Pembatasan Sosial di Jateng Disosialisasikan hingga Kampung
Total sudah ada 12 kasus positif Covid-19 di Provinsi Jawa Tengah. Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mengajak seluruh elemen menggencarkan gerakan pembatasan sosial hingga kampung.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mengonfirmasi dua kasus positif Covid-19 tambahan dari Kota Semarang, Kamis (19/3/2020) malam. Dengan begitu, total sudah ada 12 kasus positif di provinsi tersebut. Gerakan pembatasan sosial atau social distancing terus disosialisasikan hingga tingkat kampung dengan melibatkan seluruh elemen.
Dua pasien positif terbaru dirawat di RSUP Dr Kariadi. Mereka menjadi pasien kasus kelima dan keenam di Kota Semarang, yang merupakan daerah dengan jumlah kasus tertinggi di Jateng. Pada Kamis siang, Pemprov Jateng juga mengonfirmasi satu pasien positif Covid-19 yang dirawat di RSUD KRMT Wongsonegoro Semarang.
Sebelumnya, Jumat-Rabu (13-18/3/2020), Pemprov Jateng mengonfirmasi sembilan kasus positif Covid-19. Lima orang di RSUD Dr Moewardi, dengan dua orang meninggal. Selain itu, tiga orang di RSUP Dr Kariadi, dengan seorang meninggal serta satu lagi di RSUD Tidar, Magelang.
Sejak Januari hingga Kamis (19/3/2020) malam, total 12 pasien positif Covid-19 di Jateng, tiga di antaranya meninggal. Selain itu, terdata 97 pasien dalam pengawasan (PDP) yang masih dirawat di berbagai RS di Jateng, serta 2.202 orang dalam pemantauan (ODP).
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mengatakan telah bertemu dengan sejumlah pakar kedokteran dan kesehatan masyarakat dalam rangka mengantisipasi penyebaran virus lebih lanjut. Sosialisasi terkait pentingnya kebersihan serta pembatasan sosial (social distancing) perlu terus digalakkan.
Dalam hal ini (social distancing), kepala desa, perangkat desa, satpol PP, bidan, dan perawat memiliki peran untuk menyosialisasikan hingga level bawah. (Ganjar Pranowo)
”Kami akan gerakkan hingga tingkat keluarahan/desa, seperti kerja bakti, tetapi di rumah. Dalam hal ini, kepala desa, perangkat desa, satpol PP, bidan, dan perawat memiliki peran untuk menyosialisasikan hingga level bawah,” ucap Ganjar.
Ia menambahkan, sosialisasi itu juga penting agar masyarakat menyadari pentingnya antisipasi dengan menjaga jarak, termasuk bagi para siswa sekolah yang belajar dari rumah. Guru pun didorong untuk memberikan penugasan yang menyenangkan agar siswa tidak bosan atau tidak betah sehingga kemudian berkeliaran.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Jateng Yulianto Prabowo menuturkan, melonjaknya ODP hingga dua kali lipat karena upaya pihaknya dan jajaran di kabupaten/kota menelusuri riwayat para pasien positif. ”Semakin banyak dicari, hasilnya akan semakin banyak. ODP ini isolasi mandiri,” kata Yulianto.
Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi menuturkan, informasi perkembangan penyebaran kasus korona baru dapat diakses melalui situs siagacorona.semarangkota.go.id. Hal itu diharapkan akan menangkal bertebarannya kabar-kabar bohong.
”Situs ini berisi data ODP dan PDP, juga jadwal penyemprotan disinfektan, rujukan pasien, monitoring bahan pokok, dan telepon darurat,” katanya.
Ia menambahkan, penyemprotan disinfektan secara massal bersama berbagai sukarelawan dan jajaran Pemkot Semarang dilakukan pada Jumat. Sedikitnya 10 mobil tangki serta ratusan alat penyemprot akan masuk ke berbagai lokasi di Kota Semarang, termasuk tempat ibadah, trotoar, taman, dan berbagai tempat umum lain.
Sementara itu, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jateng KH Ahmad Darodji menuturkan, menghadapi penyebaran virus korona baru, pihaknya mengambil sikap dengan mengurangi konsentrasi massa. Hal itu guna mengurangi potensi penyebaran.
”Di masjid ada semacam protokol yang disusun bersama. Shalat Jumat masih berlangsung, tetapi ada beberapa hal yang disarankan, seperti tempat masuk pada pintu tertentu saja. Syukur jika ada pemeriksaan dengan thermal gun. Di tempat wudu disediakan sabun dan yang wudu dari rumah pakai hand sanitizer,” ujarnya.
Jemaah diminta untuk membawa sajadah sendiri. Jarak antar-anggota jemaah juga tidak terlalu berdekatan.
Ia menambahkan, karpet masjid agar tidak digunakan. Jemaah diminta untuk membawa sajadah sendiri. Jarak antar-anggota jemaah juga tidak terlalu berdekatan. Setelah shalat Jumat, jemaaah diminta tidak berkerumun serta tidak bersalaman, juga cium tangan.
”Menjadi tugas kami, melalui surat edaran, untuk menyampaikan ke masjid-masjid, jemaah, organisasi kemasyarakatan Islam, dan pondok pesantren agar ini diikuti. Yang paling tahu masyarakat setempat. Kalau merasa aman, masih berlangsung, tetapi di daerah-daerah tertentu tidak dilangsungkan. Penggantinya, salat Dzuhur di rumah masing-masing,” ucap Darodji.