Mahalnya biaya tes cepat menjadi kendala dimulainya aktivitas di sekolah berasrama dan pondok pesantren. Hal ini membuat aktivitas pembelajaran untuk sementara masih dilaksanakan secara daring.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·4 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Persyaratan tes cepat Covid-19 menghambat sejumlah sekolah berasrama di Kota dan Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, memulai aktivitas pembelajaran di sejumlah sekolah serta pondok pesantren. Untuk itu, sejauh ini pembelajaran masih dilakukan secara daring.
Ahmad Hisyam, humas Pondok Pesantren Pabelan di Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, mengatakan, hingga saat ini, masih ada sedikitnya 15 santri yang belum kembali dari daerahnya masing-masing.
Kebanyakan santri tersebut berasal dari luar Jawa. Mereka belum bisa kembali karena kesulitan mendapatkan surat keterangan sehat dari rumah sakit di daerah masing-masing.
”Kendala utama adalah dana. Banyak santri dari daerah-daerah di Sumatera dan Kalimantan mengaku belum bisa mengurus surat karena biaya untuk tes Covid-19 mencapai sekitar Rp 4 juta per orang,” ujarnya, Rabu (22/7/2020).
Selain itu, sejumlah santri juga masih belum bisa kembali ke pondok pesantren karena belum diizinkan bepergian oleh orangtuanya. Hisyam menerangkan, surat keterangan sehat atau hasil tes Covid-19 adalah syarat pokok yang harus dibawa oleh santri yang baru kembali dari daerah masing-masing.
”Kami tidak mau menanggung risiko dengan sembarangan menerima santri yang kondisi kesehatannya tidak jelas. Jika dia kemudian diketahui sakit, hal itu akan berisiko buruk pada kehidupan di asrama dan bagi nama baik pondok pesantren,” ujarnya.
Saat ini, jumlah santri yang telah kembali ke pondok pesantren Pabelan terdata mencapai 300 orang. Satu orang di antaranya yang berasal Kebumen, menurut Hisyam, sempat ditolak masuk karena tidak membawa surat keterangan sehat. Hal itu dimaklumi oleh orangtuanya.
Surat keterangan sehat atau hasil tes Covid-19 adalah syarat pokok yang harus dibawa oleh santri yang baru kembali dari daerah masing-masing.
Hari berikutnya, santri itu kembali dengan membawa surat keterangan yang dibutuhkan. Menurut Hisyam, kedatangan santri berlangsung secara bertahap sejak 27 Juni, dan masih berlangsung hingga Selasa (21/7/2020).
Kepala Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Pabelan, Nur Mustofa, mengatakan, saat ini, masih ada 15 santri yang tengah menjalani masa karantina. Mengacu pada protokol kesehatan, masa karantina ditetapkan berlangsung selama 14 hari.
Sementara itu, Su’ad Minanto, kepala SMA Kristen Indonesia di Kota Magelang yang juga merupakan sekolah berasrama mengatakan, saat ini, pihaknya sudah menyiapkan sejumlah upaya untuk melakukan tes cepat mandiri. Selain sudah menghubungi Balai Kesehatan Masyarakat (Balkesmas) Magelang, menurut dia, sekolah saat ini juga sudah menghubungi Pemprov Jawa Tengah, meminta rujukan, agar bisa difasilitasi untuk mendapatkan keringanan biaya tes cepat massal.
Selain itu, Su’ad mengatakan, pihaknya juga sudah menghubungi salah satu klinik di Kota Magelang dan meminta ada potongan harga untuk tes cepat bagi para siswa. ”Kami sudah melakukan tawar menawar dan dari harga semula ditetapkan sebesar Rp 400.000 per orang, akhirnya kami mendapatkan diskon menjadi Rp 350.000 per orang,” ujarnya.
Pihak SMA Kristen Indonesia juga sudah menghubungi salah satu klinik di Kota Magelang dan meminta ada potongan harga untuk tes cepat bagi para siswa.
Terkait masalah pembiayaan tes cepat, juga tengah dibahas oleh pihak sekolah. Sesuai dengan arahan Pemkot Magelang, SMA Kristen Indonesia saat ini masih menyelenggarakan pembelajaran secara daring. Adapun aktivitas pembelajaran di masa normal baru dengan tatap muka, diprediksi baru bisa dilaksanakan tahun depan.
Total jumlah siswa di SMA Kristen terdata mencapai 65 orang. Sejak April hingga Juni, sebanyak 55 siswa telah pulang, secara bertahap kembali ke kampung halaman masing-masing. Namun, 10 siswa asal Papua saat ini masih bertahan tinggal di asrama.
”Sepuluh orang tersebut tidak bisa pulang karena mereka kesulitan mencari tiket pesawat dan mendapatkan informasi bahwa mereka tidak bisa pergi ke daerah asal. Sejumlah daerah di Papua beberapa kali terus melakukan pembatasan sehingga para siswa ini tidak bisa pulang ke rumah,” ujarnya.
Untuk mengamankan dan mencegah penularan Covid-19 di asrama, 10 siswa ini dilarang untuk pergi meninggalkan area sekolah. Adapun kebutuhan belanja dan memenuhi kebutuhan sehari-hari, para siswa dibantu para pamong sekolah.
Untuk semua siswa, baik yang sudah berada di rumah maupun yang berada di asrama, lanjut Su’ad, pihaknya tetap menjalankan kegiatan pembelajaran secara daring.
Sementara itu, sebagai sekolah berasrama lain, Akademi Militer telah beberapa kali menyelenggarakan tes cepat bagi para taruna dan pegawai. Gubernur Akademi Militer Mayor Jenderal TNI Dudung Abdurachman tes cepat dilakukan bagi taruna serta pegawai Akmil berikut keluarganya, yang baru saja melalui masa cuti atau bepergian dari luar.
Dari hasil sejumlah tes tersebut, belum ada yang menunjukkan hasil reaktif. Jumlah taruna di Akademi Militer Magelang, mencapai lebih dari 1.000 orang.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Magelang Retno Indriastuti mengatakan, pihaknya akan berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan, terkait penyediaan bantuan tes cepat di sekolah-sekolah asrama. ”Kami perlu berkoodinasi dan menghitung kebutuhan, jumlah siswa yang nantinya perlu menjalani tes cepat,” ujarnya.
Jika memang nantinya sekolah-sekolah termasuk yang berasrama benar-benar membutuhkan dukungan alat tes cepat, Retno mengatakan, pihaknya akan mengusulkan pemberian bantuan sesuai kebutuhan.
Saat ini, Dinas Kesehatan Kabupaten Magelang masih memiliki stok 2.500 alat tes cepat. Sementara ini, tes cepat diprioritaskan untuk warga yang memiliki kontak erat dengan pasien positif Covid-19.