Dua Perawat Meninggal di Semarang dalam Delapan Hari Terakhir
Dua perawat meninggal di Rumah Sakit Umum Pusat Dr Kariadi Semarang dalam delapan hari terakhir. Keterbatasan alat pelindung diri dan ketidakjujuran pasien rentan memicu penularan Covid-19 pada tenaga kesehatan.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Dua perawat meninggal di Rumah Sakit Umum Pusat Dr Kariadi Semarang dalam delapan hari terakhir. Keterbatasan alat pelindung diri dan ketidakjujuran riwayat pasien rentan memicu penularan Covid-19 pada tenaga kesehatan.
Pada Rabu (9/4/2020), seorang perawat RSUP Dr Kariadi meninggal setelah positif Covid-19. Pemakaman jenazahnya sempat ditolak beberapa warga di Ungaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Akhirnya, jenazah itu dikebumikan di pemakaman keluarga RSUP Dr Kariadi, Kota Semarang.
Seorang perawat kembali meninggal pada Jumat (17/4/2020). Namun, ia bukan perawat pasien Covid-19. ”Statusnya pasien dalam pengawasan (PDP). Hasil pemeriksaan PCR (polymerase chain reaction) pertama negatif, lalu yang kedua ternyata perlu diulang. Tes lagi dan hasilnya belum keluar,” ujar Direktur Utama RSUP Dr Kariadi, Agus Suryanto, Jumat (17/4/2020) malam.
Agus mengatakan, sejak akhir Januari hingga Jumat (17/4/2020), di RSUP Dr Kariadi total ada 896 orang dalam pemantauan (ODP), 313 PDP, dan 112 terkonfirmasi positif. Adapun pasien meninggal 27 orang, dengan rincian 11 positif Covid-19, 11 negatif Covid-19, dan 5 masih menunggu hasil pemeriksaan.
Dari 112 orang yang terkonfirmasi positif Covid-19, 57 orang di antaranya pegawai rumah sakit milik Kementerian Kesehatan itu. Adapun pegawai yang meninggal berjumlah 2 orang, keduanya perawat.
Agus mengatakan, dalam perlindungan terhadap tenaga kesehatan, pihaknya mengacu pada standar alat pelindung diri (APD) yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan dan Organisasi Kesehatan Dunia. Namun, diakuinya, ketersediaan APD menjadi masalah hampir di semua RS.
”Ada zona hijau, kuning, dan merah. Memang karena keterbatasan, kami harus efisiensi. Namun, khusus untuk zona merah, kami pastikan APD terstandar, tidak bisa main-main. APD yang digunakan juga ada persetujuan dari tim komite pencegahan dan pengendalian infeksi,” kata Agus.
Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jateng Edy Wuryanto menuturkan, keterbatasan APD yang terstandar masih menjadi kendala di sejumlah daerah, terutama di puskesmas-puskesmas. Ia berharap pemerintah mendistribusikan APD terstandar secara menyeluruh, tak hanya rumah sakit rujukan Covid-19.
Ada zona hijau, kuning, dan merah. Memang karena keterbatasan, kami harus efisiensi. Namun, khusus untuk zona merah, kami pastikan APD terstandar, tidak bisa main-main. APD yang digunakan juga ada persetujuan dari tim komite pencegahan dan pengendalian infeksi
Sementara itu, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mengatakan, tenaga medis dan perawat merupakan jantung dan garda terakhir penanganan Covid-19. Karena itu, ia meminta masyarakat mendukung tenaga kesehatan, juga tak memberi pelabelan negatif kepada mereka.
”Mereka adalah orang-orang yang mengerti dan memahami. Mereka tertular karena ketidakjujuran pasien. Maka, tolong jangan ada stigma negatif agar publik tahu, RT tahu, lurah tahu, mereka tidak untuk dijauhi, mereka harus disemangati,” kata Ganjar.
Keamanan dan keselamatan tenaga kesehatan menjadi sorotan setelah terjadi lonjakan kasus positif Covid-19 pada pegawai RSUP Dr Kariadi. Pada hasil pemeriksaan Selasa (14/4/2020), 34 pegawai dinyatakan positif, 30 orang diantaranya dokter dan lainnya adalah 2 fisioterapis, 1 perawat, dan 1 tenaga administrasi. Total sudah 57 pegawai RS tersebut positif Covid-19.