Protokol Kesehatan dan Sanksi Jadi Prioritas Kajian ”Normal Baru” di DIY
Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta tengah mempertimbangkan penerapan ”normal baru” di daerah tersebut. Protokol kesehatan perlu diberlakukan secara disiplin oleh semua elemen masyarakat.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta mempertimbangkan penerapan ”normal baru” pada segala bidang di wilayah tersebut. Salah satu kuncinya adalah kedisiplinan semua elemen warga menerapkan protokol kesehatan. Pihak yang melanggar protokol terancam sanksi.
Sekretaris Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Kadarmanta Baskara Aji mengungkapkan, penerapan normal baru dipertimbangkan setelah melihat kondisi wabah yang baru akan rampung dalam waktu panjang. Di satu sisi, sumber daya pemerintah memberikan bantuan sosial terbatas. Masyarakat juga perlu melakukan aktivitas ekonomi untuk memenuhi kebutuhannya.
Penerapan normal baru direncanakan berlangsung mulai Juli 2020. Hal itu diperhitungkan Pemerintah DIY dengan melihat skema bantuan sosial yang hanya diberikan hingga Juni 2020.
”Bagaimana setidaknya agar pada Juli, masyarakat sudah bisa beraktivitas secara ekonomi. Saya kira, kalau berkepanjangan terus, masyarakat dan pemerintah akan kesulitan. APBD terbatas, APBN terbatas, masyarakat juga kesulitan jika menerima bantuan, tapi tidak bisa beraktivitas secara ekonomi,” tutur Aji, di Kompleks Kantor Gubernur DIY, Yogyakarta, Jumat (22/5/2020).
Aji menegaskan, kendati aktivitas masyarakat berlangsung kembali seperti biasanya, protokol kesehatan tetap diutamakan. Masyarakat diminta menyesuaikan diri dengan protokol kesehatan tersebut agar terhindar dari penularan penyakit. Pembatasan fisik dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) harus terus digencarkan.
Standar operasional dalam penerapan normal baru itu masih disusun jajaran Pemerintah DIY. Adapun standar operasional tersebut akan menyangkut berbagai sektor kehidupan, mulai dari kesehatan pendidikan, ekonomi, sosial, hingga pariwisata. Hal yang disiapkan itu termasuk sanksi bagi pihak yang melanggar pemberlakuan standar operasional tersebut.
Masyarakat diminta menyesuaikan diri dengan protokol kesehatan tersebut agar terhindar dari penularan penyakit.
”Misalnya, mal pada saatnya nanti akan beroperasi seperti biasa. Apabila jalan-jalan atau berkumpul tidak mengenakan masker, maka ada sanksinya. Sanksi bisa diberikan kepada pemberi layanan atau pengelola mal. Misalnya, tidak tertib dapat peringatan sementara, lalu diberhentikan sementara. Saat ini, itu semua masih dirumuskan,” ujar Aji.
Ketua Pelaksana Tim Percepatan Partisipasi Masyarakat Penanggulangan Pandemi Covid-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Andrianto Purnawan mengatakan, protokol kesehatan ketat wajib diberlakukan apabila normal baru benar-benar diterapkan. Masyarakat akan menyesuaikan diri dengan kebiasaan perilaku hidup bersih dan sehat serta menjaga jarak. Dengan demikian, pencegahan akan kian efektif diterapkan.
Sementara itu, penambahan kasus positif Covid-19 masih terus terjadi di DIY. Juru Bicara Pemerintah DIY untuk Penanganan Covid-19 Berty Murtiningsih menyampaikan, pada Jumat sore, terdapat penambahan kasus positif sebanyak lima kasus. Dengan tambahan itu, total jumlah kasus positif mencapai 220 kasus di DIY.
Dengan catatan kasus itu, Andrianto menilai, sejauh ini, perkembangan kasus masih terkontrol di DIY. Artinya, jumlah pasien masih di bawah ketersediaan ruang isolasi. Kondisi ini harus dijaga agar rumah sakit yang tersedia tidak berfokus menangani Covid-19 saja, tetapi juga bisa menangani pasien dengan penyakit lain.
Menanggapi hal tersebut, Aji menyebutkan, apabila jumlah ruang isolasi dari semua rumah sakit di DIY tidak mencukupi, Pemerintah DIY bakal berupaya menambahnya. Saat ini, 80 persen ruang isolasi di DIY sudah digunakan.
”Tetapi, harapannya, semakin banyak yang sembuh. Kami juga mengupayakan pasien dengan gejala ringan agar dirawat di tempat-tempat karantina. Jadi, pengobatan tidak harus di rumah sakit jika memang tidak bergejala berat,” ucap Aji.