Angka reproduksi efektif (Rt) di Kota Surabaya selama dua minggu terakhir menunjukkan tren penurunan, bahkan dalam 10 hari terakhir Rt berada di bawah 1.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Angka reproduksi efektif (Rt) di Kota Surabaya, Jawa Timur, selama dua minggu terakhir menunjukkan tren penurunan. Bahkan, dalam 10 hari terakhir, Rt berada di bawah 1. Masyarakat diminta tetap waspada terhadap risiko penularan Covid-19 dengan disiplin menjalankan protokol kesehatan.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya Febria Rachmanita di Surabaya, Selasa (21/7/2020), mengatakan, penghitungan Rt dalam dua pekan terakhir menunjukkan ada tren penurunan. Pada 3 Juli 2020 angka Rt 1,05 dan terus menurun hingga pada 16 Juli 2020 menjadi 0,6. Bahkan, Rt selalu di bawah 1 pada 10 hari terakhir.
”Meskipun bisa dikatakan penularan sudah mulai terkendali, warga tetap harus waspada karena penularan masih ada. Tetap disiplin mematuhi protokol kesehatan dan jika tidak ada keperluan mendesak tetap di rumah,” katanya.
Rt dihitung berdasarkan rata-rata jumlah kasus penularan sekunder oleh satu kasus primer pada satu periode di dalam satu populasi. Dalam penyebaran Covid-19, Rt menunjukkan jumlah rata-rata orang yang bisa ditulari oleh satu orang yang terserang Covid-19.
Meskipun bisa dikatakan penularan sudah mulai terkendali, warga tetap harus waspada karena penularan masih ada. Tetap disiplin mematuhi protokol kesehatan dan jika tidak ada keperluan mendesak tetap di rumah. (Febria Rachmanita)
Adapun salah satu syarat sebuah daerah bisa menerapkan normal baru adalah jika reproduksi efektif di bawah 1 dalam dua minggu berturut-turut. Itu pun tetap harus diimbangi protokol kesehatan ketat.
Dia mengingatkan, meskipun angka reproduksi menurun, tetap ada potensi penularan. Jika warga melanggar protokol kesehatan, sangat berpotensi terjadi penambahan kasus baru. ”Angka Rt bisa berubah sewaktu-waktu sehingga agar bisa mempertahankannya di bawah 1 tetap perlu kedisiplinan masyarakat,” kata Febria.
Sosiolog bencana dari Nanyang Technological University (NTU), Sulfikar Amir, saat memaparkan hasil survei yang dilakukan bersama Laporcovid19.org kepada Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan, dari hasil survei yang dilakukan kepada warga Surabaya menujukkan indeks persepsi risiko warga Surabaya 3,42. Idealnya indeks persepsi risiko harus mencapai di atas 4,00 sehingga risiko laju penularan dapat terkendali.
Survei dilakukan oleh Social Resilience Lab NTU bekerja sama dengan Laporcovid19.org secara daring pada 19 Juni hingga 10 Juli 2020. Ada 5.904 responden yang mengikuti survei dan 2.895 di antaranya valid untuk dianalisis.
Survei menemukan, terkait kepatuhan pada protokol kesehatan, mayoritas responden mengaku patuh. Ada 43 persen menyatakan selalu dan 50 persen responden sering mencuci tangan dalam sehari.
Terkait pemakaian masker, 83 persen responden mengaku selalu dan 15 persen sering memakai masker saat keluar rumah. Sementara 60 persen menyatakan selalu jaga jarak dan 31 persen sering melakukannya ketika di luar rumah.
Namun, persepsi risiko warga Surabaya dalam penularan Covid-19 cenderung rendah. Sebanyak 59 persen responden menilai kemungkinan terkena Covid-19 sangat kecil (36 persen) dan kecil (23 persen). Sebanyak 70 persen responden pun menyatakan tidak ada orang yang dikenalnya terkena Covid-19.
”Sebanyak 83 persen responden yakin akan sembuh jika terpapar Covid-19, rinciannya 47 persen sangat yakin dan 36 persen yakin,” kata Sulfikar.
Risma menuturkan, hasil survei akan dijadikan bahan evaluasi dalam penanganan Covid-19 di Surabaya, terutama angka 83 persen warga yang menganggap remeh Covid-19 karena yakin bisa sembuh.
”Kami akan tingkatkan pemahaman warga bahwa Covid-19 ini berbahaya dan mudah menular sehingga jangan ada warga yang meremehkan virus ini,” ujarnya.
Laman https://lawancovid-19.surabaya.go.id/ menunjukkan, hingga 20 Juli 2020 pasien terkonfirmasi positif 7.787 orang. Adapun pasien yang telah sembuh 4.389 orang atau 56 persen. Pasien meninggal 700 dan masih dirawat 2.698 pasien.