Demonstrasi Tuntut Pembebasan Terdakwa di Jayapura Berjalan Damai
Unjuk rasa di Jayapura, Papua, menuntut pembebasan ketujuh terdakwa kasus makar yang disidangkan di Balikpapan, Kalimantan Timur, berlangsung damai.
Oleh
FABIO COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Sekelompok warga yang menamakan diri Posko Pelajar dan Mahasiswa Eksodus Papua menggelar unjuk rasa di Kota Jayapura, Papua, Rabu (10/6/2020). Aksi yang menuntut pembebasan ketujuh terdakwa kasus makar yang disidangkan di Balikpapan, Kalimantan Timur, itu berlangsung damai.
Unjuk rasa tersebut diikuti sekitar 50 orang di daerah Abepura. Koordinator aksi, Kaitinus Ikinia, menyerahkan pernyataan sikap kepada Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Timotius Murib. Sejumlah poin dalam pernyataan sikap itu adalah menyatakan adanya upaya penegakan hukum yang rasis terhadap ketujuh terdakwa dan meminta Presiden Joko Widodo membebaskan para terdakwa tanpa syarat.
”Massa hanya menyampaikan aspirasinya di Abepura. Kami mengawal kegiatan ini hingga tuntas sekitar pukul 14.00 WIT. Situasi di Jayapura masih kondusif seperti biasanya,” kata Kepala Subbagian Humas Polresta Jayapura Ajun Komisaris Jahja Rumra.
Ketua MRP Timotius Murib mengatakan, pihaknya telah menerima aspirasi dari para pemuda yang meminta pembebasan ketujuh terdakwa tersebut. MRP akan menyampaikan aspirasi ini kepada pemerintah pusat.
”Kami meminta waktu selama 14 hari kepada para pengunjuk rasa untuk menindaklanjuti aspirasi ini. MRP akan berkoordinasi dengan kuasa hukum para terdakwa,” tutur Timotius.
Tujuh terdakwa kasus makar itu disidangkan di Pengadilan Negeri Balikpapan. Mereka adalah Fery Kombo, Alexander Gobay, Hengki Hilapok, Buchtar Tabuni, Irwanus Uropmabin, Steven Itlay, dan Agus Kossay.
Irwanus Uropmabin dan Hengki Hilapok dituntut 5 tahun penjara, Alexander Gobay dituntut 10 tahun penjara, Fery Kombo dituntut 10 tahun penjara, dan Buchtar Tabuni dituntut 17 tahun penjara. Sementara Steven Itlay dan Agus Kossay dituntut masing-masing 15 tahun penjara.
Adrianus Tomana, selaku jaksa penuntut umum dalam kasus ini, mengungkapkan, pihaknya memiliki seluruh bukti video, foto, dan pengakuan dari para terdakwa bahwa terlibat upaya makar ketika terjadi unjuk rasa di Jayapura pada 29 Agustus 2019. ”Salah satu akibat provokasi mereka yakni pembakaran bendera Merah Putih dalam aksi unjuk rasa di Jayapura. Mereka menggantinya dengan bendera bintang kejora,” ujar Adrianus.
Sementara itu, Pelaksana Harian Asisten Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Papua Alexander Sinuraya mengatakan, seluruh terdakwa dikenai Pasal 106 KUHP tentang makar sesuai dengan fakta persidangan serta telah memenuhi unsur dua barang bukti.
”Tingginya tuntutan terhadap Buchtar, Agus, dan Steven Itlay karena sudah berulang kali terlibat aksi makar. Sementara Alexander dan Fery terkait upaya mereka mengerahkan mahasiswa dalam aksi bersama Komite Nasional Papua Barat dan United Liberation Movement for West Papua dalam unjuk rasa yang berujung kerusuhan di Jayapura itu,” kata Alexander.
Ia pun meminta masyarakat di Papua jangan menyamakan kasus rasisme di Surabaya dengan perbuatan ketujuh terdakwa tersebut. ”Perbuatan ketujuh terdakwa ini bukanlah pidana biasa. Mereka sebagai auktor intelektualis yang memprovokasi massa untuk melawan negara. Karena itu, kami berharap masyarakat bisa memahami langkah penegakan hukum dalam kasus ini,” tutur Alexander.