Ridwan Kamil Berharap MUI Pertimbangkan Fatwa Haram Mudik
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil berharap Majelis Ulama Indonesia mempertimbangkan fatwa haram mudik. Hal ini bertujuan agar penyebaran Covid-19 tidak meluas karena mobilitas masyarakat yang tinggi saat mudik.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil berharap Majelis Ulama Indonesia mempertimbangkan fatwa haram mudik. Hal ini bertujuan agar penyebaran Covid-19 tidak meluas karena mobilitas masyarakat yang tinggi saat mudik.
Kamil meyakini, dengan fatwa itu arus mudik dapat ditekan, terutama dari wilayah episentrum penyebaran Covid-19, seperti DKI Jakarta dan daerah di sekitarnya. ”Saya berharap MUI mengeluarkan fatwa haram mudik karena biasanya masyarakat lebih menuruti ulama,” ujarnya, Jumat (10/4/2020).
Hal itu disampaikannya saat berbincang dengan 27 ketua MUI kabupaten/kota se-Jabar melalui konferensi video mengenai mudik dan persiapan menjelang Ramadhan di Gedung Pakuan, Kota Bandung. Kamil didampingi Wakil Gubernur Jabar Uu Ruzhanul Ulum.
Dalam konferensi video itu, Kamil menyampaikan beberapa kasus penularan Covid-19 akibat mudik. Salah satunya seorang warga di Kabupaten Ciamis tertular Covid-19 dari anaknya yang baru pulang dari Jakarta.
Oleh sebab itu, disiplin tidak mudik menjadi hal krusial agar orang yang terinfeksi virus korona baru atau SARS-CoV-2 yang menyebabkan Covid-19 tidak semakin banyak. ”Kemungkinan besar akan bertambah jika tetap memaksakan mudik. Sayangilah keluarga di kampung halaman,” ujarnya.
Pemerintah Provinsi Jabar sudah mengeluarkan maklumat larangan mudik dan piknik. Selain itu, juga memberlakukan prosedur tetap di terminal, bandara, dan stasiun untuk memeriksa kondisi kesehatan penumpang.
Disiplin tidak mudik menjadi hal krusial agar orang yang terinfeksi virus korona baru atau SARS-CoV-2 yang menyebabkan Covid-19 tidak semakin banyak.
Pemerintah desa di Jabar memperketat pengawasan mobilitas warga yang masuk ke daerahnya. Dengan membentuk Satuan Tugas Tanggap Covid-19, aparatur desa mendata pemudik yang datang dari zona merah.
Pemudik diminta mengisolasi diri selama 14 hari. Rentang waktu itu sesuai dengan masa inkubasi virus korona baru sekitar 2-14 hari.
Kamil berharap, 27 ketua MUI kabupaten/kota se-Jabar dan ketua MUI Jabar menyampaikan aspirasi itu kepada MUI pusat. ”Mohon kiranya dikoordinasikan. Biasanya kalau pernyataan dari MUI Jabar akan lebih mantap karena satu frekuensi dengan gugus tugas yang melarang mudik,” ujar Kamil. Mantan Wali Kota Bandung itu juga meminta pandangan MUI mengenai shalat Tarawih di rumah.
Ketua MUI Jabar Rachmat Syafei mengatakan, MUI memiliki pedoman dalam mengeluarkan fatwa. Jika permasalahan bersifat nasional, yang harus mengeluarkan fatwa adalah MUI pusat. Dalam hal ini MUI Jabar mendorong MUI pusat mempertimbangkan fatwa haram mudik.
”Itu (fatwa) kewenangan MUI pusat karena masalahnya nasional. Namun, kami akan coba komunikasikan,” ujarnya.
Secara pribadi, Rachmat mengatakan, mudik mesti dicegah untuk memutus rantai penyebaran Covid-19. Meskipun mudik memiliki nilai silaturahmi dan telah menjadi budaya, tetapi akan lebih berpotensi besar pada kemudaratan karena mengancam jiwa manusia.
Terkait pelaksanaan shalat Tarawih, kemungkinan MUI akan mengeluarkan fatwa larangan tarawih di masjid. Tarawih akan dilakukan di rumah masing-masing.
Menurut Rachmat, jika tarawih dikerjakan di rumah, pahala yang didapat akan dua kali lipat. ”Tentu tidak mengurangi nilai. Bahkan, pahala tarawih di rumah itu dua kali lipat karena menjaga kehidupan umat dan ibadah tetap dilaksanakan. Jadi optimistislah dalam menghadapi Ramadhan nanti walaupun kita tidak mudik dan tarawih di masjid,” ujarnya.
Jabar menjadi salah satu provinsi dengan penyebaran Covid-19 tinggi selain DKI Jakarta. Hingga Jumat pukul 11.43, pasien positif Covid-19 di Jabar berjumlah 376 orang. Sebanyak 19 pasien sembuh dan 40 pasien meninggal. Total pasien dalam proses pengawasan 1.322 orang. Sementara 16.700 orang masih dalam proses pemantauan.