Masuk Zona Hijau Covid-19, Dua Kabupaten di Kalteng Masih Simpan Celah
Dua kabupaten di Kalimantan Tengah, Sukamara dan Lamandau, memasuki zona hijau karena semua pasien Covid-19 dinyatakan sembuh. Meskipun demikian, tingkat pemeriksaan usap di kedua wilayah itu masih rendah.
Oleh
DIONISIUS REYNALDDO TRIWIBOWO
·4 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Dua kabupaten di Kalimantan Tengah, Sukamara dan Lamandau, memasuki zona hijau setelah semua pasien Covid-19 dinyatakan sembuh. Namun, peningkatan status ini menyimpan celah karena tingkat pemeriksaan usap di kedua wilayah itu masih rendah.
Sampai Senin (6/7/2020) sore, kasus positif Covid-19 di Kalimantan Tengah sudah mencapai 1.037 kasus atau bertambah delapan kasus dari sehari sebelumnya. Kabar baiknya, kasus sembuh meningkat dari 530 orang menjadi 549 orang atau bertambah 19 orang.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sukamara Syarif Hidayat menjelaskan, sudah tidak ada pasien positif di kabupatennya berdasarkan hasil uji usap. Selain itu, tidak ada orang dalam pantauan (ODP) maupun pasien dalam pengawasan (PDP) di wilayah tersebut.
”Ada beberapa faktor, salah satunya geografis. Di sini cenderung jauh dari mana-mana, apalagi dari Kota Palangkaraya yang zona merah. Masyarakat juga mulai ada peningkatan kesadaran,” kata Syarif.
Syarif menjelaskan, meskipun sudah dinyatakan sembuh, data laporan di Tim Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Kalteng ataupun data kementerian masih tertera dua pasien. ”Itu hanya laporan saja,” ujarnya.
Akan tetapi, kabar baik itu masih menyimpan celah. Kabupaten dengan jumlah penduduk 59.775 orang itu baru melakukan uji usap (reaksi berantai polimerase/PCR) kepada 22 orang. Selain itu, tes cepat pun baru dilakukan kepada 400 orang. Menurut Syarif, uji usap sampai saat ini dilakukan untuk mereka yang memiliki kontak erat dengan pasien.
”Kami deteksi dini saat diketahui ada kluster Temboro dan Gowa langsung di karantina. Bahkan, usulan karantina itu langsung dari masyarakat yang sepakat menggunakan satu desa untuk dikarantina dengan pengawasan,” ucap Syarif.
Syarif menambahkan, tidak ada uji usap ataupun tes cepat massal karena memang pihaknya menilai belum perlu dilakukan. Ia yakin, penelusuran kontak erat dan pengetatan jalur transportasi di wilayah sudah cukup.
Syarif menjelaskan, pihaknya selama ini mengirim spesimen ke Palangkaraya, Kotawaringin Barat, dan Banjar Baru, Kalimantan Selatan. Hal itu dilakukan karena keterbatasan sumber daya manusia.
”Kalau anggaran mampu saja untuk beli alat PCR, tetapi itu kan bukan hanya sekadar alat. Harus dibuat laboratorium dan lainnya,” ucap Syarif.
Sementara itu, Ketua Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Kabupaten Lamandau Hendra Lesmana menjelaskan, empat pasien yang dirawat saat ini sudah mendapatkan hasil uji usap kedua yang semuanya negatif. Pemeriksaan spesimen dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Doris Sylvanus, Kota Palangkaraya, yang jaraknya 12 jam perjalanan darat.
”Keempatnya sudah diperbolehkan pulang dan bertemu keluarga. Meskipun sudah tidak ada kasus, kami tetap meminta masyarakat untuk selalu waspada dan menaati protokol kesehatan,” kata Hendra yang juga Bupati Lamandau.
Kalau anggaran mampu saja untuk beli alat PCR, tetapi itu kan bukan hanya sekadar alat. Harus dibuat laboratorium dan lainnya.
Akan tetapi, dari data Tim Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Kalteng, RSUD Lamandau baru memeriksa 226 spesimen yang dikirim ke beberapa wilayah karena tak memiliki laboratorium uji usap. Jumlah tersebut hanya 0,3 persen dari total populasi di Lamandau yang mencapai 67.672 orang.
Ketua Harian Tim Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Kalteng Darliansjah mengungkapkan, pihaknya terus mendorong pemerintah di kabupaten/kota untuk menguatkan rumah sakit dan menyediakan laboratorium uji usap. Anggaran yang ada saat ini sangat cukup untuk melakukan hal itu.
Sebelumnya, Pemprov Kalteng menyiapkan anggaran sebesar Rp 1,4 triliun untuk penanganan Covid-19 beserta dampaknya. Anggaran itu bersumber dari perubahan APBD dari 14 kabupaten/kota dan anggaran pemerintah provinsi.
”Anggarannya sudah ada semuanya, tergantung dari pimpinan di kabupaten/kota, kami terus mendorongnya,” kata Darliansjah.
Hingga kini, data menunjukkan angka uji usap yang masih sangat sedikit. Baru terdapat 4.574 spesimen usap yang diuji atau 0,17 persen dari total populasi yang hanya 2,7 juta orang. Darliansjah menargetkan, pihaknya bisa mencapai 1 persen dalam beberapa bulan ke depan.
Di Kalteng, peralatan PCR dan laboratorium baru tersedia di Kota Palangkaraya, Kabupaten Kapuas, dan Kotawaringin Barat. Sisa 11 kabupaten lainnya masih mengirimkan spesimen usap ke luar daerah.
”PCR itu persoalannya ada pada daerah. Sebenarnya alat ini masih terjangkau dan daerah harus menyiapkannya, tetapi masih ada yang belum,” kata Darliansjah.