Program ”Food Estate” di Kalteng Jangan Sampai Timbulkan Bencana Baru
Lahan seluas 300.000 hektar di Kalimantan Tengah disiapkan untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional selama masa pandemi Covid-19.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Acih (49) menam bibit padi saat memulai musim tanam di lahan persawahan Ciherang Gede, Desa Ciherang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (27/3/2020).
PALANGKARAYA, KOMPAS — Lahan seluas 300.000 hektar di Kalimantan Tengah disiapkan untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional selama masa pandemi Covid-19. Lahan tersebut disiapkan sejak lama sebagai bentuk program pertanian atau food estate. Namun, pemerintah dinilai perlu memperhatikan dampak konflik sosial hingga kebakaran hutan dan lahan.
Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikulturan, dan Peternakan Kalteng Sunarti membenarkan hal tersebut. Menurut dia, lahan seluas 300.000 hektar memang disiapkan untuk food estate. Namun, jika semuanya disetujui pemerintah pusat, total lahan untuk pertanian sebesar 663.287 hektar.
”Tetapi, itu masih harus menunggu izin investasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dulu, baru bisa dilaksanakan atau dikerjakan,” kata Sunarti saat dihubungi di Palangkaraya, Rabu (29/4/2020).
Gubernur Kalimantan Tengah Sugianto Sabran dan beberapa pejabat daerah memanen perdana padi di lahan marjinal di Kelurahan Tanjung Pinang, Kota Palangkaraya, Kalteng, Minggu (3/11/2019).
Sunarti menjelaskan, pengelolaan lahan seluas 300.000 hektar atau hampir lima kali luas DKI Jakarta itu menurut rencana akan menggunakan pola kerja sama dengan kesatuan pengelolaan hutan (KPH) yang ada di Kalteng. Lahan itu hanya digunakan untuk menanam padi.
Ia menambahkan, pemerintah pusat akan memanfaatkan lahan itu untuk memenuhi kebutuhan pangan di Indonesia pada masa pandemi wabah mematikan yang kian meluas dan melebar dampaknya ini.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi Kalteng mengajukan program food estate atau pencadangan pangan kepada pemerintah pusat pada awal Februari 2017 dengan luas lahan mencapai 663.287 hektar. Rinciannya, 300.000 hektar untuk padi organik di Kabupaten Pulang Pisau, Kapuas, dan Kota Palangkaraya, lalu 273.387 hektar untuk tebu di Barito Utara, Barito Selatan, dan Barito Timur.
Sementara 40.000 hektar untuk singkong di Kabupaten Seruyan, 20.000 hektar untuk cokelat di Barito Selatan dan Barito Utara, serta 20.000 hektar untuk menanam bambu di Kabupaten Seruyan, juga 10.000 hektar untuk peternakan sapi.
Kondisi sekitar Dusun Babugus dan Sanggar, Kecamatan Mantangai, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah, Jumat (19/9/2014). Meskipun imbauan telah disebarluaskan, kebakaran lahan gambut dan hutan terus terjadi. Berdasarkan satelit NOAA-18, hingga 18 September 2014 ada 2.668 titik panas di Kalteng.
Namun, program itu tidak langsung disetujui pemerintah pusat. Baru kali ini menurut rencana Presiden Joko Widodo memerintahkan BUMN segera membuka lahan baru untuk antisipasi krisis pangan di Indonesia.
Melihat hal tersebut, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalteng Dimas Novian Hartono mengungkapkan, proses pembukaan kawasan hutan skala besar akan menimbulkan kerusakan lahan. Apalagi, dari peta lahan, 300.000 hektar tersebut berada di kawasan gambut dalam.
”Membuka lahan gambut akan menambah kerusakan ekosistem, terbukti sejak 2015 sampai sekarang kebakaran terus terjadi. Ini harus dipertimbangkan oleh pemerintah,” kata Dimas.
Dimas menambahkan, pemberian izin untuk alih fungsi lahan ke sektor perkebunan skala besar, pertambangan, dan termasuk food estate akan berdampak pada hilangnya kemandirian masyarakat, petani, dan peladang.
Membukan lahan gambut akan menambah kerusakan ekosistem, terbukti sejak 2015 sampai sekarang kebakaran terus terjadi.
”Banyak wilayah di Kalteng tidak bisa jadi lumbung pangan karena pemberian lahan ke korporasi, padahal potensinya besar sekali,” ujarnya.
Ia mengatakan, kedaulatan pangan bisa terwujud jika lahan pertanian dikelola langsung oleh masyarakat di daerah serta ada pengakuan wilayah-wilayah pangan dan kemandirian petani tanpa gangguan.
”Kalaupun (food estate) tetap dilakukan, semoga saja tidak gagal seperti yang lalu-lalu sehingga menimbulkan bencana lain,” ucapnya.
Kompas/Bahana Patria Gupta
Petugas memasukkan beras ke dalam plastik di Convention Hall, Kota Surabaya, Jawa Timur, Minggu (26/4/2020).