Lamanya Proses Uji Spesimen Jadi Kendala di Pantura Bagian Barat Jateng
Penambahan kasus positif Covid-19 terus terjadi di daerah pesisir pantura barat Jateng. Kendati demikian, jumlah warga yang dites masih minim dan tingkat kepatuhan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan rendah.
Oleh
KRISTI UTAMI
·4 menit baca
BATANG, KOMPAS — Penambahan jumlah kasus Covid-19 masih terus terjadi di sejumlah daerah pesisir pantai utara bagian barat Jawa Tengah. Mayoritas daerah mengeluhkan lamanya proses pemeriksaan spesimen untuk memastikan perlakuan terhadap pasien.
Sejauh ini, Kabupaten Batang merupakan daerah dengan temuan kasus positif Covid-19 paling tinggi jika dibandingkan dengan daerah lain, seperti Kabupaten Pekalongan, Kota Pekalongan, Kabupaten Pemalang, Kabupaten Tegal, Kota Tegal, dan Kabupaten Brebes. Hingga Rabu (8/7/2020), kasus terkonfirmasi positif di Kabupaten Batang sebanyak 72 kasus. Dari jumlah tersebut, 30 orang masih dirawat dan diisolasi mandiri, 40 orang sembuh, serta 2 orang meninggal dunia.
”Jumlah kasus (di Kabupaten Batang) banyak karena kami juga lebih banyak melakukan tes daripada daerah sekitar. Kalau kami santai saja (tidak melakukan tes) angka positifnya pasti sedikit,” kata Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Batang Muchlasin, Sabtu (4/7/2020).
Kendati penambahan kasus terus terjadi, jumlah pemeriksaan, baik tes cepat maupun usap, untuk mendeteksi penyebaran Covid-19 terbilang minim. Di Kabupaten Batang, misalnya, pemeriksaan usap baru dilakukan kepada sekitar 1.000 orang. Adapun tes cepat dilakukan kepada lebih dari 1.800 orang. Padahal, jumlah warga Kabupaten Batang sekitar 760.000 orang. Artinya, baru sekitar 0,37 persen warga sudah dites untuk mendeteksi penyebaran Covid-19.
Di Kabupaten Tegal, tes cepat dan pemeriksaan usap baru dilakukan kepada 6.500 orang dari total jumlah populasi 1,4 juta. Hal itu menunjukkan, baru 0,47 persen warga Kabupaten Tegal yang sudah menjalani tes. Tak hanya Kabupaten Batang dan Kabupaten Tegal, sejumlah daerah lain juga mengetes kurang dari 1 persen warganya.
Muchlasin menjelaskan, salah satu penyebab masih minimnya jumlah orang yang dites di pantura barat Jateng adalah keterbatasan jumlah laboratorium kesehatan. Daerah-daerah tersebut masih harus mengirim sampel usap ke laboratorium kesehatan di Semarang, Salatiga, dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Untuk mengetahui hasil pemeriksaan, mereka harus menunggu selama 3-5 hari.
Secara terpisah, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal Hendadi Setiadji mengatakan, pihaknya sedang berupaya melakukan pengetesan Covid-19 mandiri menggunakan menggunakan metode tes cepat berbasis mokuler (TCM). Saat ini, mereka sedang menunggu kedatangan cartridge khusus TCM yang sudah dipesan.
”Kalau sudah ada, kami bisa mulai melakukan tes mandiri, tidak perlu mengirim ke laboratorium kesehatan daerah lain. Dengan metode ini, kami bisa mengetes sekitar 50 spesimen setiap hari,” ujar Hendadi.
Kabupaten Tegal sedang berupaya melakukan pengetesan Covid-19 mandiri menggunakan menggunakan metode tes cepat berbasis mokuler (TCM).
Hingga Rabu siang, pasien positif Covid-19 di Kabupaten Tegal sebanyak 34 orang. Dari jumlah tersebut, 4 orang masih dirawat, 4 orang meninggal dunia, dan 26 orang sembuh. Lebih dari 80 persen pasien positif di daerah tersebut merupakan pelaku perjalanan atau mereka yang berkontak erat dengan pelaku perjalanan dari daerah episentrum Covid-19, seperti Jakarta, Semarang, dan Surabaya.
Hendadi menambahkan, selain minimnya pengetesan, pihaknya juga mengalami kendala dalam menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk menaati protokol kesehatan. Berdasarkan pantuan Kompas, belum semua masyarakat Kabupaten Tegal memakai masker dan menjaga jarak.
Di sejumlah warung kecil di Kecamatan Slawi, misalnya, pembeli tidak diwajibkan menjaga jarak. Mereka juga tidak diwajibkan mencuci tangan. Tak hanya itu, pelayan di sejumlah warung juga tidak memakai masker. Mereka mengaku hanya memakai masker saat ada pemeriksaan atau razia masker.
Mereka juga tidak diwajibkan mencuci tangan. Tak hanya itu, pelayan di sejumlah warung juga tidak memakai masker. Mereka mengaku hanya memakai masker saat ada pemeriksaan.
Nihil
Kota Tegal mencatatkan rekor baru pada Rabu (1/1/2020). Mulai hari itu, tidak ada warga Kota Tegal yang dirawat sebagai pasien positif, dirawat sebagai pasien dalam pengawasan, dan dipantau sebagai orang dalam pemantauan.
Wali Kota Tegal Dedy Yon Supriyono mengklaim, keberhasilan itu diraih setelah dirinya melakukan local lockdown atau pembatasan wilayah dan dua kali menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Oleh karena meyakini sudah tidak ada penyebaran Covid-19 di daerahnya, Dedy berencana membubarkan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Tegal pada akhir Juli. Peran gugus tugas akan digantikan dengan sukarelawan.
Pembubaran gugus tugas dilakukan supaya sejumlah pimpinan lembaga dan kepala dinas yang selama ini menjadi anggota gugus tugas bisa kembali melaksanakan tugas masing-masing. Dengan demikian, birokrasi menjadi lancar dan perekonomian masyarakat bisa kembali pulih.
”(Kota Tegal menjadi daerah dengan) pemulihan ekonomi yang pertama dan pembubaran gugus tugas yang pertama,” kata Dedy, Jumat (3/7/2020).
Keputusan Dedy untuk membubarkan gugus tugas sempat dikritik sejumlah orang, salah satunya pengamat kebijakan publik Universitas Pancasakti, Tegal, Hamidah Abdurrachman. Menurut Hamidah, Pemerintah Kota Tegal harus mengkaji ulang keputusan pembubaran gugus tugas tersebut. Sebab, pandemi Covid-19 belum berlalu.