Menyuap Wali Kota Medan untuk Jabatan, Isa Ansyari Dijatuhi Vonis 2 Tahun
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Medan menjatuhkan vonis 2 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 4 bulan kurungan terhadap mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Medan menjatuhkan vonis 2 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 4 bulan kurungan terhadap mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan Isa Ansyari. Isa terbukti menyuap Wali Kota Medan Dzulmi Eldin sebesar Rp 530 juta untuk mempertahankan jabatannya.
Putusan itu dibacakan majelis hakim yang diketuai Abdul Azis di Medan, Kamis (27/2/2020). Atas putusan itu, Isa menyatakan menerima dan tidak melakukan upaya banding. Sementara jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi, Iskandar Marwanto, menyatakan pikir-pikir. Jaksa sebelumnya menuntut 2,5 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan.
Azis mengatakan, selama menjabat Kepala Dinas Pekerjaan Umum pada Februari hingga Oktober 2019, Isa memberikan suap kepada Eldin beberapa kali. Ia menyetor Rp 20 juta sebanyak empat kali, Rp 200 juta dua kali, dan Rp 50 juta satu kali kepada Eldin melalui Kepala Subbagian Protokol Pemerintah Kota Medan Samsul Fitri.
”Terdakwa memberi uang kepada Dzulmi Eldin selaku Wali Kota Medan untuk mempertahankan jabatannya sebagai Kepala Dinas PU Kota Medan,” kata Azis.
Azis menyampaikan, sejak diangkat menjadi Kepala Dinas Pekerjaan Umum pada Februari, Isa memberikan setoran rutin sebesar Rp 20 juta per bulan. Setoran itu diberikan pada Maret, April, Mei, dan Juni.
Pada Juli, tambah Azis, Samsul menemui Isa di ruang kerjanya di Kantor Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan. ”Samsul meminta Rp 200 juta untuk membantu perjalanan dinas Dzulmi Eldin yang akan berangkat ke kota Ichikawa, Jepang, dalam program Sister City,” katanya.
Azis mengatakan, Isa menyanggupi permintaan itu. Samsul pun meminta tenaga stafnya, Andika Suhartono, mengambil uang tersebut di rumah Isa keesokan harinya. Uang itu kemudian ditukar ke mata uang yen dan disimpan di brankas bagian protokoler untuk persiapan perjalanan dinas ke Jepang.
Uang itu kemudian ditukar ke mata uang yen dan disimpan di brankas bagian protokoler untuk persiapan perjalanan dinas ke Jepang.
Azis melanjutkan, Isa terakhir kali memberikan uang kepada Eldin pada Oktober 2019 setelah kunjungan kerja ke Jepang selesai. Samsul datang ke rumah Isa dan menyatakan ada kekurangan biaya kunjungan kerja ke Jepang sebesar Rp 900 juta. Isa menyanggupi memberikan Rp 250 juta.
Isa pun mentransfer Rp 200 juta ke rekening bank yang diberikan oleh Samsul. Isa kemudian memberikan uang tunai Rp 50 juta melalui Andika sambil menyebut uang itu dititip untuk Samsul. Setelah menerima uang, Andika kemudian distop petugas KPK, tetapi ia sempat melarikan diri sebelum akhirnya menyerahkan diri. Penyidik KPK pun menangkap Eldin, Samsul, dan Isa.
Majelis hakim menyebut total biaya kunjungan luar negeri ke kota Ichikawa sebesar Rp 1,5 miliar dan yang ditanggung APBD Kota Medan hanya sekitar Rp 500 juta. Kunjungan itu diikuti rombongan resmi, yakni Eldin, Rita Maharani (istri Eldin), dan sejumlah pejabat di Pemkot Medan. Dua anak Eldin pun ikut dalam kunjungan itu, tetapi biayanya tidak ditanggung APBD Medan.
Azis mengatakan, kekurangan biaya kunjungan kerja ditutupi para kepala dinas. Samsul bertugas mengumpulkan uang itu. Dana itu pun digunakan untuk dana operasional wali kota yang tidak ditanggung APBD. Di lingkungan Pemkot Medan, uang itu disebut dana non-budgeter.
Menurut Azis, dalam menjatuhkan putusannya, hakim juga mempertimbangkan nota pembelaan dari Isa yang menyatakan dirinya mendapatkan tekanan struktural dari Wali Kota. ”Terdakwa menyebut tidak mempunyai pilihan untuk menolak permintaan itu,” kata Azis.