Kabar baik, M (63), pasien pertama Covid-19 dari Riau, dinyatakan sembuh. Namun, AH (42), kerabat M yang sama-sama baru pulang dari Malaysia, dinyatakan positif. Kini ribuan TKI asal Malaysia sedang mudik memasuki Riau.
Oleh
SYAHNAN RANGKUTI
·5 menit baca
Ada kabar baik dan kabar buruk datang dari Riau. Ini masih terkait dengan wabah Covid-19. Kabar baiknya, M (63), pasien pertama yang positif terjangkit virus korona jenis baru di ”Negeri Lancang Kuning”, dinyatakan sembuh. Pada Minggu (29/3/2020), M sudah pulang ke rumahnya di Kota Pekanbaru.
”Sudah dua kali kami melakukan uji swab terhadap Tuan M dan hasilnya negatif sehingga sudah boleh pulang,” kata Indra Yovi, dokter di Rumah Sakit Arifin Achmad, Kota Pekanbaru, yang menjadi juru bicara penanganan Covid-19 Riau, di Pekanbaru, Minggu petang.
Kabar baiknya lagi, dua rumah sakit di Pekanbaru, yakni RS Madani (RSUD Pekanbaru) dan RS Tampan, sudah dapat menerima pasien Covid-19. Sebanyak 45 rumah sakit se-Riau juga sudah menambah kapasitas ruang isolasi.
”Penambahan ruang isolasi cukup signifikan. Misalnya, ada rumah sakit yang awalnya hanya memiliki dua ruang isolasi, kini sudah bertambah menjadi 14 (ruang). Jadi, kalau ada eskalasi sudah lebih siap,” ujar Indra.
Kabar baik lainnya, semakin banyak warga yang mengisolasi diri di rumah. Namun, masih banyak juga yang membandel berkeliaran dan berkerumun di malam hari. Menurut Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Riau Komisaris Besar Sunarto, setiap malam polisi berpatroli membubarkan kerumunan, menyosialisasikan isolasi dan pembatasan fisik, serta melakukan penyemprotan disinfektan menggunakan drone.
Namun, kabar buruknya, bertambah seorang pasien baru yang positif Covid-19 di Riau. Namanya AH (42). Tuan AH ini memiliki kaitan dengan M. Keduanya pernah mengikuti tablig akbar di Sri Petaling, Malaysia, beberapa waktu lalu.
Jadi, dua pasien Covid-19 di Riau merupakan kasus impor. Sri Petaling yang menjadi sumber penularan, kata Yovi, merupakan kluster penyebaran terbesar di Malaysia saat ini. Jemaah yang hadir dalam tablig itu berasal dari banyak negara. Peserta dari Indonesia diperkirakan mencapai 700 orang yang tersebar dari beberapa daerah Nusantara.
Entah kenapa, orang-orang yang baru pulang dari Malaysia itu sangat sulit dicari.
Kabar buruknya lagi, bukan hanya M dan AH yang pulang dari acara di Sri Petaling ke Riau. Tidak ada keterangan pasti dari pihak berwenang, tetapi jumlahnya diperkirakan mencapai 17 orang.
Polda Riau dibuat sibuk untuk mencari belasan orang dimaksud. Namun, hasilnya sangat minimalis. Entah kenapa, orang-orang yang baru pulang dari Malaysia itu sangat sulit dicari. Padahal, segala cara sudah dikerahkan polisi.
Tiga hari lalu, seorang peserta tablig Sri Petaling, sebut saja Mr X, berhasil ditemukan petugas di sebuah masjid di wilayah Kecamatan Bukit Raya, Pekanbaru. Padahal, polisi sudah beberapa kali mendatangi rumahnya untuk meminta yang bersangkutan segera memeriksakan diri ke rumah sakit. Ternyata, Mr X tidak pulang-pulang. Selama beberapa hari, ia menginap di masjid. Selama di sana, ia beribadah seperti biasa dengan jemaah lain.
Sampai kemarin belum ada hasil uji swab terhadap Mr X. Namun, ia sudah diisolasi di rumah sakit.
Masih ada kejadian terkait Malaysia yang melibatkan ribuan orang di Riau. Menurut Kepala Dinas Komunikasi, Informasi, dan Statistik Riau Chairul Riski, beberapa pelabuhan di Riau, seperti Dumai, Bengkalis, dan Selat Panjang, bakal menerima kedatangan sekitar 13.000 dari total 24.000 tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Malaysia yang akan dipulangkan dari negeri jiran itu secara bertahap.
Tidak semua dari 13.000 TKI itu warga Riau. Sebagian berasal dari Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Bengkulu. Riau hanya menerima kedatangan TKI yang sebelumnya didaratkan di Pulau Karimun, Provinsi Kepulauan Riau.
Lebih 1.000 orang sudah tiba di Riau sejak tanggal 27 Maret dan semuanya sudah dipulangkan ke rumah masing-masing. Tidak ada karantina. Tidak ada pemeriksaan tes cepat. Petugas kesehatan di pelabuhan hanya memindai suhu tubuh TKI. Apabila suhu masih normal, mereka diperbolehkan pulang. Tentu saja identitas dan nomor kontaknya dicatat.
”Mereka tidak sakit. Tidak ada gejala Covid-19. Semua TKI yang baru tiba dari Malaysia itu dinyatakan sebagai ODP (orang dalam pemantauan). Mereka akan diawasi oleh petugas kesehatan di lokasi rumahnya masing-masing,” kata Chairul.
Jumlah TKI itulah yang menyebabkan ODP di Riau sangat tinggi. Menurut Kepala Dinas Kesehatan Riau Mimi Yuliani Nasir, sampai hari Minggu, jumlah ODP Riau mencapai 7.017 orang.
Sebanyak 71 orang dirawat di rumah sakit sebagai pasien terduga Covid-19 atau PDP. Seorang PDP meninggal sebelum hasil pengujian diterima. Sebanyak 25 PDP dinyatakan negatif dan sudah dipulangkan.
Perbedaan perlakuan
Kembali kepada masalah TKI asal Malaysia tadi. Muncul pertanyaan, mengapa puluhan ribu orang itu tidak menjalani karantina setelah tiba di Tanah Air? Bukankah sewaktu pemerintah memulangkan 238 warga Indonesia dari Wuhan, China, awal Februari 2020, mereka dikarantina selama 14 hari di Ranai, Pulau Natuna? Mengapa ada perbedaan perlakuan? Apakah kondisi Malaysia saat ini tidak dapat disamakan dengan Wuhan awal Februari lalu?
Chairul tidak dapat menjawab pertanyaan itu. Menurut dia, pemulangan TKI asal Malaysia merupakan program pemerintah pusat. Pemerintah Provinsi Riau hanya membantu mengecek kesehatan dan menyediakan transportasi bagi TKI untuk kembali ke rumah masing-masing.
”Semua TKI yang baru pulang kami minta untuk mengisolasi diri secara mandiri di rumah selama 14 hari. Kalau ada gejala diminta untuk melapor kepada pos kesehatan setempat yang sudah diinformasikan kepada mereka,” tuturnya.
Akan tetapi, isolasi mandiri ini menjadi persoalan. Febrian (35), warga Pekanbaru, mengatakan, seorang temannya, TKI yang baru pulang dari Malaysia, mengajaknya nongkrong ke warung kopi pada hari Minggu.
”Ketika saya tanya mengapa tidak mengisolasi diri, teman saya hanya mengatakan dia sehat-sehat saja,” kata Febrian.
Bagaimana dengan TKI yang pulang ke Sumatera Barat dan Sumatera Utara? Pemulangan TKI tanpa karantina ini jelas merupakan tambahan kabar buruk dari Riau bagi Indonesia.