Korban Tewas akibat Banjir Bandang di Luwu Utara Mencapai 36 Orang
Tim SAR terus mencari warga yang dilaporkan hilang dan mengevakuasi warga yang meninggal maupun masih hidup dan berada di wilayah terisolasi. Hingga Jumat (17/7/2020), korban meninggal mencapai 36 orang.
Oleh
Reny Sri Ayu
·2 menit baca
MAKASSAR, KOMPAS — Hingga Jumat (17/7/2020), tercatat 36 orang meninggal akibat banjir bandang di Luwu Utara, Sulawesi Selatan. Selain pencarian korban hilang, penyaluran logistik bagi warga terdampak juga terus dilakukan.
”Empat korban yang ditemukan hari ini semuanya di Kecamatan Baebunta, tetapi di desa berbeda. Semuanya tanpa identitas dan dievakuasi ke Rumah Sakit Hikmah, Masamba,” kata Mustari, Kepala Kantor Pencarian dan Pertolongan (SAR) Makassar, Jumat (17/7/2020).
Pencarian dilakukan tim SAR dengan membagi tim dan menyusuri lokasi-lokasi terparah tertimbun material banjir bandang. Timbunan material setinggi 1-4 meter menyulitkan tim mencari dan mengevakuasi korban. Badan Penanggulangan Bencana Daerah Luwu Utara mencatat masih ada sedikitnya 60 warga dilaporkan hilang.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo mengatakan, pihaknya sudah meminjamkan satu helikopter milik BNPB kepada Luwu Utara dan Sulawesi Selatan untuk melancarkan evakuasi dan distribusi logistik. ”Heli akan datang beberapa hari ke depan,” kata Doni di Masamba, Jumat.
Banjir bandang terjadi Senin (13/7/2020) sekitar pukul 19.30 Wita. Tiga sungai meluap hampir bersamaan, yakni Sungai Masamba, Sungai Radda, dan Sungai Rongkong.
Air sempat surut dan warga memanfaatkan kesempatan itu untuk mengungsi ke tempat aman. Namun, saat itu terjadi, air bah dengan membawa material tanah, pasir, bebatuan, dan kayu gelondongan justru menerjang permukiman warga. Akibatnya, banyak warga terseret arus air hingga tertimbun material itu.
Saking besarnya, terjangan air bah bahkan memutus sejumlah jembatan beton, jembatan gantung, hingga jalan. Sejumlah dusun tertimbun material hingga hanya menyisakan atap-atap rumah. Banyak warga yang masih terjebak di pegunungan maupun wilayah terisolasi. Hal ini menyulitkan evakuasi dan distribusi logistik.