Terdampak Penutupan Akses Keluar-Masuk, Tenaga Kesehatan Masih di Luar Papua
Sejumlah tenaga kesehatan yang bertugas di Papua terdampak kebijakan penutupan akses keluar-masuk Papua. Penanganan Covid-19 membutuhkan banyak tenaga dokter.
Oleh
FABIO COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Kebijakan Pemerintah Provinsi Papua mencegah penyebaran virus korona jenis baru dengan menghentikan layanan pesawat dan kapal yang mengangkut penumpang sejak 26 Maret 2020 berdampak langsung. Banyak tenaga kesehatan belum bisa kembali ke Papua hingga kini.
Juru Bicara Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Kabupaten Tolikara, Yusak Toto Saksono, yang mewakili Bupati Usman Wanimbo saat dihubungi dari Jayapura, Minggu (19/4/2020), mengatakan, sekitar 20 tenaga kesehatan belum dapat kembali ke Tolikara hingga saat ini.
Ke-20 tenaga medis itu terdiri atas 5 dokter dan 15 perawat. Mereka bertugas di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Karubaga di ibu kota Tolikara dan sejumlah puskesmas. ”Mereka masih berada di Pulau Jawa dan sejumlah daerah lainnya di luar Papua. Mereka tak dapat kembali karena tak ada penerbangan ke Papua,” ujar Yusak.
Ia menuturkan, meskipun tenaga kesehatan jumlahnya minim, mereka tetap bersiaga untuk mencegah masuknya virus korona baru penyebab Covid-19 di Tolikara.
”Kami telah menutup akses jalan utama dari Wamena ke Tolikara. Hanya mobil pengangkut sembako dan barang pokok lainnya yang bisa memasuki Tolikara,” kata Yusak.
Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Wamena dr Felly Sahureka mengatakan, sebanyak 2 dokter tetap dan 3 dokter berstatus pegawai tidak tetap juga belum dapat tiba di Wamena hingga Minggu ini.
Saat ini, ruang isolasi penanganan pasien positif Covid-19 RSUD Wamena hanya terdapat 12 dokter dan 9 perawat. Terdapat tiga pasien positif COvid-19 di RSUD Wamena.
RSUD Wamena merupakan pusat layanan kesehatan yang menerima pasien dari sejumlah pegunungan tengah Papua. Misalnya Lanny Jaya, Mamberamo Tengah, dan Yalimo.
”Kami tetap berupaya maksimal untuk menangani pasien dengan jumlah tenaga dokter dan perawat yang belum cukup. Mereka bekerja secara bergantian di ruang isolasi,” tutur Felly.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Provinsi Papua dr Donald Aronggear mengatakan, pihaknya masih mendata jumlah dokter yang belum dapat kembali ke Papua pascadihentikannya layanan kapal dan pesawat untuk penumpang.
”Saya telah menerima sejumlah laporan adanya dokter yang belum dapat ke Jayapura. Salah satunya dokter spesialis onkologi di Rumah Sakit Dok II Jayapura,” kata Donald.
Sebaiknya, kata dia, Pemprov Papua memfasilitasi tenaga kesehatan yang ingin kembali ke Papua. Sebab, jumlah tenaga kesehatan di Papua hingga kini belum memadai.
Diketahui jumlah penduduk di Papua berdasarkan data Dinas Sosial, Kependudukan dan Catatan Sipil Provinsi Papua pada akhir tahun 2019 mencapai 4.349.343 jiwa. Sementara jumlah anggota IDI Papua hingga April 2020 sebanyak 1.163 orang.
Dari hasil pembagian jumlah penduduk dengan anggota IDI di Papua, rasionya 1 dokter bisa melayani hingga 3.817 orang.
”Pulangkan mereka ke Papua dan diisolasi selama 14 hari. Apabila tidak positif Covid-19, mereka kembali bekerja seperti biasa, khususnya untuk penanganan pasien Covid-19,” tutur Donald.
Diketahui jumlah kasus pasien positif Covid-19 hingga Minggu ini mencapai 107 kasus. Rincian akumulasi 107 kasus positif ini terdiri 81 pasien dalam perawatan, 19 pasien telah sembuh, dan 7 pasien yang meninggal dunia.
Persebaran kasus positif Covid-19 telah mencapai sembilan daerah di Papua, yakni Kota Jayapura 30 kasus, Kabupaten Jayapura 23 kasus, Mimika 31 kasus, Merauke 9 kasus, Sarmi 4 kasus, Keerom 4 kasus, Mamberamo Tengah 1 kasus, Jayawijaya 2 kasus, dan Nabire 3 kasus.
Ketua Harian Satuan Tugas Pengendalian, Pencegahan dan Penanganan Virus Korona Provinsi Papua Welliam Manderi mengatakan, larangan kapal dan pesawat mengangkut penumpang hanya berlaku bagi warga sipil hingga 23 April mendatang. Sementara pesawat dan kapal yang mengangkut kargo dan tenaga kesehatan dapat memasuki wilayah Papua.
”Para tenaga kesehatan dapat tetap kembali ke Papua. Namun, mereka memang mengalami kesulitan sarana transportasi udara ataupun laut. Kami akan membahas solusi untuk memulangkan mereka dalam waktu dekat,” tutur Welliam.