Konflik di TN Batang Gadis, Seekor Harimau Sumatera Mati
Seekor harimau sumatera dilaporkan mati di desa penyangga Tanam Nasional Batang Gadis di Mandailing Natal, Sumatera Utara.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MANDAILING NATAL, KOMPAS — Seekor harimau sumatera dilaporkan mati di desa penyangga Taman Nasional Batang Gadis, Desa Rantau Panjang, Kecamatan Muara Batang Gadis, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara. Meskipun kematian harimau sudah lebih dari sepekan, petugas masih dalam perjalanan ke desa yang berjarak 600 kilometer arah selatan Kota Medan itu.
”Kami mendapat laporan dari masyarakat ada seekor harimau sumatera yang mati akibat konflik dengan masyarakat desa penyangga Taman Nasional Batang Gadis (TNBG). Namun, tim kami masih dalam perjalanan menuju desa itu,” kata Kepala Subbagian Tata Usaha Balai TNGB Bobby Nopandry, Minggu (21/6/2020).
Bobby mengatakan, mereka belum bisa mendapat informasi detail karena belum bisa berkomunikasi dengan warga desa akibat tidak ada sinyal telepon seluler di sana. Balai TNBG mendapat informasi kematian harimau tersebut pada Sabtu (20/6/2020) malam. ”Namun, menurut laporan masyarakat, harimau itu telah mati pada Kamis (11/6/2020),” kata Bobby.
Kepala Seksi Pengelolaan TNBG Wilayah III Siti Wahyuna menjelaskan, berdasarkan informasi awal yang mereka terima, harimau masuk ke sekitar wilayah desa yang status lahannya areal penggunaan lain (APL). Desa tersebut berada 8-10 kilometer dari kawasan terdekat TNBG.
Di antara TNBG dan APL tersebut juga terdapat hutan produksi tetap dan hutan produksi terbatas yang ditanami kayu hutan. Semua kawasan itu merupakan kawasan hutan penyangga TNBG. Kondisi hutan TNBG, yang mempunyai luas 72.150 hektar itu, masih cukup bagus, tetapi hutan penyangganya mengalami kerusakan cukup parah.
Siti mengatakan, mereka masih memeriksa kebenaran informasi yang menyebut harimau masuk ke dalam desa. ”Tim dari Balai TNBG, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumut, dan Dinas Kehutanan Sumut pun sedang dalam perjalanan ke desa itu untuk melakukan penyelidikan kematian harimau,” kata Siti.
Berdasarkan foto yang mereka dapat, kata Siti, harimau itu mati dengan kondisi mengenaskan. Sebagian anggota tubuhnya pun sudah diambil. Pada foto tersebut terlihat kulit di kening harimau sudah tidak ada lagi. Bagian tersebut sering hilang diambil warga untuk dijadikan jimat.
Siti mengatakan, konflik harimau dengan masyarakat di desa itu pernah terjadi sekitar tahun 2012 hingga 2013. Namun, setelah itu tidak pernah lagi ada laporan konflik di desa itu.
Dalam catatan Kompas, di desa penyangga TNBG lainnya juga pernah terjadi konflik satwa dengan masyarakat pada Maret 2018. Selama sebulan, warga takut pergi ke ladang karena harimau berkeliaran di sekitar desanya.
Warga akhirnya menangkap dan membunuh harimau itu dengan ditombak. Bangkainya sempat digantung di atas rumah warga.
Kepala Subbagian Data, Evaluasi, Pelaporan, dan Kehumasan BBKSDA Sumut Andoko Hidayat mengatakan, mereka juga belum bisa memberikan keterangan terkait konflik satwa di Desa Rantau Panjang karena tim mereka juga masih dalam perjalanan ke daerah itu. Mereka belum bisa berkomunikasi dengan tim lapangan karena tidak ada sinyal telepon seluler.