Perhutanan Sosial di Aceh untuk Perbaikan Ekonomi Warga
Di Provinsi Aceh, pengelolaan perhutanan sosial mulai memberikan dampak positif bagi warga. Pemanfaatan hasil bukan kayu dan penanaman pohon kehutanan bernilai ekonomi akan menjadi sumber pendapatan baru bagi warga.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Di Provinsi Aceh, pengelolaan perhutanan sosial mulai memberikan dampak positif bagi warga. Pemanfaatan hasil bukan kayu dan penanaman pohon kehutanan bernilai ekonomi akan menjadi sumber pendapatan baru bagi warga di sekitar hutan.
Untuk membangun konsolidasi dan berbagi pengetahuan, kelompok perhutanan sosial membentuk Asosiasi Pengelola Perhutanan Sosial Aceh (AP2SA). Pembentukan asosiasi difasilitasi oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh.
Rapat koordinasi dan deklarasi dilakukan pada Selasa (10/3/2020) di Banda Aceh. Salah satu poin yang dibahas dalam pertemuan itu adalah memaksimalkan perhutanan sosial sebagai sumber ekonomi.
Ketua Pengelola Perhutanan Sosial Putro Ijo, Desa Lutueng, Kecamatan Mane, Kabupaten Pidie, Joni Usman mengatakan, dalam tiga tahun terakhir mereka mengolah rotan menjadi keranjang. Dalam sebulan, produksi keranjang 100 buah. Dengan harga jual berkisar Rp 150.000-Rp 300.00 per buah, pendapatan kelompok itu Rp 15 juta sampai Rp 30 juta.
”Pendapatan ini kami bagi untuk perajin atau anggota dan sebagian untuk biaya operasional,” kata Joni.
Perhutanan Sosial Putro Ijo mengelola 8.000 hektar dan semuanya adalah hutan lindung. Tanaman rotan dan bambu banyak tumbuh di dalam hutan itu. Warga mengambil rotan dan bambu untuk dijual.
Pendapatan ini kami bagi untuk perajin atau anggota dan sebagian untuk biaya operasional.
Anggota Perhutanan Sosial Putro Ijo melakukan pembibitan pohon untuk ditanami di dalam kawasan hutan. Tujuannya, mempertahankan kelestarian hutan agar sumber air bersih terjaga. ”Kami juga terlibat dalam kegiatan mengurangi konflik satwa, terutama gajah,” kata Joni.
Di Desa Jantho Baru, Kecamatan Jantho, Kabupaten Aceh Besar, hutan sosial yang dikelola oleh kelompok Jantho Lembah Gaharu seluas 2.344 hektar. Menurut rencana, kawasan hutan itu akan ditanami durian sehingga memberikan nilai ekonomi bagi warga.
Ketua Perhutanan Sosial Jantho Lembah Gaharu Ibrahim menuturkan, saat ini timnya sedang memetakan titik-titik penanaman bibit durian. Penyemaian bibit durian sebanyak 7.000 batang sedang dilakukan. Penyemaian menggunakan dana desa.
Ibrahim mengatakan, mereka menginginkan hutan sosial yang mereka kelola lima tahun mendatang akan menjadi obyek wisata durian. Di dalam hutan itu juga terdapat air terjun yang juga memiliki potensi sebagai obyek wisata.
Program Manager Perhutanan Sosial Walhi Aceh Solihin mengatakan, perhutanan sosial merupakan jalan yang diberikan pemerintah untuk warga mengelola hutan tanpa mengubah fungsinya.
Di Aceh, dari 494.765 hektar yang dialokasikan untuk perhutanan sosial, realisasinya baru seluas 208.068 hektar. Perhutanan sosial ini tersebar di 12 kabupaten. Perhutanan sosial itu memiliki potensi yang beragam, seperti ekowisata, hasil hutan bukan kayu, dan jasa lingkungan.
Solihin mengatakan, pengelolaan perhutanan sosial belum maksimal karena sumber daya manusia terbatas dan lemahnya dukungan modal finansial. Pembentukan asosiasi itu diharapkan para pengelola perhutanan sosial saling berbagi pengetahuan dan memperjuangkan kepentingan bersama.