Lagi, Anak Jadi Korban Kekerasan Seksual di Cirebon
Kekerasan seksual pada anak kembali terjadi di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Pandemi Covid-19 diduga turut memicu tindakan bejat tersebut karena dilakukan di rumah oleh orang dekat korban.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Kekerasan seksual pada anak kembali terjadi di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Pandemi Covid-19 diduga turut memicu tindakan bejat tersebut karena dilakukan di rumah oleh orang dekat korban.
Kasus terbaru, KR, anak perempuan berusia sembilan tahun, diduga menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan SM (27), calon ayah tirinya. ”Tiga hari sebelum menikah dengan ibu korban, kasusnya terungkap,” kata Kepala Kepolisian Resor Kota Cirebon Komisaris Besar M Syahduddi, Jumat (7/8/2020), di Cirebon.
Berdasarkan penyelidikan polisi, tersangka yang merupakan warga Desa Cempaka, Kecamatan Plumbon, melakukan aksinya di rumah korban di Kecamatan Weru. Pekerja serabutan itu mengaku mencabuli korban tiga kali selama Juli.
Tindakan tersebut dilakukan pada siang, malam, dan subuh hari. Bahkan, saat ibu korban sedang di rumah. Saat menjalankan aksinya, tersangka mengancam korban agar tidak menceritakan perbuatannya kepada siapa pun. ”Jangan bilang sama ibu, nanti saya tidak bisa dekat dengan ibu lagi,” ungkap tersangka.
Aksi itu akhirnya terungkap saat korban mengeluh sakit pada organ vitalnya. Ibu korban lalu melaporkan tersangka kepada polisi. Kini, tersangka ditahan di Polresta Cirebon untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut.
Satuan Reserse Kriminal Polresta Cirebon juga tengah mendalami dugaan kekerasan seksual yang dialami CSD (16), anak perempuan asal Kecamatan Waled. Korban diduga mengalami kekerasan seksual oleh KP (43), ayah tirinya.
”Tersangka menyetubuhi korban secara paksa lima kali dari 2019 sampai Januari 2020. Korban sempat hamil dan melahirkan. Namun, anaknya meninggal,” kata Syahduddi. Tersangka yang merupakan pedagang itu melakukan aksinya di rumah korban. Sebagian besar terjadi pada pukul 03.00.
”Korban mengalami trauma akibat kejadian itu,” ucapnya. Atas perbuatannya, tersangka terancam hukuman penjara lima sampai 15 tahun sesuai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 terkait perlindungan anak.
Kasus kekerasan seksual sebelumnya juga menimpa A, perempuan berusia lima tahun asal Kecamatan Ciwaringin, akhir Mei lalu. Pelakunya, AR (45), tetangganya sendiri. Saat kejadian, S, ibu korban, tengah sibuk menyiapkan peringatan duka 40 hari meninggal ayahnya sehingga tidak awas terhadap korban.
Hingga Juli, Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polresta Cirebon mencatat sekitar 40 kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan. Lebih dari setengahnya merupakan pencabulan atau pemerkosaan. Tahun lalu, Unit PPA mencatat 53 kasus pencabulan atau pemerkosaan di Cirebon, yang termasuk Kota Layak Anak Kategori Pratama pada 2018.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Daerah Kabupaten Cirebon Siti Nuryani menilai, pandemi Covid-19 turut memicu kekerasan seksual. ”Tempat kejadian perkara, misalnya, berlangsung di rumah saat anak-anak tidak berkegiatan sehingga selalu terlihat oleh pelaku yang juga orang dekatnya,” paparnya.
Nuryani mengatakan, Pemkab Cirebon harus menggencarkan sosialisasi terkait pencegahan kekerasan seksual pada anak melalui sekolah hingga kader posyandu. Orangtua, misalnya, harus mengenali perubahan tingkah laku pada korban kekerasan seksual, seperti berdiam diri atau mengeluh kesakitan pada organ vitalnya.
Akan tetapi, pandemi Covid-19 menjadi kendala untuk sosialisasi secara langsung. ”Kami membuat grup dengan orangtua siswa. Tetapi, tentu tingkat keberhasilannya kurang maksimal,” ucapnya.