Pandemi Covid-19 menyebabkan perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) terkontraksi cukup dalam. Untuk menggerakkan perekonomian, belanja pemerintah dan pariwisata di DIY akan didorong.
Oleh
HARIS FIRDAUS/NINO CITRA ANUGRAHANTO
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta mengalami kontraksi yang dalam pada triwulan kedua tahun 2020 akibat pandemi Covid-19. Hal ini tampak dari angka pertumbuhan ekonomi yang minus 6,74 persen. Untuk menggerakkan ekonomi, akan didorong belanja pemerintah dan aktivitas pariwisata sesuai protokol kesehatan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) DIY, pertumbuhan ekonomi DIY triwulan II-2020 minus 6,74 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Kontraksi yang dialami perekonomian DIY akibat pandemi Covid-19 itu lebih besar ketimbang ekonomi nasional yang minus 5,32 persen pada triwulan II-2020.
Data BPS DIY menyebut, lapangan usaha dengan kontraksi tertinggi adalah penyediaan akomodasi dan makan minum yang minus 39,34 persen pada triwulan II-2020. Hal ini terjadi karena aktivitas pariwisata di DIY dilanda kelesuan seiring dengan penyebaran Covid-19. Padahal, selama ini, pariwisata menjadi andalan utama untuk mendorong perekonomian DIY.
Sultan menyatakan, pada tahun ini, DIY tidak bisa lagi mengharapkan masuknya investasi untuk menggerakkan perekonomian. Hal ini karena pandemi Covid-19 membuat banyak pihak menekan pengeluaran, termasuk investasi.
Dengan kondisi tersebut, Sultan menuturkan, belanja pemerintah harus dimanfaatkan sebagai pendorong perekonomian di DIY. Organisasi perangkat daerah (OPD) di DIY diminta segera merealisasikan program-program yang sudah direncanakan sebelumnya, termasuk pembangunan beberapa proyek infrastruktur.
Organisasi perangkat daerah di DIY diminta segera merealisasikan program-program yang sudah direncanakan sebelumnya, termasuk pembangunan beberapa proyek infrastruktur.
”Biarpun hanya sekadar bikin gorong-gorong, bisa dilakukan. Yang penting, lebih banyak uang keluar lebih bagus,” ucap Sultan.
Sekretaris Daerah DIY Kadarmanta Baskara Aji mengatakan, selain belanja pemerintah, aktivitas pariwisata di DIY juga kembali didorong. Hal ini karena aktivitas pariwisata bisa memberi dampak positif bagi banyak pihak. Selain memberi pemasukan bagi pengelola obyek wisata, aktivitas turisme juga bisa mendatangkan pendapatan bagi hotel, restoran, toko oleh-oleh, hingga pengusaha transportasi.
”Pariwisata itu bisa memberi multiplier effect (efek berganda) kepada banyak pihak, misalnya usaha makanan, transportasi, dan suvenir. Retribusi daerah pun akan meningkat,” ujar Kadarmanta.
Meski begitu, ia mengingatkan, aktivitas pariwisata di DIY harus tetap memperhatikan protokol kesehatan untuk mencegah penularan Covid-19. Oleh karena itu, pengelola obyek wisata diminta menerapkan protokol kesehatan secara ketat, misalnya dengan mewajibkan tamu dan petugas memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak.
Setiap tamu yang datang juga harus mengisi data diri untuk memudahkan penelusuran kontak jika terjadi penularan penyakit Covid-19. ”Yang paling penting, pariwisata jalan, tapi protokol kesehatan menjadi hal utama,” ungkap Kadarmanta.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY Deddy Pranowo Eryono mengatakan, tingkat keterisian hotel di DIY meningkat saat libur hari raya Idul Adha lalu. Saat itu, okupansi hotel bintang empat dan lima sebesar 70-100 persen. Adapun jumlah kamar yang dibuka itu sekitar 50 persen dari total kamar di setiap hotel.
Namun, saat ini, okupansi hotel di DIY kembali anjlok menjadi 25-35 persen. Deddy menyebutkan, sebagian besar tamu yang menginap di hotel itu berasal dari DIY dan sekitarnya.
”Mulai dibukanya sejumlah destinasi wisata telah memberikan dampak bagi okupansi hotel. Tetapi, dampaknya belum cukup signifikan. Daya beli masyarakat sekarang betul-betul sedang turun,” katanya.
Untuk menarik tamu, hotel-hotel di DIY pun menempuh sejumlah cara. Salah satunya, kata Deddy, dengan mematok tarif kamar di bawah harga normal. Dengan tarif lebih murah, warga dan wisatawan diharapkan bisa tertarik untuk menginap di hotel. Selain itu, hotel-hotel juga berlomba-lomba menerapkan protokol kesehatan untuk membuat tamu nyaman.
Menurut Deddy, semua hotel yang beroperasi saat ini telah menerapkan protokol kesehatan. Bahkan, PHRI DIY telah meminta hotel yang belum siap menerapkan protokol kesehatan untuk tak beroperasi lebih dulu. Sebab, penerapan protokol kesehatan sangat penting untuk mencegah penularan penyakit Covid-19.
Selain itu, PHRI DIY juga membentuk Satuan Tugas (Satgas) Covid-19. Satgas Covid-19 PHRI DIY secara berkala mengevaluasi penerapan protokol kesehatan di hotel-hotel yang sudah beroperasi. ”Kami tidak mau lengah dan gegabah. Semua harus menerapkan protokol kesehatan dengan ketat,” tegas Deddy.
Deddy juga meyakini, sektor pariwisata di DIY akan kembali bangkit. Meski begitu, dia meminta pemerintah tetap memberikan stimulus untuk membantu para pelaku usaha perhotelan. Apalagi, saat ini, kondisi keuangan sejumlah pelaku usaha perhotelan di DIY mulai goyah terdampak pandemi Covid-19.
”Stimulus-stimulus yang sudah ada kalau bisa diperpanjang. Misalnya, pembebasan pajak hotel dan restoran, setidaknya bisa diperpanjang selama enam bulan ke depan. Beberapa hotel yang kondisi keuangannya kokoh saja bisa goyang sewaktu dihantam pandemi. Apalagi hotel yang kondisi keuangannya lemah,” kata Deddy.