Belum genap setengah tahun berjalan, jumlah kasus penjualan satwa dilindungi di Kaltim pada 2020 ini sudah dua kali lipat dibandingkan jumlah kasus setahun penuh pada 2019.
Oleh
SUCIPTO
·3 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Penjualan satwa liar dilindungi kian meningkat di Kalimantan Timur. Bahkan, penjualannya semakin terbuka di media sosial. Belum genap setengah tahun berjalan, jumlah kasus penjualan satwa dilindungi pada 2020 ini sudah dua kali lipat dibandingkan jumlah kasus setahun penuh pada 2019.
Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum LHK) Wilayah Kalimantan mencatat, terdapat empat kasus perdagangan tanaman dan satwa liar di Kaltim hingga Kamis (11/6/2020). Jumlah itu meningkat dua kali lipat dari tahun 2019 yang hanya dua kasus sepanjang tahun.
Dalam dua minggu terakhir, Balai Gakkum LHK Wilayah Kalimantan menyelamatkan 173 ekor satwa dilindungi dari dua kasus jual-beli daring. Pada minggu lalu, seorang tersangka ditangkap karena menjual 167 cucak hijau (Chloropsis sonnerati) secara daring.
”Terakhir, kami menangkap seorang tersangka karena menjual 5 ekor rangkong jambul hitam (Rhabdotorrhinus corrugatus) dan seekor burung elang ikan kepala kelabu (Ichthyophaga ichthyaetus) pada 9 Juni,” kata Kepala Balai Gakkum LHK Wilayah Kalimantan Subhan saat dihubungi dari Balikpapan, Kamis.
Burung rangkong dan elang itu masing-masing dijual Rp 1 juta per ekor. Sementara burung cucak hijau dijual Rp 300.000 per ekor. Tersangka dalam dua kasus terakhir itu sama-sama berdomisili di Samarinda. Namun, satwa yang mereka jual berasal dari luar Samarinda.
Menurut penyidikan awal, burung cucak hijau didapat tersangka dari Berau, burung rangkong dari Kutai Timur, dan elang dari Kalimantan Selatan. Artinya, diduga para tersangka tidak bekerja sendiri dalam melakukan jual-beli satwa dilindungi itu.
Subhan mengatakan, penyidik masih mengembangkan kasus ini untuk mengungkap pihak lain yang terlibat atau mendukung perdagangan satwa langka dan dilindungi itu.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kaltim Sunandar Trigunajasa mengatakan, satwa dilindungi masih diperjualbelikan sebab masih ada konsumennya. Bahkan, satwa dilindungi itu bisa dijual dengan harga tinggi kepada konsumen karena bernilai langka.
Sunandar mengatakan, masyarakat di pedalaman Kaltim sudah sadar bahwa satwa dilindungi tidak bisa ditangkap dan diperjualbelikan. Namun, kerap ada orang-orang dari luar daerah yang rela datang dan mencari binatang tertentu ke pedalaman. ”Jadi, ada oknum masyarakat yang akhirnya mau menangkap satwa dilindungi dengan iming-iming uang. Bahkan, ada juga orang dari luar daerah yang berburu untuk mencari satwa dilindungi,” ujar Sunandar.
Sunandar mengatakan, masyarakat adat di pedalaman sudah sadar pentingnya menjaga hutan dan satwa dilindungi. Sosialisasi pun masih terus dilakukan. Selain sosialisasi, BKSDA juga bekerja sama dengan kepolisian, Balai Gakkum LHK, dan polisi hutan untuk melakukan pengawasan.
Sunandar menekankan kepada masyarakat bahwa satwa-satwa itu yang membantu penyerbukan alami tumbuhan di hutan. Dari kotoran dan sisa makanan satwa di hutan, tumbuhan dan pohon tumbuh alami.
”Ini penting karena manusia merasakan manfaat dari binatang di hutan untuk keseimbangan alam. Itu prosesnya panjang. Oksigen yang dihasilkan oleh pohon itulah salah satu manfaat terbesar bagi manusia,” kata Sunandar.