Belum Buka Pariwisata Selama Pandemi, Mahakam Ulu Petakan Potensi Wisata
Meskipun belum tercatat kasus Covid-19 di wilayahnya, Pemerintah Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur, belum berniat membuka pariwisata alam dan budaya hingga akhir tahun 2020.
Oleh
SUCIPTO
·3 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS – Meskipun belum ada kasus Covid-19 yang tercatat di wilayahnya, Pemerintah Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur, belum berniat membuka pariwisata alam dan budaya hingga akhir tahun 2020. Pemerintah setempat akan memanfaatkan waktu itu untuk pendampingan kelompok sadar wisata di desa yang potensial.
“Sejak ada Covid-19 pada Maret, praktis kunjungan wisata tidak ada sama sekali ke Mahakam Ulu. Hingga akhir tahun, kami akan fokus melakukan pemetaan potensi wisata dan pengembangan sumber daya manusia di kampung-kampung dalam pengelolaan wisata,” kata Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga, Mahakam Ulu, Kristina Tening, dihubungi dari Balikpapan, Kamis (6/8/2020).
Kabupaten yang baru memasuki usia tujuh tahun ini memang sedang menggencarkan sektor wisata alam dan budaya. Kerapatan hutan dan eksotisme alam di hulu Sungai Mahakam memiliki banyak potensi wisata alam liar, seperti wild fishing dan arung jeram. Berbagai kegiatan adat dan kerajinan khas suku dayak juga menjadi daya tarik tersendiri untuk wisata budaya.
Dalam hari-hari normal ketika tidak ada upacara adat, setiap kampung rata-rata dikunjungi 10 wisatawan dalam sebulan. Ketika ada upacara adat hudoq—acara adat Dayak di awal siklus tanam padi—hampir ratusan wisatawan berkunjung ke Mahakam Ulu.
Tening mengatakan, pandemi Covid-19 membuat para pegiat wisata harus menutup diri untuk menghindari penularan penyakit dari luar. Meskipun penerbangan sudah mulai dibuka ke Kalimantan Timur sejak Mei, tetapi Pemkab Mahakam Ulu belum berniat membuka pariwisata hingga akhir tahun. Sebab, dua pintu masuk ke Kaltim, yakni Kota Samarinda dan Balikpapan mengalami peningkatan kasus Covid-19.
Para pegiat wisata kembali ke profesi masing-masing selama pandemi Covid-19, seperti berladang, berkebun, dan berdagang. Waktu itu juga dimanfaatkan pemerintah setempat akan memetakan potensi-potensi wisata di sana.
“Kami tengah melakukan pendampingan kelompok sadar wisata di Desa Long Laham dan Desa Batu Majang hingga akhir tahun ini. Bersama warga, kami akan melakukan pemetaan potensi wisata alam dan budaya apa saja yang bisa dikembangkan secara berkelanjutan,” ujar Tening.
Setelah mengalami realokasi anggaran untuk penanganan Covid-19, dana pendampingan pariwisata tersisa Rp 170 juta. Tening mengatakan, pendampingan tetap bisa berjalan meski dengan keterbatasan biaya. Ia menargetkan, sampai akhir tahun ini setidaknya potensi wisata sudah terpetakan dan masyarakat sudah siap mengelola ekowisata dan wisata budaya yang berkelanjutan.
Terbatas
Hingga Kamis (6/8/2020), total kasus terkonfirmasi positif Covid-19 di Kaltim berjumlah 1.071 kasus. Rinciannya, 579 dirawat, 1.080 sembuh, dan 42 meninggal dunia. Kasus mulai kembali meningkat sejak Juli. Melihat kondisi itu, agenda adat suku dayak yang akan digelar tahun ini akan ditutup untuk wisatawan.
Sekretaris Dinas Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga Mahakam Ulu Lorensius Liah mengatakan, meskipun Mahakam Ulu belum mencatatkan kasus Covid-19, tetapi upacara adat yang biasanya terbuka untuk orang luar, tahun ini akan dikemas berbeda. Upacara hudoq misalnya, kegiatan yang akan dilangsungkan pada Oktober itu, hanya akan dihadiri oleh orang-orang Mahakam Ulu.
“Itupun hanya dihadiri oleh orang-orang yang melakukan upacara adat. Kami tidak mengundang orang dari luar wilayah. Kegiatannya juga akan menyesuaikan protokol kesehatan,” kata Lorensius.
Kepala Suku Dayak Long Gliit Blawing Belareq mengatakan, di Desa Long Tuyoq, suku dayak Long Gliit di sana sudah mengadakan ritual tolak bala yang disebut hang bengan ketika santer kabar pandemi Covid-19. Hang berarti batas dan bengan berarti penyakit. Ritual itu dilaksanakan agar penyakit dan anggota suku dayak berjarak dengan penyakit.
Kami tidak mengundang orang dari luar wilayah. Kegiatannya juga akan menyesuaikan protokol kesehatan
Ia mengatakan, saat ini warga hampir tidak pernah keluar kampung karena masih khawatir dengan Covid-19. Warga tetap berkegiatan di sekitar kampung untuk memenuhi kebutuhan harian. “Yang penting kami sehat. Sebab kalau sakit, repot. Rumah sakit jauh, sekitar 4 jam naik perahu dari kampung kami,” kata Blawing.