Dalam situasi normal, memakai masker selama bersepeda merupakan pilihan karena bukanlah alat keselamatan dalam bersepeda. Namun, di masa wabah Covid-19, pesepeda wajib mengenakan masker sesuai aturan yang berlaku.
Oleh
AGNES SWETTA PANDIA/IQBAL BASYARI
·4 menit baca
”Ayo dipakai maskernya, jaga jarak. Itu yang punya sepeda tolong sepedanya jangan ditaruh di trotoar,” begitu ucapan yang diulang-ulang oleh Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini melalui pelantang suara dari mobilnya saat melintas di Jalan Tunjungan, Surabaya, Minggu (28/6/2020) sekitar pukul 08.30.
Kendaraan dinas yang dikendarai Risma pun berjalan lambat saat berpapasan dengan ratusan warga yang bersepeda di Minggu pagi itu. Sebagian kelompok beristirahat sambil berfoto mengabadikan aktivitasnya ke media sosial.
Teriakan Risma ”ayo pakai maskernya” mengagetkan beberapa remaja perempuan yang sedang asyik berfoto. Saat itu mereka memang sedang tak memakai masker dengan sempurna karena siap-siap berfoto. Maka, posisi masker yang terpasang di dagu akhirnya diubah sebagaimana mestinya.
”Saat berfoto pun harus tetap mengenakan masker dan jaga jarak. Jangan berkerumun terlalu dekat karena masih pandemi Covid-19,” kata Risma yang berkeliling sambil membagikan masker gratis untuk warga.
Dalam situasi normal, memakai masker selama bersepeda merupakan pilihan. Masker bukanlah alat keselamatan dalam bersepeda, seperti helm, kacamata, lampu, dan pengaman tubuh. Namun, di masa wabah ini, Risma meminta pesepeda tetap mengenakan masker.
Saat berfoto pun harus tetap mengenakan masker dan jaga jarak. Jangan berkerumun terlalu dekat karena masih pandemi Covid-19. (Tri Rismaharini)
Dalam Peraturan Wali Kota Surabaya Nomor 28 Tahun 2020 tentang Pedoman Tatanan Normal Baru pada Kondisi Pandemi Covid-19 Kota Surabaya bagian ke-12 tentang kegiatan pergerakan orang dan barang menggunakan moda transportasi disebutkan, pengemudi roda dua, termasuk pesepeda, wajib mengenakan masker.
”Selain masker, pesepeda tetap harus memperhatikan aspek keselamatan dengan mengenakan perlengkapan yang memadai serta berjalan di lajur sepeda yang telah disediakan,” kata Risma.
Salah seorang pesepeda, Dea (37), mengatakan, masker selalu dipakai karena sesuai anjuran Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Menurut dia, mengenakan masker tidak terlalu mengganggu pernapasan karena ritme kayuhan bisa diatur sesuai kondisi. ”Apalagi sekarang lagi ramai pesepeda sehingga masker sangat penting untuk mengantisipasi jika ada kerumunan pesepeda,” ujarnya.
Sejak Maret lalu di tengah kesibukan menangani Covid-19 di Surabaya, Risma selalu menyempatkan diri berkeliling mengingatkan warga mematuhi protokol kesehatan. Beberapa hal yang selalu dikatakan adalah memakai masker dan menjaga jarak satu sama lain. Imbauan itu juga diputar rutin di pengeras suara yang dipasang di pelican crossing.
Peringatan
Peringatan untuk mematuhi protokol kesehatan itu terutama ditujukan kepada warga yang beraktivitas di pasar dan pusat jual beli. Namun, sejak sebulan terakhir, ketika demam sepeda mendera warga Surabaya, pesepeda tak luput menjadi sasaran karena berpotensi menjadi kluster penularan baru.
Sejak memasuki masa transisi normal baru, muncul euforia kembali bersepeda, tak terkecuali di Surabaya. Setelah melaksanakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) Surabaya Raya, yang berlangsung tiga tahap dan berakhir pada 10 Juni 2020, sebagian warga yang penat terlalu lama berada di rumah memilih untuk bersepeda.
Peningkatan minat warga untuk bersepeda juga terpantau dari sulitnya mendapatkan sepeda di toko-toko sepeda. Edward Parahita (13) harus berkeliling toko-toko hingga dua pekan untuk mendapatkan sepeda keinginannya. Hampir setiap hari dia berkeliling ke toko-toko sepeda, tetapi tak kunjung dapat karena stok habis.
”Akhirnya saya dapat sepeda. Meskipun harganya naik sekitar Rp 500.000, yang penting bisa bersepeda,” katanya.
Kepala Dinas Perhubungan Kota Surabaya Irvan Wahyudrajat mengatakan, pihaknya memfasilitasi pesepeda dengan ketersediaan jalur khusus sepeda sepanjang 21 kilometer di 19 ruas jalan. Bahkan, setiap akhir pekan, jalur sepeda yang hanya satu lajur diperlebar hingga dua lajur untuk mengantisipasi penumpukan pesepeda di jalan.
”Ada kerucut lalu lintas yang membatasi jalur sepeda untuk meningkatkan keselamatan pesepeda dari potensi kecelakaan,” ujarnya.
Dalam kesempatan ini, Pemerintah Kota Surabaya memanfaatkan momentum pesepeda untuk mendisiplinkan warga agar selalu memakai masker. Jika ada pesepeda yang tidak mengenakan masker, petugas akan memberi sanksi sosial, seperti menyapu jalanan dan menjadi petugas bagian makanan di lingkungan pondok sosial.
”Petugas berjaga di area-area yang biasa menjadi tempat kumpul pesepeda untuk mengingatkan agar selalu menjaga jarak dan tidak terlalu berdekatan sesuai protokol kesehatan,” ucap Irvan.
Bersepeda memang sehat, tetapi bersepeda saat pandemi harus tetap menjaga aspek keamanan dan kesehatan. Salam gowes bareng….