Bertepatan dengan Hari Kartini, 21 April dan menjelang Hari Bumi, 22 April, enam perempuan Kendeng hendak mengingatkan pemilik tambang akan pentingnya kelestarian lingkungan. Aksi itu ditentang.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
PATI, KOMPAS — Aksi enam perempuan Kendeng yang mendatangi sejumlah lokasi penambangan batu kapur di Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Selasa (21/4/2020), dihadang sekelompok orang. Sempat ada ketegangan dan perlakuan tak mengenakkan yang diterima peserta aksi.
Enam perempuan itu tergabung dalam Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK). Mereka membawa poster bertuliskan seruan untuk melindungi bumi dengan menghentikan penambangan. Keenamnya beraksi di depan. Ikut juga 21 orang lainnya, laki-laki, yang di antaranya petani.
Selain itu, saat ini juga sedang masa pandemi (Covid-19), maka mohon untuk berhenti operasi produksinya. Mereka meminta agar semua bisa menjaga alam. Sumber pangan dan sumber air yang berkelanjutan harus diperhatikan. (Syamsuddin Arif)
Syamsuddin Arif dari YLBHI-Lembaga Bantuan Hukum Semarang, mewakili JMPPK, mengatakan, para peserta aksi ingin bertemu pemilik tambang. Bertepatan dengan Hari Kartini, 21 April dan menjelang Hari Bumi, 22 April, mereka bermaksud mengingatkan pentingnya kelestarian lingkungan.
”Selain itu, saat ini juga sedang masa pandemi (Covid-19), maka mohon untuk berhenti operasi produksinya. Mereka meminta agar semua bisa menjaga alam. Sumber pangan dan sumber air yang berkelanjutan harus diperhatikan,” kata Arif, Selasa malam.
Arif menuturkan, aksi dimulai pukul 11.30 di salah satu titik lokasi tambang di Desa Wegil, Sukolilo. Pada pukul 12.20, mereka bergeser ke titik penambangan di Desa Baleadi, Sukolilo. Di sana mereka dihadang oleh sekelompok orang yang mempertanyakan dan menentang aksi itu.
Kejadian itu terekam dalam video yang tersebar di media sosial. Tampak sejumlah pria menyentak para peserta aksi, termasuk kepada para perempuan di baris depan. Beberapa di antaranya bernada ancaman. Sekelompok orang itu berkata, penambangan jadi mata pencarian mereka sehingga tak terima jika ditutup begitu saja.
Dalam cekcok tersebut, ada dorongan. Sekelompok orang itu kemudian melarang mereka pergi dan ingin permasalahan tuntas lebih dulu.
Sekelompok orang
Menurut Arif, para peserta aksi ditahan sekelompok orang yang menghadang dan baru dapat keluar sekitar pukul 14.00. Mereka bisa keluar setelah petugas dari Polsek Sukolilo datang. ”Kondisinya aman (baik), tidak ada yang luka-luka,” katanya.
Aksi tersebut dimulai pada Minggu (19/4/2020) dengan mendatangi setiap lokasi tambang di Sukolilo. Itu untuk mengingatkan agar penambangan dihentikan demi kelestarian alam. ”Aksi peringatan Hari Bumi ditutup (Selasa) malam ini dengan brokohan,” kata Koordinator JMPPK, Gunretno.
Saat dikonfirmasi, Kepala Desa Baleadi, Suhardi, membenarkan bahwa kejadian tersebut memang terjadi di desanya. Saat ia mengecek ke lokasi tersebut, sudah tidak ada warga atau peserta aksi yang ditahan.
Mengenai lokasi penambangan di desanya tersebut, kata Suhardi, dipastikan sudah berizin. ”Itu milik pribadi, tetapi milik warga Desa Kedungwinong. Pekerja asli dari Desa Baleadi hanya sekitar lima orang,” katanya.
Selama ini penambangan di Pegunungan Kendeng Utara masih terjadi. Dari pantauan pada Desember 2019, sejumlah lokasi tambang berada di beberapa wilayah di Sukolilo, Pati. Tampak alat beroperasi di sana.
Sebelumnya, Kepala Seksi Geologi, Mineral, dan Batubara BP3ESDM Jateng Wilayah Kendeng Muria, Rival Gautama, menuturkan, hingga Desember 2019, terdapat perusahaan tambang berizin dan dua perusahaan yang sedang dalam proses perizinan. Namun, ada 3-5 pelaku penambangan tak mengantongi izin (Kompas, 12/12/2019).
Terkait penambangan berizin, ia memastikan lokasinya di luar Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK) Sukolilo. ”Sementara yang tidak berizin sudah di luar kewenangan kami. Yang tidak berizin sebenarnya tak setiap hari beroperasi karena menyangkut pasar. Saat tidak ada permintaan, tidak ada penambangan,” lanjutnya.