Pemilihan kepala daerah di Provinsi Kalimantan Selatan masuk kategori paling rawan dalam konteks pandemi Covid-19 dari sembilan provinsi yang menyelenggarakan pemilihan gubernur dan wakil gubernur 2020.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·3 menit baca
BANJARMASIN, KOMPAS — Pemilihan kepala daerah atau pilkada di Provinsi Kalimantan Selatan masuk kategori paling rawan dalam konteks pandemi Covid-19. Dari sembilan provinsi yang menyelenggarakan pemilihan gubernur dan wakil gubernur tahun 2020, kerawanan Kalimantan Selatan menempati posisi pertama.
Sembilan provinsi di Indonesia yang menyelenggarakan pemilihan gubernur dan wakil gubernur pada pilkada serentak 2020 ialah Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Kepulauan Riau, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Tengah.
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Kalsel Erna Kasypiah menuturkan, ada empat konteks yang dilihat Bawaslu terkait indeks kerawanan pemilu dalam pelaksanaan pilkada serentak 2020, yaitu konteks sosial, politik, infrastruktur daerah, dan pandemi.
”Dalam konteks pandemi, kerawanan pilkada Kalsel berada pada posisi pertama dari sembilan provinsi yang melaksanakan pilkada,” kata Erna di Banjarmasin, Minggu (19/7/2020).
Dalam konteks pandemi, kerawanan pilkada Kalsel berada pada posisi pertama dari sembilan provinsi yang melaksanakan pilkada. (Erna Kasypiah)
Dalam konteks sosial, kerawanan pilkada Kalsel berada pada posisi ketiga. Selanjutnya, dalam konteks politik, kerawanan berada pada posisi keempat dan pada konteks infrastruktur daerah berada pada posisi kelima dari sembilan provinsi.
”Posisi kerawanan pilkada Kalsel berubah setelah terjadi pandemi Covid-19. Padahal, sebelum pandemi, kerawanan pilkada Kalsel secara umum berada pada posisi ketujuh dari sembilan provinsi yang melaksanakan pilkada,” ujarnya.
Menurut Erna, indeks kerawanan pemilu tersebut dirilis oleh Bawaslu RI agar menjadi perhatian dalam pengawasan pemilu. Pihaknya sama sekali tidak pesimistis terhadap pelaksanaan pilkada di Kalsel dalam situasi pandemi Covid-19. ”Ini sebagai peringatan bagi kami. Dalam melaksanakan pengawasan pilkada tahun 2020, kami harus siap dalam kondisi apa pun,” katanya.
Untuk pengawasan pilkada 2020, Bawaslu Kalsel mendapat anggaran sebesar Rp 60 miliar dan Bawaslu kabupaten/kota sekitar Rp 130 miliar. Semua anggaran itu sudah dicairkan 100 persen. Erna memastikan tidak mengubah anggaran yang ada sehubungan dengan pandemi Covid-19. ”Kami hanya melakukan restrukturisasi anggaran yang ada sehingga tidak ada penambahan dana,” katanya.
Untuk pemenuhan alat pelindung diri (APD) petugas pengawas pemilu, Bawaslu Kalsel meminta dukungan anggaran dari APBN. Di samping itu, juga meminta dukungan dari APBD Provinsi Kalsel. ”Dari pemprov, kami mendapat hibah barang (APD), sedangkan di Kota Banjarbaru ada penambahan anggaran untuk APD sekitar Rp 156 juta,” ujarnya.
Erna menambahkan, pengawasan pilkada dilakukan dengan strategi pencegahan, pengawasan melekat, baru penindakan. ”Kecuali tidak bisa lagi dicegah pelanggarannya, baru penindakan dilakukan. Tetapi, secara umum, upaya untuk pencegahan itu yang paling kami utamakan dalam pengawasan pilkada 2020,” katanya.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dalam kunjungan kerja ke Kalsel, Sabtu (18/7/2020), mengatakan, pilkada serentak 2020 menjadi momentum untuk menekan penyebaran Covid-19. ”Kalau boleh dirumuskan, tema sentralnya adalah peran kepala dalam menangani Covid-19 beserta dampak sosial ekonominya,” katanya.
Menurut Tito, penanganan Covid-19 sangat bergantung pada kemampuan pengendalian masyarakat. Kalau bisa mengendalikan masyarakat agar mereka pakai masker, jaga jarak, cuci tangan pakai sabun, dan menghindari kerumunan, maka tingkat penularannya juga akan menjadi lebih rendah.
”Pilkada tahun ini adalah momentum menggerakkan kepala daerah di 270 daerah dan para kontestan untuk berbuat dan adu gagasan bagaimana menangani Covid-19 dan dampak sosial ekonominya. Jangan pisahkan antara pilkada dan Covid-19. Jadikan agenda penanganan Covid-19 sebagai agenda utama pilkada 2020,” katanya.
Sampai dengan Sabtu (18/7), jumlah kasus positif Covid-19 di Kalsel tercatat sebanyak 4.829 kasus. Secara nasional, Kalsel menempati urutan keenam kasus tertinggi. Dari jumlah tersebut, sebanyak 2.878 orang dalam perawatan, 1.708 orang sembuh, dan 243 orang meninggal. Tingkat kematian akibat Covid-19 di Kalsel tercatat sebesar 5,03 persen.