Wabah Covid-19 akibat virus korona jenis baru ternyata turut meningkatkan pencemaran Kalimas di Surabaya, Jawa Timur.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Wabah Covid-19 (Coronavirus disease 2019) akibat virus korona jenis baru (SARS-CoV-2) ternyata turut meningkatkan pencemaran Kalimas di Surabaya, Jawa Timur. Penambahan polusi di Kalimas yang merupakan muara Sungai Brantas karena perilaku publik yang terus bahkan meningkat dalam penggunaan produk berpolutan.
Peningkatan pencemaran polutan diketahui dari penelitian terhadap sampel air Kalimas oleh kalangan pegiat pelestarian hidup dari Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton). Lokasi penelitian ialah Jembatan Petekan atau sebelum Pelabuhan Rakyat Kalimas yang termasuk dalam kawasan muara atau mulut Sungai Brantas di Pelabuhan Tanjung Perak.
Di Petekan, tim Ecoton pernah meneliti sampel air pada pertengahan April selama dua hari. Penelitian tertunda karena pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik kurun 28 April-8 Juni 2020. Penelitian di Petekan dilanjutkan kembali dua hari terakhir atau yang terkini pada Rabu (8/7/2020).
Menurut peneliti mikroplastik Ecoton, Eka Chlara Budiarti, dari penelitian pada pertengahan April diketahui kandungan klorin di Petekan sebanyak 0,17 ppm (partikel per sejuta). Keberadaan klorin sebagai bahan utama disinfektan, cairan pembersih lantai, dan pemutih pakaian pada penelitian terkini yakni Juli meningkat menjadi 0,2 ppm.
Pencemaran klorin bisa diyakini akibat peningkatan pemakaian produk di rumah tangga lalu dibuang ke sungai atau menjadi limbah domestik.
Produk pensanitasi
Di masa wabah, penggunaan produk pensanitasi dipastikan meningkat terkait keinginan publik untuk melindungi diri dari penularan virus korona. Penggunaan produk pensanitasi juga sebagai konsekuensi penerapan protokol kesehatan dalam konteks perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
Eka Chlara melanjutkan, sampel air di Petekan juga memperlihatkan cemaran logam berat dari kandungan ion atau materi padat terlarut atau TDS (total dissolved solid) dengan satuan ppm. Dari penelitian pada April dan Juli ini di Petakan, TDS pada sampel airnya mencapai 3.100 ppm. Padahal, menurut standar kesehatan internasional, TDS air sungai seharusnya tidak boleh melebihi 500 ppm.
Kandungan oksigen terlarut atau DO (dissolved oxygen) di Petekan ternyata 1,68 ppm. Angka ini juga berada di bawah standar air kelas 2 yang tidak boleh kurang dari 4 ppm.
Pertumbuhan optimum ikan dalam air memerlukan kandungan oksigen terlarut minimal 2,6 ppm, sedangkan di Kalimas ini hanya 1,68 ppm sehingga bisa disimpulkan tidak layak untuk kehidupan biota.
Selain itu, dari sampel air juga diketahui kandungan polutan mikroplastik. Dalam 1 liter air dari Petekan diketahui kandungan mikroplastiknya 2,9 partikel. Jumlah ini tertinggi di antara seluruh lokasi pengambilan sampel di sepanjang Kali Surabaya dan Kalimas. Sebagai perbandingan, untuk sampel dari lokasi lain Kalimas di Joyoboyo, kandungan mikroplastiknya hanya 2,5 partikel per liter.
Direktur Eksekutif Ecoton Prigi Arisandi mengatakan, penelitian pencemaran sungai terus dilakukan selama bertahun-tahun terakhir untuk mengingkatkan pemerintah dan masyarakat agar bersedia menjaga kelestarian air.
Tahun ini, penelitian terhadap sampel air dilakukan di Mlirip (Mojokerto), Wringinanom dan Sumengko (Gresik), dan Karangpilang (Surabaya) yang merupakan wilayah Kali Surabaya. Untuk wilayah Kalimas, penelitian dilakukan di Joyoboyo, Monumen Kapal Selam, dan Petekan.
Kali Surabaya dan Kalimas adalah percabangan dari Sungai Brantas yang berhulu di Sumberbrantas, Batu. Sungai Brantas bercabang menjadi Kali Surabaya dan Kali Porong di Mojokerto. Selanjutnya, Kali Surabaya bercabang menjadi Kalimas dan Kali Jagir di Wonokromo (Joyoboyo).
Kali Porong merupakan sudetan kuno peninggalan Airlangga, pemimpin termasyhur dari Kerajaan Kahuripan abad ke-11. Adapun Kali Jagir merupakan sudetan peninggalan Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda dalam program Djagir Kanaal atau Kanaal Wanakrama pada 1879.
Prigi mengatakan, Sungai Brantas khususnya Kali Surabaya dan Kalimas memegang peranan amat penting dalam kehidupan warga di seluruh wilayah lintasan batang air tersebut. Suplai air bagi sekitar 3 juta populasi warga Surabaya, ibu kota Jatim, bergantung juga pada pasokan dari titik-titik pengambilan di Kali Surabaya dan Kalimas.
Jika pencemaran tidak diatasi, keselamatan dan kesehatan masyarakat terancam.
Direktur Utama PDAM Surya Sembada Surabaya Mujiaman pernah mengatakan, penanganan pencemaran di Kali Surabaya dan Kalimas menjadi tanggung jawab bersama. Pemerintahan di provinsi, kabupaten/kota, pengelola sungai (Jasa Tirta), dan masyarakat harus berperan.
Semakin tercemar akan memaksa pengguna seperti kami menambah pemakaian bahan-bahan kimia dalam proses penjernihan.
Padahal, bagi sebagian besar warga Surabaya, air dari jaringan pipa PDAM nyaris tidak pernah digunakan untuk konsumsi. Air untuk masak dan minum dari penyedia air minum dalam kemasan galon (20 liter) yang harganya berkisar Rp 15.000-Rp 20.000 per galon.