Lindungi Warga di Daerah Operasi Pemberantasan Terorisme di Poso
Pembunuhan warga sipil oleh kelompok Mujahidin Indonesia Timur di Poso, Sulteng, kembali terjadi. Aparat harus memprioritaskan perlindungan terhadap warga sipil di tengah berlangsungnya Operasi Tinombala.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·3 menit baca
PALU, KOMPAS — Pembunuhan warga sipil oleh anggota kelompok terorisme Mujahidin Indonesia Timur atau MIT di Poso, Sulawesi Tengah, kembali terjadi. Peristiwa naas itu terjadi saat aparat masih menggelar operasi pengejaran terhadap anggota kelompok tersebut. Aparat pun diminta memprioritaskan perlindungan terhadap warga di sekitar daerah operasi.
”Sejak awal operasi, masyarakat tidak terlindungi. Padahal, warga di sekitar daerah operasi harus juga menjadi prioritas perlindungan aparat karena mereka selama ini banyak yang menjadi korban kelompok MIT. Sambil mengejar anggota kelompok, lindungi warga sipil,” kata aktivis Lembaga Pengkajian dan Studi Hak Asasi Manusia Sulteng Moh Arfandy di Palu, Senin (20/4/2020).
Pada Minggu (19/4) pukul 15.00 Wita, Aceng (33) dibunuh anggota MIT di kebunnya di Desa Lawande, Kecamatan Poso Pesisir Utara, Kabupaten Poso. Ia awalnya diculik dari pondoknya. Selang beberapa jam, ia ditemukan meninggal dengan banyak luka sayatan parang di tubuh.
Lokasi kejadian merupakan perkebunan warga yang berbatasan dengan hutan pegunungan, tempat anggota MIT bergerilya. Jaraknya sekitar 10 kilometer dari jalan Trans-Sulawesi Poros Parigi Moutong-Poso. Desa Lawande berjarak sekitar 45 kilometer dari arah utara kota Poso.
Aceng merupakan korban warga sipil kedua dalam dua minggu terakhir. Sebelumnya, pada awal bulan ini, seorang petani di Desa Kilo, Kecamatan Poso Pesisir Utara, juga ditemukan tewas. Modusnya sama, yakni korban diculik ke hutan lalu dibunuh.
Dalam catatan Kompas, sejak 2015 hingga saat ini, jumlah korban pembunuhan kelompok itu mencapai 14 orang. Mereka yang menjadi korban kebanyakan petani yang berkebun di sekitar hutan, baik di Kabupaten Poso maupun Parigi Moutong. Pembunuhan terhadap warga sipil tersebut terjadi saat Operasi Tinombala digelar untuk menumpas kelompok MIT. Saat ini, operasi tersebut masih berlangsung dengan pengerahan sekitar 1.000 anggota Polri dan TNI.
Arfandy menyatakan, dengan rentetan kejadian itu, operasi tersebut harusnya dievaluasi. Tujuan operasi itu menumpas kejahatan terorisme, tetapi faktanya mereka masih bisa berkeliaran membunuh warga sipil.
”Bahkan, anggota MIT bisa masuk kota dan membuat keonaran dengan mencoba merebut senjata aparat pada Rabu lalu. Ini ada apa?” katanya.
Dua anggota anggota MIT merebut senjata satu polisi di halaman bank di kota Poso, Rabu (15/4). Polisi tersebut tertembak di bagian dada. Kedua anggota MIT tersebut lari, tetapi dikejar dan ditembak mati di pinggiran kota Poso 3 jam setelah kejadian itu.
Secara terpisah, Kepala Bidang Humas Polda Sulteng Komisaris Besar Didik Supranoto mengatakan, saat ini, Satuan Tugas Operasi Tinombala mengejar anggota MIT. ”Dengan adanya kejadian itu, kami meningkatkan keamanan dan kewaspadaan, terutama di Poso, Parigi Moutong, dan Sigi,” katanya.
Ia menegaskan, warga tetap tenang dan beraktivitas seperti biasa. Satuan Tugas Operasi Tinombala bekerja di lapangan, baik itu tim kejar maupun tim lainnya, untuk mendeteksi keberadaan anggota MIT.