Isolasi Pasien Tanpa Gejala Klinis di Bantul Bisa Memakai Shelter
Penambahan kasus positif Covid-19 di Bantul, DIY, masih relatif tinggi sebagai dampak gencarnya tes massal. Muncul opsi isolasi pasien tanpa harus di rumah sakit mengingat banyak pasien tak menunjukkan gejala klinis.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
BANTUL, KOMPAS — Angka penambahan kasus positif Covid-19 di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, masih relatif tinggi. Kondisi itu memunculkan opsi isolasi pasien positif tanpa gejala klinis menggunakan shelter atau tempat penampungan untuk menyiasati keterbatasan ruang di rumah sakit.
Menurut laporan dari Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Bantul, terdapat penambahan kasus positif sebanyak 17 orang, Jumat (24/7/2020). Total kasus positif dari daerah tersebut mencapai 170 orang. Adapun pasien yang masih dirawat di rumah sakit berjumlah 74 orang. Sementara kapasitas ruang isolasi hanya mencapai 200 tempat tidur dari lima rumah sakit rujukan Covid-19 di Bantul.
”Untuk sementara, isolasi mandiri masih di rumah sakit. Mudah-mudahan rumah sakit masih cukup, baik di rumah sakit rujukan maupun di rumah sakit lapangan khusus Covid-19. Jika tidak cukup, kami menyiapkan shelter khusus untuk tempat isolasi mandiri,” kata Sekretaris Daerah Kabupaten Bantul Helmi Jamharis saat dihubungi, Jumat malam.
Helmi menjelaskan, shelter khusus yang dimaksud merupakan gedung-gedung milik pemerintahan. Sejauh ini, sudah ada dua bangunan yang disiapkan, yakni Gedung Loka Bina Karya Dinas Sosial Bantul dan Balai Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPSDM) DIY. Gedung Loka Bina Karya Dinas Sosial Bantul dapat digunakan untuk mengisolasi 20 orang, sedangkan BPSDM DIY bisa menampung 25 orang.
Menurut rencana, kedua shelter itu digunakan untuk mengisolasi pasien positif yang tak menunjukkan gejala klinis. Bagi pasien dengan bergejala sedang dan berat tetap akan dirawat di rumah sakit. Sebelumnya, kedua shelter itu pernah digunakan untuk melakukan isolasi mandiri terhadap pendatang dari luar daerah.
Bagi pasien dengan bergejala sedang dan berat tetap akan dirawat di rumah sakit.
Dihubungi terpisah, juru bicara Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Bantul, Sri Wahyu Joko Santoso, menyatakan, semua penambahan pasien positif asal Bantul, Jumat ini, merupakan pasien yang tak menunjukkan gejala Covid-19. Dari data yang dihimpunnya, sedikitnya 92 persen dari seluruh pasien di Bantul tergolong pasien tanpa gejala.
”Untuk itu, sekali lagi, guna mengendalikan agar tidak semakin meluas wabah penyakit Covid-19 ini, maka protokol kesehatan harus terus diingatkan ke masyarakat. Protokol kesehatan yang sudah disampaikan harus benar-benar dijalankan secara disiplin,” kata Oki.
Kepala Dinas Kesehatan Bantul Agus Budi Raharja menyampaikan, tes massal dilakukan sejak akhir Juni. Tes massal yang dilakukan berupa pengambilan sampel usap dan tes cepat. Pengambilan sampel usap difokuskan terhadap tenaga kesehatan dan pelaku perjalanan.
Sedikitnya ada sekitar 600 pelaku perjalanan yang diambil sampel usapnya, sedangkan pengambilan sampel usap pada tenaga kesehatan telah menyasar sekitar 1.000 orang dari target 1.500 orang. Sementara itu, tes cepat dilakukan kepada 9.000 pedagang pasar. Peserta tes cepat yang menunjukkan hasil reaktif langsung ditindaklanjuti dengan pengambilan sampel usap.
”Penambahan kasus adalah konsekuensi logis dari tes massal yang terus digelar. Kami akan terus melanjutkan tes massal ini. Tujuannya agar dapat mengetahui kondisi nyata penularan di lapangan. Langkah ini juga sekaligus mempercepat penanganan Covid-19,” kata Agus.
Agus menambahkan, pihaknya menargetkan pengambilan sampel usap sebanyak 5.000 orang. Saat ini, pihaknya baru bisa menjangkau sekitar 3.000 orang. Jumlah tersebut terdiri dari tenaga kesehatan, pelaku perjalanan, dan hasil penelusuran kontak dengan pasien positif.