Hujan Masih Turun Saat Musim Kemarau di Jawa Barat
Hujan berintensitas ringan hingga sedang diprediksi mengguyur sebagian wilayah Jawa Barat selama seminggu ke depan. Masyarakat diimbau tetap waspada terhadap potensi bencana hidrometeorologi.
Oleh
MELATI MEWANGI
·2 menit baca
PURWAKARTA, KOMPAS — Hujan intensitas ringan hingga sedang diprediksi mengguyur sebagian Jawa Barat selama seminggu ke depan. Gangguan cuaca jangka pendek menjadi pemicu hujan yang terjadi pada pertengahan musim kemarau ini. Masyarakat diimbau tetap waspada terhadap potensi bencana hidrometeorologi.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Bandung Tony Agus Wijaya, Selasa (18/8/2020), mengatakan, hujan di musim kemarau disebabkan gangguan cuaca jangka pendek. Ada sejumlah faktor yang menyebabkan kondisi tersebut, antara lain faktor lokal dan regional.
Pada faktor lokal, berdasarkan pantauan citra satelit, terjadi pembentukan awan Cumulonimbus di sekitar wilayah Kota Cimahi dan sekitarnya mulai pukul 12.00. Kondisi kelembaban mendukung pembentukan awan-awan hujan.
Adapun secara regional diketahui terdapat daerah pertemuan angin di barat Sumatera dan konvergensi (pertemuan massa udara memanjang) yang melewati Jabar sehingga berpotensi membentuk awan. Anomali suhu permukaan laut positif di perairan utara dan selatan Jabar juga berpeluang membentuk awan konvektif potensial hujan.
Musim kemarau diprediksi berlangsung hingga Oktober 2020. ”Pada September secara bertahap hujan akan terjadi dengan intensitas ringan hingga sedang,” ujar Tony.
Pada akhir Mei hingga awal Juni 2020, cuaca ekstrem berupa angin kencang terjadi di pesisir utara Jabar. Kecepatan angin di atas rata-rata menyebabkan kenaikan gelombang laut dan banjir rob ke rumah warga pesisir, kecepatan angin normal sekitar 5 knot atau 10 kilometer per jam.
Ke depan, masyarakat diimbau lebih peka dan waspada dengan potensi bencana hidrometeorologi yang mungkin terjadi saat hujan. Bencana jenis tersebut rentan terjadi menjelang periode Desember, Januari, dan Februari, atau dikenal secara umum sebagai periode musim hujan di sebagian besar wilayah Indonesia.
Kepala Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Kabupaten Purwakarta Wahyu Wibisono menyampaikan, pihaknya mengantisipasi bencana hidrometeorologi dengan menyebar informasi lokasi risiko bencana gerakan tanah melalui media sosial. Wahyu juga mengimbau para perangkat desa agar meningkatkan kewaspadaan warganya dan menyiagakan puluhan sukarelawan.
Potensi pergeseran tanah atau longsor menjadi perhatiannya. Dalam peta potensi bencana hidrometeorologi bulan Agustus 2020, ada 15 daerah dari 17 kecamatan yang masuk dalam kategori menengah-tinggi. Daerah tersebut antara lain Wanayasa, Bojong, Cibatu, Darangdan, Kiarapedes, dan Plered. Kategori menengah-tinggi artinya zona tersebut mempunyai potensi sedang hingga tinggi untuk terjadi longsor.
Berdasarkan data Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Kabupaten Purwakarta, sepanjang 2018, ada 10 kejadian tanah longsor dan 21 bencana angin puting beliung di Purwakarta. Intensitas kejadian angin kencang dan tanah longsor terjadi pada Oktober hingga Januari. Sepanjang Januari-5 Desember 2019 tercatat sembilan kali angin puting beliung dan 27 kejadian tanah longsor.