Kemendagri Konfirmasi Ulang Pembentukan 56 Desa Bermasalah di Konawe
Kemendagri akan melakukan verifikasi lanjutan aturan pembentukan 56 desa di Konawe ke Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dan Pemerintah Kabupaten Konawe. Hasil verifikasi akan menjadi bahan penyidikan polisi.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Kementerian Dalam Negeri akan melakukan verifikasi lanjutan aturan pembentukan 56 desa di Konawe ke Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dan Pemerintah Kabupaten Konawe. Aturan tersebut diketahui tidak terdaftar dan bermasalah. Hasil verifikasi akan menjadi bahan penyidikan polisi.
Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kemendagri Teguh Setiabudi mengatakan, tim yang telah dibentuk terus membahas sejumlah temuan dan data. Meski demikian, data dan temuan masih memerlukan penjelasan lebih lanjut dari Pemprov Sultra dan Pemkab Konawe terkait aturan pembentukan 56 desa.
”Tim masih membutuhkan penjelasan konkret dari mereka terkait pembentukan 56 desa tersebut,” kata Teguh seusai memberi pengarahan dalam Rapat Kerja Penyaluran dan Pengelolaan Dana Desa 2020 di Kendari, Sulawesi Tenggara, Selasa (25/2/2020).
Teguh melanjutkan, verifikasi ke pemkab dan pemprov tersebut akan dilakukan sesegera mungkin. Hasil keterangan dari verifikasi akan dimasukkan dalam laporan untuk diolah bersama bahan lain.
”Verifikasi akan dilakukan dalam hari-hari ini. Harusnya sudah dilakukan, tetapi karena ada rapat kerja yang berlangsung ini, akan segera dilakukan,” ucapnya.
Verifikasi terkait pembentukan 56 desa di Konawe bukan berlangsung kali ini saja. Kemendagri juga pernah mengundang Pemkab Konawe dan Pemprov Sultra untuk menjelaskan asal-muasal aturan yang di kemudian hari terbukti cacat hukum.
Kemendagri juga pernah mengundang Pemkab Konawe dan Pemprov Sultra untuk menjelaskan asal-muasal aturan yang di kemudian hari terbukti cacat hukum.
Kepala Polda Sultra Brigadir Jenderal (Pol) Merdisyam mengatakan, pihaknya masih menunggu hasil verifikasi kembali aturan Kemendagri. Sebab, 56 desa di Konawe tersebut memiliki problem administrasi dalam pembentukannya.
Oleh karena itu, menurut Merdisyam, pembentukan 56 desa di Konawe itu menjadi obyek penyidikan yang saat ini berlangsung. ”Kami masih menunggu verifikasi dari Kemendagri terkait aturan pembentukan 56 desa ke Pemprov Sultra dan Pemkab Konawe serta audit BPKP Sultra,” katanya.
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sultra yang melakukan audit terhadap empat desa di Konawe sebelumnya telah menemukan indikasi kuat penyimpangan yang mengakibatkan kerugian negara.
”Dari audit yang kami lakukan, ada indikasi penyimpangan yang mengakibatkan kerugian negara. Nilai dan detailnya belum bisa kami sampaikan karena itu domain penyidikan,” ucap Koordinator Pengawasan Bidang Investigasi BPKP Sultra Leo Lendra Leo, pekan lalu.
Menurut Leo, pihaknya telah menyampaikan hasil audit tersebut ke kepolisian. Koordinasi lebih lanjut terus dilakukan untuk kelanjutan penyidikan.
Kasus dana desa di Kabupaten Konawe telah ditingkatkan menjadi penyidikan oleh Polda Sultra sejak Agustus 2019. Penyidikan difokuskan terhadap empat desa dari total 56 desa bermasalah. Meski belum menetapkan tersangka, status penyidikan diharapkan bisa mengungkap semua hal dalam penggunaan anggaran hingga pembentukan 56 desa.
Sebanyak 56 desa di Konawe ini dibentuk dan didefinitifkan berdasarkan Perda Nomor 7 Tahun 2011. Aturan ini diketahui hasil rekayasa karena tidak terdaftar di badan hukum daerah dan mengambil nomor perda yang telah ada sebelumnya. Perda Nomor 7 Tahun 2011 yang terdaftar diketahui adalah laporan pertanggungjawaban anggaran 2010.
Aturan ini diketahui hasil rekayasa karena tidak terdaftar di badan hukum daerah dan mengambil nomor perda yang telah ada sebelumnya.
Meski direkayasa, aturan tersebut tetap dikirimkan oleh Pemkab Konawe ke Pemprov Sultra, yang lalu diteruskan ke Kemendagri. Sebanyak 56 desa ini pun tercatat di Kemendagri, lengkap dengan dasar pembentukan hasil rekayasa alias ”bodong”. Terdaftarnya 56 desa ini lalu menjadi rujukan ke Kementerian Desa untuk diajukan menjadi penerima dana desa.
Penelusuran Kompas pada Oktober-November 2019 menemukan, perda bermasalah tersebut diatur dan dibuat sedemikian rupa pada medio 2014-2015, yang dibuat bertanggal mundur menjadi 2011. Sejumlah oknum merencanakan dan membuat aturan agar puluhan desa di Konawe terdaftar di kementerian serta mendapatkan dana desa. Sejak 2017, 56 desa ini telah menerima dana desa.
Belakangan, pada akhir 2019, Kemendagri mengakui aturan pembentukan 56 desa di Konawe tersebut cacat hukum. Sisa dana desa untuk tahap ketiga pada 2019 ditahan. Pada 2020, dana desa untuk 56 desa ini tidak dikucurkan.
Gubernur Sultra Ali Mazi mengatakan, perbaikan dan pengawasan terus dilakukan agar penggunaan dana desa semakin baik. Hal itu untuk mencegah terjadi penyalahgunaan anggaran dana desa ke depan.