Wakil Bupati Nduga menuntut penegakan hukum atas dugaan penembakan dua warga oleh oknum anggota TNI pada Sabtu (18/7/2020). Meski demikian, pihak TNI bersikukuh kedua warga merupakan anggota kelompok kriminal bersenjata.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS - Wakil Bupati Nduga Wentius Nemiangge menuntut penyelidikan penembakan dua warga bernama Elias Karunggu dan Seru Karunggu oleh aparat keamanan pada Sabtu (18/7/2020). Insiden ini dinilai sebagai pelanggaran hak asasi manusia. Meski begitu, TNI bersikukuh keduanya adalah anggota kelompok kriminal bersenjata.
Wakil Bupati Nduga Wentius Nemiangge saat dihubungi dari Jayapura pada Senin (20/7/2020) mengatakan, dugaan Elias (34) dan anaknya Sellu (18) terlibat aksi separatisme tidak berdasar. Ia menyatakan, keduanya hanyalah warga sipil yang berprofesi sebagai petani. Mereka ditembak oknum anggota TNI ketika akan memasuki daerah Kenyam, ibu kota Kabupaten Nduga.
Kedua korban saat itu bersama 56 orang berasal dari Distrik Yal. Selama ini, mereka mengungsi ke hutan karena ketakutan dengan konflik antara pihak keamanan dan kelompok Egianus Kogoya sejak akhir 2018.
"Kedua korban bersama puluhan orang lain berjalan kaki ke Kenyam untuk mencari makanan. Mereka kelaparan karena selama ini mengungsi ke hutan. Namun, keduanya ditembak oknum anggota TNI hingga tewas di lokasi kejadian," kata Wentius. Ia menuturkan, jenazah kedua korban telah dimakamkan pihak keluarga pada hari Minggu sekitar pukul 19.00 di dekat Bandara Kenyam.
"Ratusan warga telah menggelar aksi unjuk rasa di Kenyam pada Senin ini. Mereka meminta pemerintah pusat menarik pasukan non organik dari Nduga dan TNI memroses hukum oknum anggota yang terlibat dalam insiden ini," tutur Wentius.
Ia menambahkan, insiden ini semakin memicu penolakan masyarakat Nduga terhadap perpanjangan pelaksanaan Undang-Undang Otonomi Khusus Papua. Pasalnya, regulasi tersebut dinilai tidak memproteksi masyarakat asli Papua.
Seharusnya, oknum anggota tersebut bertanya terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan melepaskan tembakan.
Anggota DPRD Nduga Ronald Kelnea menilai, aksi penembakan kedua warga ini menunjukkan tidak ada pelaksanaan sila kedua Pancasila tentang nilai kemanusiaan di Nduga.
"Pihak keamanan jangan mencurigai warga sipil terlalu berlebihan. Seolah-olah kami bukan bagian negara ini. Seharusnya, oknum anggota tersebut bertanya terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan melepaskan tembakan," kata Ronald.
Terkait penembakan tersebut, Komandan Distrik Militer 1715/Yahukimo, Letnan Kolonel Inf Eko Budi saat dihubungi menegaskan, kedua warga ini merupakan anggota kelompok kriminal bersenjata dengan barang bukti satu pucuk senjata pistol jenis revolver.
"Anggota kami di sana telah menjelaskan ke Bupati Nduga tentang kronologis yang sebenarnya bahwa kedua orang ini adalah anggota kelompok separatis. Beliau juga telah menjelaskan hal ini kepada masyarakat setempat," jelas Eko. Adapun Nduga berada di wilayah teritorial Distrik Militer 1715/Yahukimo.
Kepala Perwakilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Provinsi Papua Frits Ramandey mengatakan, pihaknya akan meminta klarifikasi kepada pihak TNI terkait kronologi penembakan kedua warga di Nduga tersebut. "Komnas HAM akan meminta klarifikasi dari Kodam XVII Cenderawasih terkait identitas kedua warga ini apakah warga sipil atau anggota kelompok sipil bersenjata," kata dia.
Adapun Kepala Bidang Humas Polda Papua, Komisaris Besar Ahmad Mustofa Kamal saat dihubungi belum memberikan jawaban terkait situasi keamanan di Nduga pasca penembakan kedua warga.