Segelas Kopi Giling Dibayar Plastik
Dengan seperempat kilogram sampah kertas dan plastik kering, Anda dapat mendapatkan secangkir kopi yang nikmat di Banyuwangi.
Ingin menikmati kopi, tetapi uang tidak cukup? Di Banyuwangi, asalkan bisa mengumpulkan 0,25 kilogram sampah kertas dan plastik kering, siapa pun bisa mendapatkan secangkir kopi yang nikmat. Bukan kopi saset yang bisa ditemukan di warung-warung kecil, melainkan seduhan kopi arabika atau robusta benaran.
Budaya minum kopi saat ini terus menggeliat, termasuk di kabupaten paling timur Pulau Jawa. Berbagai kedai kopi menawarkan konsep yang berbeda sebagai daya tarik.
Demikian dengan Mobile Café atau yang biasa dikenal dengan nama Moca milik Novian Dharma Putra (32). Sesuai namanya, kedai kopi milik Novian bisa berpindah-pindah tempat (mobile).
Kedai tersebut dibangun di atas sebuah motor gerobak. Namun, di dalamnya aneka peralatan seduh kopi cukup lengkap, antara lain rok presso, V60, french press, vietnam drip, dan aeropress.
Koleksi kopi Novian cukup lengkap. Selain memiliki kopi arabika dan robusta dari Banyuwangi, ia juga menawarkan aneka kopi single origin dari Java Ijen Bondowoso, arabika Gayo, arabika Bajawa, dan lain sebagainya.
Kendati bisa diajak berkeliling, Novian lebih sering membuka kedainya di samping Taman Makan Pahlawan Banyuwangi. Namun, jika ada undangan untuk membuka kafe di suatu tempat, ia siap memboyong Mobile Café miliknya.
Bukan hanya konsep unik yang ditawarkan oleh Novian dengan Mobile Café miliknya. Ia juga menawarkan konsep pembayaran yang tak lazim. Apa itu? ”Ngopi Bayar Sampah”.
Benar saja. ”Bawa saja sampah kering berupa kertas atau plastik seberat 0,25 kg, akan kami beri satu cangkir kopi dari kami. Kopinya tentu bukan kopi saset yang digunting, melainkan kopi single origin yang digiling,” tutur Novian.
Sampah-sampah tersebut nantinya dikumpulkan oleh Novian dan kemudian akan diambil atau diantarkan ke bank sampah Banyuwangi. Dari bank sampah Banyuwangi, Novian bisa menukarkan sampah milik konsumennya dengan nominal rupiah.
Novian mengatakan, program ini berangkat dari keprihatinannya melihat banyaknya sampah yang dibuang begitu saja. Padahal, sampah-sampah tersebut memiliki nilai ekonomis jika masyarakat mau mengolahnya atau setidaknya memilah dan mengirimkan ke bank sampah.
”Masalahnya, banyak dari kita malas untuk sekadar memilah dan mengirimkannya ke bank sampah. Program Ngopi Bayar Sampah ini hanya jembatan dan upaya agar sampah yang memiliki nilai itu bisa dikelola oleh teman-teman di bank sampah Banyuwangi,” ujarnya.
Bawa saja sampah kering berupa kertas atau plastik seberat 0,25 kg, akan kami beri satu cangkir kopi dari kami.
Ketika ditemui Kompas, Kamis (27/2/2020), Novian mengatakan, jika dikonversi ke rupiah, sampah kering berupa kertas dan plastik seberat 0,25 kg tersebut setara dengan besaran Rp 800 hingga Rp 1.000. Padahal, harga kopi seduh yang disajikan Novian tidaklah murah, harganya berkisar Rp 8.000 hingga Rp 10.000.
Program Ngopi Bayar Sampah memang bertujuan mengampanyekan bahwa sampah itu punya nilai tambah. Namun, bisnis tetaplah bisnis. Harus ada keuntungan yang didapat agar usaha kedai kopi tersebut tetap berjalan. Lantas, bagaimana Novian menyiasati agar tidak rugi?
”Saya bekerja sama dengan pelaku-pelaku UMKM yang bergerak di bidang kopi. Dari sana saya mendapat kopi dengan harga yang lebih murah. Saya juga menerapkan subsidi silang dengan meninggikan harga jual kopi 5-10 persen,” ujarnya.
Belum banyak
Semula, program Ngopi Bayar Sampah hanya ia terapkan setiap Jumat. Ternyata, tidak banyak orang yang mau menukarkan sampah dengan secangkir kopi.
Namun, Novian tidak patah arang untuk mewujudkan misinya mengampanyekan semangat sampah masih bernilai. Ia justru menerapkan program Ngopi Bayar Sampah setiap hari.
Saat ini, setiap minggu, Novian bisa mengumpulkan 1-2 kg sampah. Jumlah tersebut memang tak banyak, dalam seminggu mungkin hanya 8 orang yang membayar menggunakan sampah.
”Musuh terbesar program Ngopi Bayar Sampah ialah orang malas, ribet. Banyak pelanggan mengapresiasi program tersebut, tetapi tetap memilih membayar menggunakan uang karena lebih ringkas,” tuturnya. Ya, apa pun itu, ia tetap menerimanya.
Program yang baru dimulai Juni 2019, menurut Novian, masih perlu terus disosialisasikan. Ia memang tidak menarget berapa persen pembayaran menggunakan sampah. Melalui program ini, Novian hanya ingin menyampaikan bahwa sampah masih memiliki nilai ekonomis.
Banyak pelanggan mengapresiasi program tersebut, tetapi tetap memilih membayar menggunakan uang karena lebih ringkas.
Salah satu pelanggan Mobile Café yang biasa membayar menggunakan sampah ialah Roghib Mabrur, mahasiswa Politeknik Banyuwangi. Ia biasa membayar menggunakan sampah-sampah kertas miliknya.
”Sampah-sampah kertas sisa perkuliahan biasanya hanya memenuhi kamar, terserak ke mana-mana. Sekarang saya kumpulkan di satu tas keresek. Kalau sudah penuh, saya bawa ke Mas Novian untuk ditukarkan kopi,” ujarnya.
Mabrur mau menjadi pelanggan Mobile Café karena cocok dengan kopi racikan Novian dan suka dengan program Ngopi Bayar Sampah. Menurut dia, program tersebut cocok bagi mahasiswa yang butuh kopi di akhir bulan.
Sampah memang masih menjadi permasalahan di hampir semua daerah. Data Dinas Lingkungan Hidup Banyuwangi saja menyebut, produksi sampah mencapai 1.100 ton per hari.
”Dari total 1.100 ton, 60 persennya merupakan sampah organik. Sedangkan 40 persennya merupakan sampah anorganik, termasuk sampah plastik dan kertas,” ujar Kepala Dinas Lingkungan Hidup Banyuwangi Husnul Chotimah.
Husnul mengatakan, produksi sampah yang mencapai 1.100 ton tersebut jauh di atas kapasitas tampung harian Tempat Pembuangan Akhir Patoman yang hanya 60 ton per hari. Untuk menyiasati itu, Dinas Lingkungan Hidup Banyuwangi membangun sejumlah bank sampah dan tempat pengelolaan sampah terpadu. Kedua fasilitas tersebut diharapkan dapat menekan jumlah sampah yang masuk ke TPA.
”Kami mendukung sepenuhnya upaya Mas Novian dengan Mobile Café yang menerima pembayaran menggunakan sampah. Program ini dapat meningkatkan serapan bank sampah. Kami sudah bekerja sama dengan Mas Novian untuk penjemputan sampah-sampah yang dikumpulkan,” tutur Husnul.
Semakin banyak inisiatif seperti dilakukan Novian di daerah-daerah lain, sampah plastik yang selama ini menjadi masalah lingkungan global, sedikit banyak akan berkurang. Mengurus sampah memang mensyaratkan kreativitas.