Saatnya Desa Jadi Lokomotif Kebangkitan Normal Baru
Desa telah membuktikan ketangguhannya menghadapi pandemi Covid-19. Oleh karena itu, desa seharusnya juga bisa menjadi lokomotif kebangkitan pada masa normal baru.
Selama pandemi Covid-19, desa-desa di Indonesia telah membuktikan ketangguhannya. Memasuki era normal baru, desa juga berpotensi menjadi lokomotif kebangkitan. Agar peran itu bisa dijalankan optimal, desa mesti didorong menjadi ruang yang lebih menyejahterakan warganya.
Salah satu desa yang telah membuktikan ketangguhan menghadapi pandemi Covid-19 adalah Desa Panggungharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Selama pandemi beberapa bulan terakhir, tak tampak gejolak atau konflik sosial di desa tersebut.
Padahal, ada empat warga Desa Panggungharjo yang dinyatakan positif Covid-19. Namun, keberadaan para pasien positif Covid-19 itu tak membuat warga lain resah. Bahkan, saat para pasien itu dinyatakan sembuh dan diperbolehkan pulang, warga lain menyambut di sepanjang jalan menuju rumah mereka.
”Desa Panggungharjo relatif tidak ada konflik meskipun ada empat warga yang positif Covid-19. Alhamdulillah semuanya sembuh dan ketika sembuh, ada penyambutan yang dilakukan oleh warga,” kata Kepala Desa Panggungharjo Wahyudi Anggoro Hadi, dalam webinar atau seminar daring bertema ”Arah Tatanan Baru Indonesia: New Normal Apa dan Bagaimana Hidup di Era Pandemi dan Sesudahnya”, Rabu (1/7/2020).
Baca juga : Ikan dari Ambon untuk Pasien Covid-19 di Jakarta
Webinar itu merupakan bagian dari Kongres Kebudayaan Desa yang digelar Sanggar Inovasi Desa Panggungharjo. Kongres tersebut terdiri dari beragam kegiatan, misalnya riset, diskusi daring, festival budaya, dan deklarasi kebudayaan. Rangkaian diskusi daring dalam kongres itu berlangsung pada 1-10 Juli 2020, sementara puncak kongres akan ditandai dengan deklarasi pada 15 Agustus 2020.
Wahyudi menjelaskan, sejak masa awal munculnya pandemi, Pemerintah Desa Panggungharjo langsung membentuk gugus tugas untuk menangani dampak penyebaran penyakit Covid-19. Dampak yang diantisipasi itu tak hanya berkait dengan aspek kesehatan, tetapi juga sosial dan ekonomi.
”Tiga belas hari setelah diumumkannya kasus positif pertama di Indonesia oleh Presiden Joko Widodo, kami mendirikan gugus tugas untuk penanggulangan Covid-19 di Panggungharjo. Kami juga melakukan beberapa inisiatif untuk memitigasi dampak sosial, kesehatan, maupun ekonomi,” ujar Wahyudi.
Salah satu inisiatif yang dilakukan Pemerintah Desa Panggungharjo adalah membuat aplikasi daring untuk pelaporan kondisi warganya. Melalui aplikasi yang bisa diakses di situs web resmi Desa Panggungharjo itu, warga diminta melaporkan kondisi kesehatan dan riwayat perjalanan yang pernah mereka lakukan.
Baca juga : Rantang Penolong Banyak Orang
Di sisi lain, aplikasi tersebut juga menyediakan formulir bagi warga Panggungharjo yang ingin memberikan dukungan atau bantuan untuk penanganan Covid-19. Bantuan berupa uang, barang kebutuhan pokok, masker, dan disinfektan itu lalu disalurkan ke warga yang membutuhkan untuk melengkapi bantuan yang diberikan pemerintah desa.
Di tengah pandemi Covid-19, Pemerintah Desa Panggungharjo juga membuat situs pasardesa.id. Situs itu merupakan pasar daring yang menjual barang-barang dari sejumlah toko dan warung di Panggungharjo. Situs tersebut diharapkan bisa membantu toko dan warung di Panggungharjo yang mengalami penurunan penghasilan selama pandemi.
Wahyudi menuturkan, pengalaman Desa Panggungharjo dan sejumlah desa lain menunjukkan ketangguhan desa dalam menghadapi pandemi Covid-19. ”Desa muncul sebagai kanal pertahanan terakhir bagi negara ini dalam menghadapi pandemi Covid-19. Bahkan banyak orang mengatakan bahwa krisis Covid-19 ini adalah krisis kota karena yang sebenarnya mengalami krisis itu adalah masyarakat kota,” ungkap dia.
Lokomotif
Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT), dan Transmigrasi Budi Arie Setiadi mengatakan, dampak Covid-19 terhadap perdesaan relatif lebih kecil dibandingkan dampak di perkotaan. Hal ini, antara lain, terlihat dari jumlah pasien positif Covid-19 di wilayah perdesaan yang lebih kecil dibandingkan pasien positif yang tinggal di kota.
Baca juga : Kisah Desa Panggungharjo Tanggap Covid-19
Budi menyebut, dari 56.385 pasien positif hingga 29 Juni 2020, hanya 909 orang yang tinggal di wilayah perdesaan. Salah satu faktor yang dinilai memengaruhi kondisi itu adalah kebijakan larangan mudik yang membuat mobilitas masyarakat dari kota ke desa menjadi berkurang.
”Kita harus bersyukur kebijakan larangan mudik mampu menekan penularan Covid-19 di desa-desa,” ujar Budi saat menjadi pembicara webinar dalam Kongres Kebudayaan Desa.
Karena dampak terhadap wilayah pedesaan lebih kecil, Budi berpendapat, desa bisa menjadi lokomotif atau motor penggerak kebangkitan ekonomi pada masa normal baru.
”Potensi masyarakat desa yang relatif lebih sedikit terkena Covid-19 memungkinkan desa menjadi motor penggerak pemulihan ekonomi pasca- pandemi Covid-19,” tutur dia.
Baca juga : Kongres Kebudayaan Desa: Mencari Arah Tatanan Baru dari Desa
Namun, agar bisa menjadi lokomotif kebangkitan, masyarakat desa harus beradaptasi. Budi mengingatkan, warga desa harus disiplin menerapkan protokol kesehatan, misalnya dengan menjaga kebersihan, memakai masker, dan menjaga jarak. Protokol kesehatan itu juga perlu diwadahi dalam peraturan desa dan ditetapkan dalam musyawarah desa agar seluruh warga menaati.
Selain itu, protokol kesehatan tersebut juga bisa memasukkan unsur kearifan lokal yang ada di setiap desa. ”Dari data yang kita dapatkan, desa adalah wilayah yang lebih siap melakukan pemulihan pascapandemi Covid-19 dibandingkan wilayah-wilayah perkotaan,” ungkap Budi.
Dari data yang kita dapatkan, desa adalah wilayah yang lebih siap melakukan pemulihan pascapandemi Covid-19 dibanding wilayah-wilayah perkotaan. (Budi Arie Setiadi)
Namun, dalam webinar yang sama, Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia Melani Budianta mengingatkan, selama ini desa juga menghadapi sejumlah persoalan. Salah satunya adalah banyaknya penduduk usia produktif di desa yang merantau ke kota atau negara lain sehingga desa kerap kekurangan tenaga produktif.
Masalah lainnya adalah banyaknya lahan produktif di desa yang beralih untuk kebutuhan lain, misalnya industri. Di sisi lain, sebagian desa yang mengembangkan destinasi wisata juga menjadi sangat bergantung pada kehadiran masyarakat kota. Oleh karena itu, pada masa pandemi ini, sejumlah desa wisata juga terkena dampak signifikan.
Baca juga : Protokol Desa Tanggap Covid-19
Dengan berbagai kondisi itu, desa pun menghadapi tantangan yang tak ringan saat hendak memainkan peran sebagai lokomotif kebangkitan ekonomi di era normal baru. Oleh karena itu, Melani menuturkan, harus ada upaya mendorong desa menjadi tempat yang bisa menyejahterakan masyarakatnya.
”Kita harus membuat desa menjadi tempat yang membahagiakan dan menyejahterakan,” ujar Melani.
Kita harus membuat desa menjadi tempat yang membahagiakan dan menyejahterakan.
Citra desa sebagai tempat tinggal para orang tua mesti diubah sehingga desa bisa menjadi rumah dan tempat kerja yang nyaman bagi anak-anak muda. Selain itu, masyarakat desa juga mesti membangun organisasi kolektif, misalnya koperasi atau badan usaha milik desa, untuk meningkatkan kesejahteraan serta menaikkan daya tawar.