Penambahan Kasus di Jabar Masih Fluktuatif, Tes Masif Harus Dilakukan Lebih Gencar
Meskipun indeks reproduksi penularan Covid-19 di Jawa Barat sudah di bawah 1, penambahan kasusnya masih fluktuatif. Tes masif gencar dilakukan agar penularannya tidak meluas.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Meskipun indeks reproduksi penularan Covid-19 di Jawa Barat masih di bawah 1, penambahan kasusnya masih fluktuatif. Tes masif dibutuhkan untuk memetakan persebaran Covid-19
Berdasarkan data Pusat Informasi dan Koordinasi Covid-19 Jabar atau Pikobar yang diperbarui, Selasa (16/6/2020) pukul 19.44, kasus positif di provinsi itu berjumlah 2.662 orang. Terjadi penambahan 207 kasus dalam sepekan terakhir atau rata-rata 29 kasus per hari. Jumlah ini meningkat dibandingkan penambahan kasus rata-rata pekan lalu, yaitu 20 kasus per hari.
”Perlu upaya kolaborasi untuk menekannya. Selain menggencarkan tes masif, kami juga terus menyosialisasikan penerapan protokol kesehatan,” ujar Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 Jabar Daud Achmad di Kota Bandung, Selasa.
Jabar telah melakukan 200.000 tes Covid-19. Rinciannya, 140.000 tes cepat (rapid test) dan 60.000 tes PCR. Daud mengatakan, pihaknya menargetkan 300.000 tes. Jumlah itu setara dengan 0,6 persen dari populasi Jabar, yaitu sekitar 50 juta penduduk.
”Tes masif dibutuhkan untuk memetakan persebaran Covid-19. Setelah diketahui, lokasinya segera dibatasi untuk mencegah penularan,” ujarnya.
Salah satu lokasi yang menjadi sasaran tes masif adalah pasar tradisional. Apalagi, sejumlah pedagang pasar di beberapa daerah di Jabar, seperti Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Cirebon, dan Kabupaten Bogor, telah terjangkit Covid-19.
Jabar telah melakukan 200.000 tes Covid-19. Rinciannya, 140.000 tes cepat (rapid test) dan 60.000 tes PCR.
Untuk mempercepat pemeriksaan, 627 mobil tes Covid-19 dikerahkan mengambil sampel di 700 pasar. Pedagang yang hasil tes cepatnya reaktif akan menjalani tes PCR.
Di lokasi lain yang berpotensi menimbulkan kerumunan, seperti destinasi wisata, pemerintah membatasi waktu operasional dan kapasitas pengunjung. Pengelola wisata wajib menerapkan protokol kesehatan, mulai dari mengukur suhu tubuh pengunjung, menyediakan tempat cuci tangan, hingga mendirikan posko penanganan Covid-19.
Meski tempat kerja dan pusat perbelanjaan sudah kembali dibuka, Daud mengingatkan warga tidak mengabaikan protokol kesehatan. Menurut dia, upaya mengendalikan penyebaran Covid-19 juga bergantung pada kedisiplinan warga.
”Gunakan masker saat di luar rumah. Jauhi kerumunan dan tingkatkan imunitas tubuh dengan mengonsumsi makanan sehat,” ujarnya.
Perbaiki penyaluran bansos
Pembagian bantuan sosial di masa pandemi Covid-19 di Jabar juga menemui sejumlah kendala. Akibatnya, waktu penyalurannya molor dan realisasi anggarannya pun belum optimal.
”Seharusnya 15 Juni sudah selesai penyalurannya. Namun, karena terjadi keterlambatan, data lengkapnya baru bisa disampaikan 19 Juni,” ujar Ketua Divisi Pemberdayaan Aparatur, Non-Aparatur, dan Masyarakat Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 Jabar Dudi Sudradjat Abdurachim.
Selain terkendala verifikasi data penerima bantuan, sejumlah komoditas pangan juga sempat langka di pasaran beberapa hari setelah Lebaran. Imbasnya, penyaluran bansos ke sejumlah daerah, seperti Kabupaten Tasikmalaya, Garut, Sukabumi, dan Bogor, terlambat.
Dudi mengatakan, anggaran bansos tahap pertama di Jabar mencapai Rp 746 miliar. Namun, realisasi penggunaannya baru Rp 159 miliar atau sekitar 21 persen.
”Pembayaran dilakukan setelah selesai penyaluran. Data lengkap penyalurannya baru didapatkan pada 19 Juni,” ujarnya.
Kepala Dinas Sosial Jabar Dodo Suhendar mengakui, masih terdapat sasaran penerima yang terlewat dan data ganda. Pihaknya akan memperbaiki hal itu dalam penyaluran tahap kedua.
”Kami menerima laporan itu dari warga, salah satunya lewat aplikasi Pikobar. Jika ada warga penerima bansos tetapi sebenarnya tidak berhak, kami juga berharap dengan kesadarannya melapor ke petugas,” ujarnya.