Diduga Diteror Terkait Diskusi, Dua Mahasiswa Lampung Lapor ke Polisi
Dua mahasiswa Universitas Lampung yang menjadi panitia diskusi terbuka melaporkan teror dan intimidasi yang mereka alami. Berbagai pihak mendesak polisi segera mengusut dan mengungkap pelaku teror tersebut.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS —Dua mahasiswa Universitas Lampung yang menjadi panitia diskusi terbuka melaporkan dugaan teror dan peretasan data yang mereka alami ke Kepolisian Polda Lampung, Kamis (11/6/2020). Berbagai pihak mendesak agar aparat dapat mengungkap kasus intimidasi yang dinilai mengancam kebebasan berpendapat tersebut.
Korban adalah Chairul Rahman Arif (22) narahubung diskusi virtual bertajuk ”Diskriminasi Rasial terhadap Papua” yang diadakan oleh Lembaga Pers Mahasiswa Teknokra dan moderator diskusi Mitha Setiani Asih. Diskusi digelar pada Kamis (11/6/2020) malam.
Chairul menuturkan, dirinya mendapat pesan singkat bernada ancaman melalui aplikasi percakapan teks. Peneror menuding kegiatan diskusi itu sebagai bentuk provokasi masyarakat. Pelaku juga mengirimkan identitas pribadi dan foto Chairul dan menambahkan kalimat ”hati-hati saja nanti di jalan” di bawahnya.
Adapun Mitha menyatakan, akun layanan ojek daringnya diretas. Pelaku melakukan pemesanan makanan hingga puluhan kali. Akibatnya, Mitha pun mendapat komplain dari para pengemudi ojek daring yang menerima pesanan makanan. Peretasan itu bisa ditangani setelah dia menghubungi layanan pusat panggilan ojek daring itu. Selain akun ojek daring, akun media sosialnya juga diretas.
Merasa terancam dengan intimidasi tersebut, kedua mahasiswa itu pun mengadukan dugaan teror dan peretasan yang dialaminya pada Kepolisian Daerah Lampung. Mereka didampingi oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandar Lampung dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandar Lampung.
Pihaknya ingin mengajak masyarakat untuk menghargai keberagaman yang ada di Indonesia.
Chairul menyatakan, panitia tetap menggelar diskusi virtual itu meskipun menghadapi tekanan dari berbagai pihak. Menurut dia, diskusi itu digelar untuk memberikan pandangan terkait isu diskriminasi ras yang menjadi sorotan dunia. Pihaknya ingin mengajak masyarakat untuk menghargai keberagaman yang ada di Indonesia.
Ketua Divisi Advokasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandar Lampung Kodri Ubaidillah menuturkan, pihaknya masih harus melengkapi bukti, antara lain hasil pemeriksaan dari psikiater dan laporan adanya peretasan dari perusahaan ojek daring itu. Dia berharap, aparat dapat memproses dan mengungkap kasus ini.
”Kasus ini menjadi ancaman bagi kebebasan berpendapat di Indonesia,” ujar Kodri. Dia menilai, tidak ada yang salah dengan diskusi yang akan digelar oleh Unit Kegiatan Pers Mahasiswa Teknokra.
Selain dua mahasiswa di Lampung, satu pembicara diskusi, Tantowi Anwari dari Serikat Jurnalisme untuk Keberagaman, juga mengalami intimidasi melalui pesan suara dan teks. Akun ojek daringnya miliknya juga diretas dan saldonya dikuras.
Direktur Eksekutif LBH Bandar Lampung Chandra Muliawan menuturkan, kasus ancaman terhadap aktivis yang memberikan dukungan terhadap Papua bukan kali ini terjadi. Sebelumnya, mahasiswa dari Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) juga mendapat teror saat akan menggelar aksi simpati untuk warga Papua di Bandar Lampung.
Menurut dia, aksi indikasi terhadap aktivis dilakukan dengan pola peretasan data pribadi hingga akun media sosial. Sayangnya, tidak banyak kasus teror yang dilaporkan ke polisi bisa diungkap dengan tuntas. Bahkan, sejumlah kasus tidak dilanjutkan dengan alasan tidak memenuhi unsur tindak pidana.
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandar Lampung Hendry Sihaloho menyatakan, pihaknya mengecam peretasan dan teror terhadap jurnalis mahasiswa yang menjadi panitia diskusi terkait keberagaman tersebut. Dia menilai, hal itu menjadi ancaman bagi kebebasan berpendapat di masyarakat. Pihaknya mendesak agar aparat bisa mengusut kasus tersebut.
Terkait laporan tersebut, Kepala Bidang Humas Polda Lampung Komisaris Besar Zahwani Pandra Arsyad menuturkan, penyidik akan melakukan pemeriksaan awal terhadap kasus tersebut. Apabila memenuhi kriteria tindak pidana, polisi memastikan akan mengusut tuntas kasus tersebut.