Lagi, Pekerja Migran di Kapal China Lompat ke Laut
Dua pekerja migran Indonesia menyelamatkan diri dari kapal ikan berbendera China dengan lompat ke Selat Malaka. Terungkapnya kerja paksa di kapal asing ini merupakan peristiwa yang keenam dalam delapan bulan terakhir.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
TANJUNG BALAI KARIMUN, KOMPAS — Dua pekerja migran Indonesia menyelamatkan diri dari kapal ikan berbendera China dengan melompat ke Selat Malaka, Jumat (5/6/2020). Terungkapnya kerja paksa di kapal asing merupakan peristiwa yang keenam dalam delapan bulan terakhir.
Dua orang itu adalah Reynalfi Sianturi (22) asal Pematang Siantar, Sumatera Utara, dan Andri Juniansyah (30) asal Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Reynalfi telah bekerja di kapal asing itu selama tujuh bulan. Sementara Andri baru lima bulan. Sejak pertama bekerja, mereka tidak pernah diizinkan turun ke darat.
Kepala Polres Karimun Ajun Komisaris Besar Muhammad Adenan, Senin (8/6/2020), mengatakan, dua anak buah kapal Lu Qing Yuan Yu 901 itu bertahan mengambang di laut selama tujuh jam. Mereka lantas diselamatkan nelayan lokal di perairan sekitar Pulau Karimun Kecil yang berbatasan dengan Singapura pada Sabtu (6/6/2020) dini hari.
”Mereka nekat melompat karena tidak tahan perlakuan di kapal asing berbendera China tersebut. Sebelumnya mereka dijanjikan bekerja di Korea Selatan dengan upah Rp 50 juta per bulan, tetapi ternyata (justru) dipekerjakan di kapal penangkap ikan,” kata Adenan.
”Sebenarnya kami mengajak juga orang Indonesia yang lain. Namun, mereka takut mati. Kalau kami memang sudah tidak tahan. Lebih baik mati loncat ke laut daripada terus-menerus dipaksa bekerja di kapal itu,” ujar Andri.
Mereka berdua merencanakan kabur dengan lompat ke laut sejak tiga hari sebelumnya, saat mengintip alat navigasi yang menunjukkan posisi kapal mereka berada di Selat Malaka, mendekati Singapura. Para WNI yang lain ikut membantu mereka melarikan diri dengan mengawasi pergerakan mandor kapal.
Malam itu, cuaca gerimis dan ombak tinggi. Saat melompat, Andri membawa ban pelampung dan Reynalfi mengenakan rompi pelampung. Nelayan yang menyelamatkan mereka, Tengku Azhar (35), mengatakan, saat ditemukan mereka berdua berpelukan dengan kondisi sudah setengah tidak sadar.
”Yang orang dari NTB itu sudah hampir tenggelam, tetapi temannya merangkul dan terus berenang ke arah pulau. Waktu saya tanya, ternyata mereka sudah janji harus tetap bersama sampai mati,” ujar Azhar.
Yang orang dari NTB itu sudah hampir tenggelam, tetapi temannya merangkul dan terus berenang ke arah pulau. Waktu saya tanya, ternyata mereka sudah janji harus tetap bersama sampai mati.
Peristiwa keenam
Koordinator Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Mohammad Abdi Suhufan mengatakan, peristiwa ini merupakan yang keenam dalam delapan bulan terakhir. Pada November 2019-Juni 2020, DFW mencatat ada 30 WNI yang menjadi korban kekerasan saat bekerja di kapal China dengan rincian 7 orang meninggal, 3 orang hilang, dan 20 orang selamat.
Menurut Abdi, tata kelola perekrutan, pelatihan, dan penempatan pelaut perikanan Indonesia perlu disatukan menjadi satu pintu. Saat ini, Kementerian Perhubungan, Kementerian Ketenagakerjaan, dan pemerintah daerah sama-sama bisa mengeluarkan izin perekrutan dan penempatan awak kapal.
Padahal, dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran sudah diamanatkan akan dibuat peraturan lebih teknis berupa peraturan pemerintah. Di sana akan diberikan kewenangan penuh kepada Kementerian Ketenagakerjaan soal perekrutan dan penempatan awak kapal niaga dan perikanan ke luar negeri.
”Sekarang rencana peraturan pemerintahnya masih dalam proses harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM, tetapi hingga kini belum disetujui,” kata Abdi.
Peristiwa ini merupakan yang keenam dalam delapan bulan terakhir. Pada November 2019-Juni 2020, DFW mencatat ada 30 WNI yang menjadi korban kekerasan saat bekerja di kapal China dengan rincian 7 orang meninggal, 3 orang hilang, dan 20 orang selamat.
Ia mengatakan, Reynalfi dan Andri merupakan korban kerja paksa dan perdagangan orang. Mereka ditipu agen penyalur ilegal yang tidak terdaftar di Kementerian Ketenagakerjaan ataupun Kementerian Perhubungan. ”Kami sudah mengirim surat kepada Badan Reserse Kriminal Polri untuk menyelidiki kasus ini,” ujar Abdi.
Adenan menambahkan, kini kasus dugaan tindak perdagangan orang tersebut telah dilimpahkan kepada Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Kepulauan Riau. ”Kepolisian akan menindaklanjuti hal ini agar kasus serupa kepada WNI yang bekerja di kapal asing tidak terulang lagi,” ujarnya.