Kopi Gunung Malang Purbalingga Berpotensi Dikembangkan
Kopi arabika dari Gunung Malang di Desa Serang, Kabupaten Purbalingga, berpotensi dikembangkan. Penanaman kopi masih tersebar dan berada di antara lahan sayuran. Pemkab Purbalingga kini mewacanakan wisata edukasi kopi.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
PURBALINGGA, KOMPAS — Kopi varietas arabika Gunung Malang di Desa Serang, Kecamatan Karangreja, Purbalingga, Jawa Tengah, berpotensi dikembangkan. Saat ini baru sekitar 63 hektar lahan yang ditanami kopi dengan produksi sekitar 20 ton setahun. Kopi menjadi tambahan penghasilan warga yang selama ini mengandalkan tanaman sayur.
Pemerintah Kabupaten Purbalingga mendorong produk lokal ini menjadi ikon kabupaten serta menyiapkan wisata kopi di Gunung Malang yang merupakan salah satu jalur pendakian menuju Gunung Slamet.
”Tanaman kopi ini masih tersebar (di antara sayur-mayur) di luas lahan 63 hektar. Total petani 157 orang dan baru menanam 1-3 tahun,” kata Karsum (39), petani kopi sekaligus ketua Kelompok Pemrosesan Kopi Galuh Lestari di Grumbul Gunung Malang, Serang, Purbalingga, Minggu (26/7/2020). Ia memiliki 3.200 batang pohon kopi dan baru 2.000 batang di antaranya sudah panen dengan hasil 4 ton kopi petik merah per tahun.
Menurut Karsum, dari seluruh 63 hektar lahan tersebut, sebagian besar baru ditanami sekitar 600 tanaman kopi per hektar. Jika hendak dioptimalkan, satu hektar lahan bisa ditanami 1.000-2.000 batang kopi.
”Kami awalnya tidak punya bayangan menanam kopi. Saya dan teman-teman juga pegiat alam, lalu melihat manfaat kopi ini bisa juga untuk konservasi,” ujarnya.
Yudianto (28), petani kopi lainnya, memiliki sekitar 1.000 batang kopi di lahan seluas 1,5 hektar yang telah menghasilkan 1,9 ton per tahun. Harga jual kopi sekitar Rp 8.000 per kilogram. ”Saya juga tanam sayur, seperti daun bawang, kentang, dan kol. Sebulan bisa dapat Rp 2 juta-an. Dengan tanam kopi, ada pemasukan tambahan Rp 12 juta per sembilan bulan,” tuturnya.
Kopi arabika Gunung Malang di lereng Gunung Slamet ini ditanam di ketinggian sekitar 1.450 meter di atas permukaan laut. Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Purbalingga Mukodam menyampaikan, selain di Gunung Malang, kopi varietas arabika juga ditanam di Jingkang, Kecamatan Karangjambu.
”Luasan lahan pada 2019 sekitar 43,15 hektar dan 2020 ini ada tambahan 20 hektar. Produksinya sekitar 27,98 ton per tahun,” ujarnya.
Kopi arabika Gunung Malang berpotensi dikembangkan, salah satunya lewat festival kopi untuk mengangkat pamor di kalangan pencinta kopi Nusantara.
Sementara itu, Trias Adi Pramono (40), pemilik kedai Inlander Kopi Purbalingga, mengatakan, kopi arabika Gunung Malang berpotensi dikembangkan, salah satunya lewat festival kopi untuk mengangkat pamor di kalangan pencinta kopi Nusantara.
”Kopi Gunung Malang sudah bisa diterima di pasaran, tapi stok dari petani angin-anginan (tidak stabil). Kadang ada banyak, kadang kosong sampai tiga bulan,” kata Pramono.
Pramono membandingkan karakter kopi Gunung Malang dengan kopi Gunung Kelir yang diproduksi di wilayah Jambu, Kabupaten Semarang. Menurut dia, kopi Gunung Malang cenderung lebih pahit dibandingkan kopi Gunung Kelir. Adapun cita rasa kopi Gunung Kelir yang pemasarannya sudah meluas lebih menonjol ke rasa asam.
Meski tergolong baru dikembangkan, pemasaran kopi Gunung Malang lumayan banyak. Menurut Pramono, di kedainya dalam sebulan, permintaan terhadap kopi Gunung Malang berkisar 200-500 bungkus (kemasan 100 gram). Pramono juga melayani pembelian kopi secara daring.
Bupati Purbalingga Dyah Hayuning Pratiwi saat meninjau kebun kopi di Gunung Malang menyampaikan, pemerintah daerah akan mendorong budidaya tersebut dengan pemberian bibit kopi. Selain itu, infrastruktur menuju lokasi juga akan dibenahi supaya petani kian lancar mengangkut hasil panennya.
”Kalau dilihat dari udara, pemandangannya sangat luar biasa. Kalau di Bali, perkebunan kopi jadi salah satu destinasi wisata edukasi. Ke depan, pemerintah akan memikirkan bagaimana Gunung Malang bisa menjadi tempat wisata edukasi khusus untuk kopi, mulai dari pemetikan kopi, pemrosesan kopi, sampai menikmati kopi,” kata Pratiwi.