Penangkapan terduga terorisme di Surabaya, Jawa Timur, Kamis (24/4/2020), menyalakan peringatan adanya potensi kejahatan radikalisme dan terorisme dalam masa pandemi virus korona baru.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·2 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Tim Detasemen Khusus 88 Antiteror menangkap seorang lelaki di kantor usaha pengiriman barang atau ekspedisi di Jalan Kunti, Sidotopo, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (23/4/2020). Penangkapan ini terkait dugaan keterlibatan lelaki dimaksud dalam kasus terorisme.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Jawa Timur Komisaris Besar Trunoyudo Wisnu Andiko membenarkan adanya penangkapan itu. ”Namun, kami tidak bisa memberikan informasi lebih jauh sebab merupakan kewenangan Densus,” katanya.
Trunoyudo membenarkan bahwa penangkapan terjadi pada Kamis menjelang pukul 09.30 WIB. Lokasi penangkapan adalah kantor usaha ekspedisi dengan inisial SMD. Yang ditangkap seorang lelaki berinisial JHR yang tercatat dalam kartu tanda penduduk beralamat di Ngebrug, Malang.
”Betul ada barang bukti yang disita,” kata Trunoyudo. Barang bukti dimaksud disita dari terduga ialah 2 pistol FN, 1 senapan, dan lebih dari 100 amunisi (peluru).
Penangkapan di Sidotopo kemungkinan besar merupakan kelanjutan dari operasi sebelumnya. Pada Sabtu (11/4), Densus 88 menangkap dua lelaki, kakak adik, berisial EAL dan ZR, di Jalan Raya Seimbang, Kebunagung, Sidoarjo. Tim menggeledah tempat tinggal mereka di Kebunagung dan menyita pistol dan senapan rakitan serta 300 peluru.
Menurut Mabes Polri, EAL dan ZR terkait dengan organisasi teror Jamaah Ansharut Daulah. Mereka diyakini terlibat jaringan itu saat penangkapan lima terduga teroris di Batang, Jawa Tengah, Rabu (25/3). Penangkapan di Jateng membuat EAL dan ZR menyingkir ke Jatim. Mereka sempat menyewa pemondokan di Rungkut Lor, Surabaya, kemudian pindah ke Kebunagung, Sidoarjo.
Ketua Forum Komunikasi Pencegahan Terorisme Jatim Hesti Armiwulan mengatakan, kewaspadaan aparatur dan masyarakat terhadap gejala radikalisme dan terorisme harus tetap tinggi meski saat ini sedang terpukul oleh pandemi virus korona baru.
Yang patut menjadi perhatian adalah upaya membenturkan kebijakan pemerintah dalam penanganan Covid-19 dengan kepentingan masyarakat. (Hesti Armiwulan)
Menurut Hesti, dosen Fakultas Hukum Universitas Surabaya, sel-sel radikalis teroris tidak berhenti bergerak. Sel-sel memanfaatkan ”kelengahan” aparatur dan publik yang terkonsentrasi untuk menangani wabah. Sel-sel mencoba terus menghidupkan komunikasi untuk menciptakan keresahan dan ketakutan.
Yang patut menjadi perhatian adalah upaya membenturkan kebijakan pemerintah dalam penanganan Covid-19 dengan kepentingan masyarakat. Sel-sel radikalis teroris akan mencoba memengaruhi publik lewat ajakan di media sosial untuk melawan apa pun keputusan pemerintah. Dengan demikian, masyarakat dipengaruhi dan bisa saja terprovokasi untuk berbuat kejahatan.