta memprioritaskan pembelajaran sistem daring.
Jika kemampuan para pelajar suatu sekolah mengakses internet dinilai memadai, diminta memprioritaskan pembelajaran sistem daring.
Dedi menuturkan, ke-71 sekolah itu telah mendapat rekomendasi dari gugus tugas percepatan penanganan Covid-19 setempat. Persyaratan yang mesti dipenuhi di antaranya menyediakan fasilitas cuci tangan, penggunaan masker bagi warga sekolah, dan menerapkan jaga jarak.
Sementara durasi pembelajaran tatap muka hanya empat jam tanpa waktu istirahat. Sistem ini digunakan untuk mata pelajaran tertentu yang dianggap sulit diterapkan secara daring, di antaranya Matematika, Fisika, Kimia, dan praktik.
Siswa yang kurang sehat tidak diizinkan mengikuti belajar tatap muka. ”Indikator-indikatornya sangat ketat. Pengetatan itu berprinsip bagaimana mengedepankan keselamatan dan kesehatan anak didik,” ujar Dedi.
Dedi menambahkan, beberapa sekolah telah menggelar pembelajaran tatap muka, Selasa (18/8/2020). Sejumlah sekolah lain baru akan menerapkannya pekan depan.
Uji coba di Kuningan
Sementara itu, tiga sekolah di Kabupaten Kuningan, Jabar, melakukan uji coba pembelajaran tatap muka. Ketiga sekolah itu adalah SMPN 1 Kadugede, SMPN 3 Cilimus, dan SMAN 1 Jalaksana.
”Belum ada yang mulai. Ini uji coba untuk melihat bagaimana protokol kesehatan berjalan,” ujar Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kuningan Uca Somantri, saat dihubungi, Selasa (18/8/2020).
Ketentuan pembelajaran tatap muka diatur dalam Peraturan Bupati Kuningan Nomor 59 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perbup Kuningan No 47/2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Adaptasi Kebiasaan Baru dalam Rangka Penanganan Covid-19. Perbup ditandatangani Bupati Kuningan Acep Purnama, Kamis (30/7/2020).
Dalam Pasal 5 aturan tersebut disebutkan, pada masa adaptasi kebiasaan baru (AKB), institusi pendidikan formal dan nonformal diizinkan menerapkan pembelajaran tatap muka. Syaratnya, antara lain, menjalankan protokol kesehatan, menyediakan fasilitas cuci tangan yang mudah diakses, serta menyemprotkan cairan disinfektan ke sarana dan prasarana sekolah.
Pihak sekolah juga wajib mengukur suhu tubuh siswa dan guru di gerbang masuk, mengatur jarak tempat duduk minimal 1 meter, serta memastikan sirkulasi udara dan sinar matahari di ruangan. Berbagai kesiapan tersebut harus mendapatkan persetujuan orangtua siswa yang tercantum dalam surat permohonan sekolah terhadap dinas terkait.
Berbagai kesiapan tersebut harus mendapatkan persetujuan orangtua siswa yang tercantum dalam surat permohonan sekolah terhadap dinas terkait.
Menurut Uca, pihaknya menerima permintaan dari 35 SMP negeri yang ingin menggelar uji coba pembelajaran tatap muka. Adapun uji coba untuk SMA negeri menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi Jabar.
”Kami ingin pembelajaran tatap muka dilaksanakan sesegera mungkin. Tetapi, bagaimana? Kuningan sekarang zona oranye, bukan zona hijau,” ungkapnya.
Zona oranye merupakan daerah dengan tingkat risiko penularan Covid-19 tergolong sedang. Oleh karena itu, pihaknya belum bisa memastikan waktu pembelajaran tatap muka dimulai di sekolah. ”Gugus tugas penanganan Covid-19 tingkat kecamatan turut mengawasi apakah protokol kesehatan dijalankan saat sekolah (tatap muka) dimulai,” katanya.
Hingga kini, kasus Covid-19 di Kuningan mencapai 79 orang. Dua orang di antaranya meninggal dan 59 orang dinyatakan sembuh. Kuningan tercatat sebagai daerah dengan kasus positif tertinggi kedua di Jabar bagian timur, setelah Kabupaten Cirebon.
Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Swadaya Gunung Jati, Cirebon, Catur Setiya Sulistiyana menilai, dengan lonjakan kasus Covid-19, pembelajaran tatap muka seharusnya ditunda. ”Jangan sampai muncul kluster penyebaran Covid-19 di sekolah. Mahasiswa yang lebih dewasa saja belum memulai pembelajaran tatap muka, apalagi anak-anak yang cara mengaturnya lebih sulit,” ujarnya.
Saat kunjungan kerja ke Bandung, Kamis (6/8/2020), Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Doni Monardo mengatakan, sekolah diwajibkan melakukan prakondisi sebelum menggelar pembelajaran tatap muka. Prakondisi dibutuhkan untuk memastikan kesiapan sekolah menjalankan protokol kesehatan, seperti ketersediaan alat pengukur suhu tubuh, pembersih tangan (hand sanitizer), dan pemakaian masker yang benar. Selain itu, orangtua dan siswa juga perlu diberi pemahaman untuk selalu disiplin menerapkan protokol tersebut.
Tanpa protokol kesehatan yang ketat, pembelajaran tatap muka akan berisiko terhadap kondisi kesehatan siswa. ”Kita tidak ingin terjadi sesuatu yang fatal. Misalnya, karena tidak paham, anak-anak bertukar masker. Ini, kan, berbahaya,” ujarnya.