Komnas HAM: Gugus Tugas Maluku Jangan Diskriminatif
Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi Maluku menyatakan, anggota DPRD Provinsi Maluku yang kontak dengan pasien Covid-19 tak perlu menjalani pemeriksaan. Sementara pegawai DPRD yang kontak erat diperiksa.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·4 menit baca
AMBON, KOMPAS — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM Provinsi Maluku mendesak Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi Maluku agar menerapkan proses penanganan kasus Covid-19 tanpa pandang bulu terkait kluster DPRD Provinsi Maluku. Hal itu termasuk meminta anggota DPRD Provinsi Maluku untuk menjalani pemeriksaan Covid-19.
”Covid-19 ini tidak mengenal siapa orang yang terpapar, mau masyarakat biasa, pejabat publik, dan tokoh agama, semuanya tidak bisa menghindar. Ini bukan aib. Jadi, kalau ada orang yang diduga kontak dengan pasien, mereka harus diperiksa. Jangan ada diskriminasi atau keistimewaan terhadap elite. Ini berbahaya,” kata Ketua Komnas HAM Maluku Benediktus Sarkol kepada Kompas, di Ambon, Selasa (11/8/2020).
Seperti yang diberitakan Kompas pada Senin (10/8/2020), sejumlah anggota DPRD Provinsi Maluku yang diduga terlibat kontak erat dengan rekan mereka yang positif Covid-19 belum juga menjalani tes. Sementara pegawai sekretariat yang terlibat kontak erat sudah menjalani tes dengan hasil dua orang positif.
Pemeriksaan empat pegawai itu merupakan hasil dari penelusuran kontak dengan salah satu pegawai yang dinyatakan positif bersama salah seorang anggota DPRD pada pekan lalu. Kedua pasien dimaksud masuk dalam rombongan studi banding DPRD Maluku ke Jakarta pada Juli 2020. Anggota DPRD Maluku yang ikut studi banding itu sebanyak 15 orang.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Maluku sekaligus juru bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi Maluku, Meikhyal Pontoh, Senin, mengatakan, bagi anggota DPRD yang terlibat kontak erat dengan pasien tetapi tidak menunjukkan gejala, tidak perlu melakukan tes Covid-19. Gejala dimaksud seperti suhu badan tinggi, sesak napas, dan batuk.
Pernyataan itu berbeda dengan prosedur yang selama ini diterapkan, yakni tes dilakukan bagi siapa pun yang terlibat kontak dengan pasien positif. Pandangan Meikhyal itu juga berbeda dengan imbauan yang pernah ia sampaikan dalam sejumlah kesempatan, beberapa waktu lalu, mengenai betapa berbahayanya orang tanpa gejala dalam penyebaran Covid-19.
Meikhyal, yang dihubungi melalui pesan dan telepon pada Selasa siang, tidak merespons. Pesan melalui Whatsapp hanya dibaca, sedangkan panggilan melalui Whatsapp ditolak.
Kompas juga menghubungi Ketua DPRD Provinsi Maluku Lucky Wattimury untuk menanyakan sikap DPRD terkait tidak kunjung dilakukan pemeriksaan terhadap anggota DPRD. Lucky juga tak meresponsnya. Padahal, pada pekan lalu, Lucky menyatakan bahwa akan menyurati pihak gugus tugas untuk memeriksa semua anggota DPRD yang terlibat kontak dengan pasien.
Dalam sejumlah kasus di Maluku, tim gugus tugas secara agresif melacak masyarakat yang diduga terlibat kontak erat dengan pasien tertentu. Itu, misalnya, dilakukan kepada pedagang di Pasar Mardika ataupun di sejumlah permukiman padat penduduk. Kendati mendapat penolakan, bahkan hingga perlawanan, tim gugus tugas terus berusaha melakukan tes.
Bahkan, khusus di Pasar Mardika, gugus tugas sempat mengeluarkan ancaman akan menutup tempat jualan pedagang yang tidak mau mengikuti tes. Ancaman itu disampaikan lewat media dan pengumuman langsung di dalam pasar. Para pedagang pun ikut tes. Sebagian yang terkonfirmasi positif Covid-19 menjalani isolasi di tempat karantina yang disediakan pemerintah.
Lebih lanjut Benediktus menambahkan, perbedaan perlakuan gugus tugas terhadap masyarakat di kalangan bawah dengan elite berpotensi menggerus kepercayaan publik terhadap gugus tugas sendiri. Sebab, belakangan berkembang informasi di publik terkait ketidakberesan kerja gugus tugas, mulai dari penanganan pasien hingga penggunaan anggaran.
Benediktus juga berharap anggota DPRD yang merasa terlibat kontak erat dengan pasien agar secara sukarela mengikuti tes. Tujuannya untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Terlebih lagi, anggota DPRD hampir setiap waktu bertemu dengan konstituen. ”Elite harus memberikan teladan yang baik bagi masyarakatnya,” ujar Benediktus.
Hingga Senin malam, jumlah kasus Covid-19 di Maluku mencapai 1.345 orang dengan pasien sembuh 803 orang dan meninggal 25 orang. Kota Ambon, yang sebelumnya telah turun ke zona oranye, kini naik lagi ke zona merah. Ambon menjadi daerah dengan penyebaran tertinggi di Maluku. Dari 11 kabupaten/kota, daerah yang tidak ada kasus sejauh ini adalah Buru Selatan, Maluku Barat Daya, Kepulauan Tanimbar, dan Kepulauan Aru.