Bangun Karantina Berkaraoke, Pemprov Sultra Dianggap Boros
Anggaran penanganan Covid-19 di Sultra terkesan boros dan tidak tepat sasaran. Selain penyuluhan dengan anggaran belasan miliar rupiah, bangunan karantina juga dilengkapi dengan fasilitas karaoke.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Pembangunan fasilitas karantina dengan berbagai fasilitas, termasuk ruang karaoke, dianggap menambah deret pemborosan dan ketidakberpihakan anggaran penanganan Covid-19 di Sulawesi Tenggara. Berbagai program fisik dan penyuluhan yang tidak mendesak dikedepankan. Di satu sisi, anggaran bantuan tunai ke masyarakat belum juga sampai.
Di area kantor Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Sultra, pembangunan dan rehabilitasi gedung karantina sedang dilakukan, Rabu (10/6/2020). Pekerja terlihat terus melakukan pembangunan, baik di area depan maupun belakang kantor. Selain guest house, juga ada pembangunan pagar, gapura, dan pos jaga Rp 866 juta sesuai yang tercetak di papan proyek. Di area karantina ini rencananya juga dilengkapi fasilitas karaoke dengan nilai keseluruhan pembangunan senilai Rp 3,8 miliar.
Ketua Pusat Kajian dan Advokasi Hak Asasi Manusia (PuspaHAM) Sultra Kisran Makati menyampaikan, apa yang sedang dilakukan Pemprov Sultra menunjukkan ketidakberpihakan terhadap masyarakat kecil. Sebab, anggaran fisik dan program tidak begitu penting lebih dikedepankan dibanding terbantunya semua masyarakat.
”Menyiapkan ruangan isolasi itu bagus, tetapi disesuaikan dengan kebutuhan saja. Apalagi menambah-nambah item paket, seperti pagar, paving blok, drainase, dan ruangan karaoke,” kata Kisran. ”Anggaran refocusing banyak dialihkan ke paket-paket fisik dan penyuluhan. Ini mubazir, tidak efektif, dan berpotensi terjadinya penyelewengan.”
Anggaran refocusing banyak dialihkan ke paket-paket fisik dan penyuluhan. Ini mubazir, tidak efektif, dan berpotensi terjadinya penyelewengan.
Yusuf Talama, perwakilan Aliansi Transparansi Covid-19 Sultra, menuturkan, alokasi penanganan Covid-19 tidak berbeda dengan pola penganggaran sebelumnya, yang mengutamakan belanja pemerintah, dari kebutuhan masyarakat. Alokasi terkesan hanya menghambur-hamburkan anggaran dan sangat mungkin diselewengkan.
”Patut dicurigai jika alokasi itu hanya menjadi bancakan dan sangat rawan penyelewengan. Oleh karena itu, semua data harus dibuka sejelas-jelasnya,” katanya. Aliansi Transparansi Covid-19 terdiri dari sejumlah organisasi profesi, lembaga nonprofit, dan individu yang konsen dengan isu sosial di Sultra.
Kepala BPSDM Nur Endang Abbas menjabarkan, pembangunan yang dilakukan penting untuk menjadi lokasi karantina warga yang terdeteksi terdampak virus. Bangunan guest house itu diperuntukkan tenaga medis yang akan bertugas, gudang untuk menyimpan barang, dan beberapa rehabilitasi lainnya.
Pembangunan pagar, tutur Endang, diperlukan sebagai antisipasi keamanan di lokasi karantina. Pagar mencegah orang luar masuk, sekaligus mengantisipasi warga yang dikarantina tidak keluar dari area kantor seluas 6,2 hektar. Oleh karena itu, pagar yang juga bagian dalam refocusing anggaran ini tetap penting. Pelaksanaan proyek dilakukan oleh kontraktor dengan sistem penunjukan langsung untuk mempercepat pembangunan.
Kantor BPSDM, Endang melanjutkan, memang ditunjuk sebagai lokasi karantina warga yang masuk dalam kategori ODP, dan PDP. Hal tersebut sesuai instruksi Menteri Dalam Negeri yang mengarahkan semua kantor BPSDM menjadi lokasi karantina. Bangunan karantina mandiri di Sultra juga ada di sejumlah lokasi, yang dibangun oleh Dinas Cipta Karya sebesar Rp 15 miliar.
”Tapi kondisi kantor kita di sini, kan, kurang layak. Makanya dibangun gedung, perbaikan, penambahan fasilitas, hingga pembangunan pagar. Juga ada ruang tamu dengan fasilitas karaoke agar pasien tidak stres. Targetnya bulan depan sudah bisa dipakai ketika semua selesai. Jadi, tidak benar kalau dibilang akal-akalan,” ucap Endang.
Selain di BPSDM, anggaran lain yang menjadi sorotan, yakni penyuluhan Covid-19. Anggaran penyuluhan di tiga dinas Provinsi Sultra sebesar Rp 14,2 miliar. Nilai ini setara dengan 40.922 paket bantuan sembako berharga Rp 347.000 per paket yang dibagikan Dinas Sosial Sultra ke warga. Anggaran penyuluhan tersebar di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Kesehatan, serta Dinas Komunikasi dan Informasi.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sultra Asrun Lio menuturkan, alokasi penyuluhan ini telah mulai digunakan sesuai peruntukan. Penyuluhan terbagi dalam beberapa kegiatan, yaitu enam kali talk show hingga kerja sama media.
”Ini juga sudah melalui asistensi inspektorat dan tim terpadu. Kalau dibilang pemborosan tentu sudah dihentikan,” kata Asrun.
Pemprov Sultra mengalokasikan Rp 400 miliar untuk penanganan Covid-19. Sebanyak Rp 83,4 miliar dianggarkan untuk bantuan tunai, Rp 75 miliar dana tidak terduga, dan Rp 241 miliar untuk program yang tersebar di 27 dinas.
Meski demikian, hingga pekan ini, bantuan tunai ke masyarakat belum juga sampai. Padahal, anggaran penanganan Covid-19 harus diprioritaskan pada tiga sektor, yaitu jaringan pengaman sosial, pemulihan ekonomi, dan fasilitas kesehatan.
Kepala Dinas Sosial Sultra Armunanto menyampaikan, pihaknya telah mendata sebanyak 50.500 keluarga miskin untuk menjadi penerima manfaat bantuan tunai. Setiap keluarga akan mendapatkan bantuan senilai Rp 500.000, untuk sekali pemberian. ”Saat Ini dalam tahap pembukaan rekening di Bank Pembangunan Daerah Sultra. Kami target pekan ini sudah selesai dan bisa segera ditransfer.”
Wakil Ketua DPRD Sultra Mohammad Endang mengungkapkan, pihaknya bingung dengan pola alokasi, distribusi, hingga realisasi penanganan Covid-19 di Sultra. Sebab, pada dasarnya penanganan pandemi yang seharusnya difokuskan di tiga sektor, yaitu kesehatan, ekonomi, dan sosial, tidak perlu dilebarkan kemana-mana.
”Apa pertimbangannya alokasi anggaran dikelola ke 27 SKPD? Seharusnya anggaran itu jelas untuk kesehatan, ekonomi, dan bantuan sosial. Itu saja fokusnya, tidak usah kemana-mana. Tapi faktanya, anggaran itu malah ada yang ke dinas Catatan Sipil, atau Kesbangpol. Di mana letak urgensinya?” Tutur Endang.