Pemkab Banyuwangi berencana merealokasi anggaran hingga Rp 78 miliar untuk penanganan Covid-19. Dana tersebut tidak hanya untuk penguatan sektor kesehatan, tetapi juga untuk jaring pengaman sosial bagi masyarakat kecil.
Oleh
ANGGER PUTRANTO
·3 menit baca
BANYUWANGI, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, berencana merealokasi anggaran hingga Rp 78 miliar untuk penanganan Covid-19. Dana tersebut tidak hanya untuk penguatan sektor kesehatan, tetapi juga untuk jaring pengaman sosial bagi masyarakat yang ekonominya terdampak wabah tersebut.
Pendataan warga rentan miskin menjadi salah satu hal yang penting. Upaya gotong royong dari warga juga diharapkan tumbuh agar tidak terlalu membebani APBD.
Hal itu disampaikan Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas di Banyuwangi, Jumat (3/4/2020). ”Kami sudah hitung semuanya, bahkan hingga kemungkinan terburuk apabila pandemi ini sampai Desember. Ada sekitar Rp 78 miliar dana realokasi yang bisa digunakan untuk penanganan Covid-19. Tentu saya berharap ini tidak sampai Desember,” ujarnya.
Anas mengatakan, anggaran Rp 78 miliar tersebut digunakan terutama untuk penguatan sektor kesehatan, tetapi juga dapat digunakan untuk sektor-sektor lain yang terdampak, termasuk untuk jaring pengaman sosial.
Realokasi anggaran tersebut saat ini telah diajukan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi ke DPRD Banyuwangi. Jika sudah ada pembahasan antarkeduanya, anggaran tersebut langsung dapat digunakan.
”Saat ini sekolah-sekolah dan desa-desa juga sudah bergotong royong mengumpulkan beras. Beras ini nantinya dapat digunakan apabila ada warga membutuhkan. Tak sedikit warga yang mata pencariannya terganggu karena Covid-19,” tutur Anas.
Dalam kondisi saat ini, pendataan warga rentan miskin menjadi salah satu hal yang penting. Oleh karena itu, setiap desa diharapkan mendata dengan tepat warga yang berhak mendapat jaring pengaman sosial berupa bantuan pangan nontunai.
Saya minta per desa mendata 100 kepala keluarga yang paling terdampak.
Anas meminta para kepala desa tidak perlu berlomba-lomba menjadi yang tercepat dalam mendata. Ia berharap data tersebut valid agar bantuan tepat sasaran. ”Saya minta per desa mendata 100 kepala keluarga yang paling terdampak. Bulan depan bisa jadi yang terdampak semakin luas, bisa ditambah jumlahnya,” demikian instruksi Anas kepada para kepala desa.
Ia juga berpesan agar dana desa tidak digunakan untuk jaring pengaman sosial. Selain karena jumlahnya tidak besar, dana desa lebih baik digunakan untuk pembelian cairan pembersih tangan dan disinfektan. Anas terus mendorong agar tumbuh semangat gotong royong dari warga. Ia juga berharap pihak swasta dapat mengucurkan anggaran melalui program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).
Salah satu kelompok masyarakat yang terdampak Covid-19 ialah pengemudi ojek daring, tukang becak, pengemudi angkutan dalam kota, dan pedagang kaki lima skala kecil. Kebijakan belajar atau bekerja dari rumah membuat dagangan atau jasa yang mereka tawarkan sepi pembeli.
Pemerintah Kabupaten Banyuwangi pun membuka pos-pos pembagian makan siang gratis kepada para pekerja berpenghasilan harian tersebut. Setiap warung diminta menyediakan 250 paket makan siang gratis. Pemkab Banyuwangi dan sejumlah pihak swasta akan mengganti biaya yang dikeluarkan pemilik warung. Saat ini, baru lima warung yang masuk dalam skema program tersebut.
Salah satu pengemudi becak yang menerima jaring pengaman itu adalah Bambang (52), yang biasa mangkal di SD 2 Tukang Kayu, Banyuwangi. Pembatasan sosial yang diterapkan membuat ia benar-benar kehilangan penghasilan.
Ia mengaku bisa memperoleh Rp 50.000 per hari saat murid masuk sekolah seperti biasa. Sejak siswa belajar di rumah, ia harus berpindah pangkalan ke Taman Blambangan. ”Program ini membantu sekali. Sejak anak sekolah belajar di rumah, penghasilan saya tidak sampai setengahnya dari hari biasa,” ujar Bambang.