Perisai Kolong Belakang Minimalkan Dampak Fatal Kecelakaan Lalu Lintas
Pemasangan perisai kolong belakang truk terus dikampanyekan untuk meminalkan risiko kecelakaan tabrak belakang. Kecelakaan di jalan tol didominasi kasus tabrak belakang oleh kendaraan kecil yang melaju kencang.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
PURWOKERTO, KOMPAS — Keberadaan perisai kolong belakang atau rear underrun protection pada truk diyakini bisa meminimalkan risiko akibat kecelakaan tabrak belakang. Di jalan tol, tabrak belakang masih menjadi salah satu kasus dengan akibat sangat fatal.
”Kecelakaan tabrak belakang melibatkan mobil kecil dengan truk. Fatalitasnya tinggi, luka berat dan meninggal. Kalau kendaraan di belakang masuk kolong kendaraan di depannya, air bag biasanya tidak berfungsi,” kata Direktur Jenderal Perhubungan Darat Budi Setiyadi di Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah, Sabtu (18/7/2020).
Perisai kolong belakang truk ini berbahan pelat besi atau baja. Fungsinya mencegah kendaraan kecil masuk kolong truk bila terjadi kecelakaan. Perisai ini dipasang di bawah kolong truk dengan kedalaman 0,3-0,4 meter dari sisi terbelakang truk.
Adapun jarak perisai dengan tanah 0,45-0,55 meter. Sementara itu, ketebalan perisai 0,1-0,12 meter dan panjang perisai adalah sepanjang lebar badan kendaraan.
Agar keberadaannya lebih maksimal, perisai kolong belakang itu perlu dilengkapi karet serta stiker pemantul cahaya. Karet berfungsi meredam kekuatan benturan. Sementara stiker memberi isyarat pantulan cahaya kepada kendaraan di belakangnya.
Budi mengatakan, kecelakaan tabrak belakang biasanya terjadi di jalan tol. Di sana, banyak truk melaju dengan kecepatan rendah karena membawa muatan berat. Sebaliknya, kendaraan kecil kerap dipacu dalam kecepatan tinggi, terutama saat hujan atau malam hari.
Menurut Budi, sejauh ini belum ada sanksi bagi truk yang belum memasang perangkat itu. Dia mengatakan, pihaknya masih mengeluarkan surat edaran. Harapannya, banyak truk memasang alat ini untuk menjamin keselamatan berlalu lintas.
”Saya sudah minta kepada direktur sarana. Ini akan menjadi kewajiban. Saat merancang bangun truk, kami harapkan sudah ada alat ini,” ujarnya.
Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Soerjanto Tjahjono menambahkan, tabrak belakang rentan terjadi di tol. Di Tol Cipali, misalnya, dalam sebulan ada 36 kasus tabrak belakang.
”Tol Cipali itu salah satunya. Kalau orang dari Jawa Tengah dan Jawa Timur, sampai situ sudah ngantuk. Demikian juga dari Jakarta macet, sampai situ ngantuk,” kata Soerjanto.
Wakil Ketua DPD Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia Jateng Bambang Widjanarko mendukung dan mengapresiasi kampanye keselamatan dengan pemasangan perisai ini. Di Jateng, ada 160-170 pengusaha truk dengan armada lebih dari 3.000 unit.
”Kalau yang pakai rear underrun protection sudah banyak. Tetapi spesifikasinya belum sesuai dari KNKT. Jadi, kebanyakan itu terlalu pendek karena tidak sampai ke ujung. Padahal, KNKT menginginkan sampai ke ujung, minimal di bawah lampu sign. Yang sudah ideal sampai ujung ada 40-50 persen,” ujar Bambang.
Berdasarkan survei PT Lintas Marga Sedaya, pengelola Tol Cipali, pada 2016, kecepatan rata-rata kendaraan kecil di Tol Cipali 110 kilometer per jam. Setelah waktu pengendara habis 3-4 jam di Tol Jakarta-Cikampek, kata Direktur Operasional PT LMS Agung Prasetyo, Tol Cipali menjadi ajang balas dendam untuk balap (Kompas, 18/9/2019).
Apalagi, Tol Cipali mampu memotong jarak tempuh Cikampek-Cirebon hingga lebih dari 40 kilometer dibandingkan dengan jalur pantai utara. Ironisnya, survei itu juga menggambarkan bagaimana truk kerap melanggar batas minimum kecepatan.
Kendaraan ”raksasa” itu melaju pelan karena muatan yang dibawa. Kondisi ini memicu kasus tabrak belakang oleh kendaraan kecil dengan kecepatan tinggi. Kriteria kecelakaan ini paling sering menelan korban jiwa di Tol Cipali.
Periode Januari-Juli 2019, dari 61 korban meninggal akibat kecelakaan lalu lintas di Tol Cipali, 34 korban kehilangan nyawanya karena kasus tabrak belakang. Adapun sepanjang 2019, 74 orang meninggal di Cipali dengan 42 orang di antaranya terkait kecelakaan tabrak belakang.
Kasus serupa juga mendominasi pada 71 korban meninggal pada tahun 2018 dan 92 korban tewas tahun sebelumnya. Jatuhnya korban jiwa di tol sebagian besar disebabkan kelalaian manusia. Salah satu yang kerap diberitakan adalah pengemudi mengantuk.