Kemunculan Harimau Sumatra di Ladang Resahkan Warga Solok
Kemunculan harimau sumatra (”Panthera tigris sumatrae”) di areal perladangan dalam sebulan terakhir meresahkan warga di Kabupaten Solok, Sumatera Barat.
Oleh
yola sastra
·5 menit baca
PADANG, KOMPAS — Kemunculan harimau sumatra (Panthera tigris sumatrae) di areal perladangan dalam sebulan terakhir meresahkan warga di Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Diduga, harimau itu kesulitan mencari mangsa akibat habitatnya terganggu aktivitas manusia.
Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Barat Resor Konservasi Wilayah (RKW) Solok mencatat, harimau mulai terlihat pada 7 Mei 2020 di Jorong Pinang Sinawa, Nagari Gantuang Ciri, Kecamatan Kubung, Kabupaten Solok. Harimau-harimau itu kemudian muncul di Nagari Jawi-Jawi dan Nagari Koto Gaek, Kecamatan Gunung Talang.
Wali Nagari Gantuang Ciri Hendri Yuda, Rabu (10/6/2020), mengatakan, harimau-harimau itu setidaknya tiga kali menampakkan diri di perladangan nagari itu sejak 7 Mei 2020. Terakhir, dua harimau menampakkan diri pada Minggu (7/6/2020) di Jorong Beringin, Nagari Gantuang Ciri. Dari jejaknya, diperkirakan harimau itu berusia remaja hingga dewasa.
”Dari laporan warga, dua harimau muncul di ladang pada Minggu sekitar pukul 14.00. Kehadirannya disaksikan warga yang sedang bekerja di ladang. Jarak harimau dengan warga sekitar 10 meter. Karena takut, warga bersembunyi di pondok. Adik laki-laki peladang itu juga melihat harimau tersebut ketika tiba di lokasi,” kata Hendri.
Senin (8/6/2020) malam, kata Hendri, seorang warga lain yang menginap di ladang, tidak jauh dari titik terakhir kemunculan harimau, melaporkan kehilangan anjing. Peladang itu menduga anjingnya dimangsa harimau.
Hendri melanjutkan, kejadian ini meresahkan warga, terutama yang beraktivitas di areal perladangan. Sebab, harimau-harimau itu berulang kali menampakkan diri meski sudah diusir. Permukiman warga dengan areal perladangan relatif dekat, sekitar 3 kilometer. Warga khawatir kemunculan harimau itu bisa mencelakai mereka.
Pertengahan Mei 2020, beberapa warga terjebak di areal perladangan, Jorong Beringin. Dari laporan peladang itu, ada tiga harimau yang menghadang mereka ketika hendak pulang. ”Yang tampak persis oleh peladang hanya satu ekor. Namun, dari suara yang terdengar, ada tiga harimau,” ujar Hendri.
Menurut Hendri, kemunculan harimau dalam sebulan terakhir merupakan yang pertama kali di Nagari Gantuang Ciri. Bertahun-tahun sebelumnya, warga tidak pernah melihatnya langsung meski tahu di sekitar lokasi itu ada harimau.
”Sebelumnya, warga tidak pernah melihat harimau secara langsung. Kata urang tuo-tuo (nenek moyang) di kampung, harimau biasanya tidak akan pernah menampakkan belangnya kepada manusia. Baru kali ini harimau menampakkan wujudnya,” ujar Hendri.
Kepala RKW Solok Afrilius mengatakan, harimau sudah beberapa kali menampakkan diri kepada peladang. Berdasarkan jejak yang ditemukan, jumlah harimau berkisar dua-tiga ekor.
”Dua lokasi perladangan tempat temuan harimau sudah masuk dalam kawasan Hutan Lindung Bukit Barisan dan Suaka Margasatwa Barisan,” kata Afrilius. Sisanya, lokasi perladangan tempat temuan harimau berada di kawasan area penggunaan lain (APL).
Berdasarkan catatan RKW Solok, harimau-harimau itu mondar-mandir di tiga nagari yang saling berbatasan. Pada 7-13 Mei 2020, harimau terlihat di Jorong Pinang Sinawa, Nagari Gantuang Ciri. Pada 13-17 Juni 2020, harimau terlihat di Jorong Beringin, Nagari Gantuang Ciri.
Selanjutnya, pada 18 Juni 2020, harimau itu bergeser ke Jorong Pinang Sinawa, Nagari Jawi Jawi, berbatasan dengan Nagari Gantuang Ciri. Pada 26 Mei 2020, jejak harimau ditemukan di Nagari Koto Gaek yang berbatasan dengan Nagari Jawi Jawi.
Pada 3 Juni 2020, jejak harimau itu kembali ditemukan di perladangan Jorong Pinang Sinawa, Nagari Gantuang Ciri. Terakhir, 7 Juni 2020, harimau terlihat di perladangan Jorong Beringin, Nagari Gantuang Ciri.
Menurut Afrilius, sejak adanya temuan, petugas BKSDA bersama warga dan aparat dari lembaga lain sudah berupaya mengusir harimau itu ke hutan. Namun, harimau-harimau itu masih menampakkan diri di perladangan kawasan APL dan diduga memangsa anjing milik peladang.
”Berdasarkan jejak dan verifikasi di lapangan, kami akhirnya memasang perangkap pada Selasa (9/6/2020) karena harimau sudah masuk ke kawasan APL,” ujar Afrilius. Perangkap dipasang di perladangan warga di APL atau kawasan Rimbo Singo-Singo, sekitar 300 meter dari Hutan Lindung Bukit Barisan dan sekitar 800 meter dari Suaka Margasatwa Barisan.
Afrilius melanjutkan, jika tertangkap, harimau itu, menurut rencana, akan direhabilitasi di Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatra di Kabupaten Dharmasraya, Sumbar. Sebab, harimau yang tertangkap biasanya stres. Setelah menjalani rehabilitasi, kemungkinan harimau bakal dilepaskan ke habitat baru yang jauh dari permukiman.
Ditambahkan Afrilius, dari penelaahan di lapangan, kemunculan harimau itu di areal perladangan warga kemungkinan karena kesulitan mencari mangsa atau habitatnya terganggu akibat aktivitas manusia di sekitar lokasi.
Di areal perladangan di APL, hutan lindung, ataupun suaka margasatwa, peladang menggunakan pagar kawat atau jerat. Keberadaan pagar itu bisa menjerat harimau dan melukai mereka. Pagar itu bisa pula menjerat dan melukai mangsa harimau sehingga harimau kekurangan makanan. Selain itu, aktivitas manusia rentan menganggu habitat harimau.
Di areal perladangan di APL, hutan lindung, ataupun suaka margasatwa, peladang menggunakan pagar kawat atau jerat. Keberadaan pagar itu bisa menjerat harimau dan melukai mereka.
Warga pun diimbau tidak menggunakan pagar kawat dan tidak mengganggu habitat harimau. Harimau sumatra, kata Afrilius, merupakan hewan dilindungi dan aset negara. Manusia dan satwa harus bisa hidup berdampingan.
Direktur Walhi Sumbar Uslaini berpendapat, ada dua faktor terjadinya konflik harimau dan manusia. Pertama, kawasan hutan yang merupakan ruang hidup dan koridor perlintasan harimau semakin sempit dan menghilang akibat deforestasi untuk tujuan pembangunan, permukiman, dan perladangan. Kedua, aktivitas manusia semakin mendekati ruang hidup harimau.
”Banyak kawasan yang sudah dibuka untuk kegiatan non-kehutanan. Besar kemungkinan manusia bertemu harimau atau harimau masuk ke perladangan dan permukiman karena wilayah jelajah harimau untuk mencari makanan semakin terbatas,” kata Uslaini.
Menurut Uslaini, konflik harimau dan manusia di Kabupaten Solok ini harus menjadi perhatian semua pihak. Aktivitas pembangunan dan masyarakat jangan sampai mempersempit dan menghilangkan ruang hidup satwa. Apalagi harimau sumatra punya wilayah jelajah yang sangat luas untuk menemukan pasangan dan makanan untuk bertahan hidup.